Januari 2017

(Pembukaan Pekan Doa Sedunia: Doa Untuk Persatuan Umat Kristen)


Ibr 7:1-3.15-17, Mrk 3:1-6

Hari sabat kembali menjadi kontroversi antara Yesus dan orang Farisi. Sabat adalah hari ketujuh dalam satu pekan. Pada hari itulah Allah beristirahat ketika menciptakan dunia. Sabat berarti “istirahat”. Beristirahat untuk pemulihan bagi raga yang enam hari penuh bekerja, namun juga pemulihan bagi jiwa dengan menempatkan waktu yang lebih dalam peribadatan dan doa-doa kepada Allah dari pada hari-hari biasanya.

Walaupun Yesus secara nyata berbuat kasih kebaikan kepada sesama dengan menyembuhkan orang yang mati sebelah tangannya, terkena stroke, tetapi dianggap salah dan melanggar hukum Taurat menurut orang Farisi. Begitu kesalnya orang Farisi karena Yesus berulang kali dianggap melanggar hukum Taurat secara terbuka dan pada akhirnya mereka bersekongkol untuk membunuh Yesus.
Apakah untuk berbuat kasih atau kebaikan ada aturannya? Bagaimana dengan ketulusan kasih jika dalam tindakan nyata kasih itu ada maksud serta tujuan tertentu? Bukankah kasih itu universal dan tidak mengenal sekat-sekat perbedaan satu dengan yang lainnya?

Ada pepatah Jawa mengatakan “Sing bener durung mesti pener” yang artinya sesuatu yang dianggap benar belum tentu cocok-pas bagi kebanyakan orang. Hal ini dimaksudkan bahwa dalam setiap tindakan yang kita lakukan selain diarahkan pada kebenaran juga pada hal yang cocok, pas, cukup, dan sesuai. Lebih ke arah pener. Hal yang baik dan pas menurut kita pun belum tentu itu baik dan benar menurut orang lain. Melakukan kasih dan kebaikan pun diarahkan pada yang pener-nya. Memberikan sedekah pada yang miskin benar adanya, tetapi ketika diberikan di perempatan jalan kepada orang yang meminta-minta maka menjadi tidak pener.

Bukan berarti tindakan Yesus menyembuhkan orang yang stroke ringan tersebut tidak bener dan pener. Justru Yesus mau mem-pener-kan pemahaman keliru dari orang Farisi. Yesus Sang Imam Agung menurut tata imamat Melkisedek senantiasa menghendaki agar hidup kita selalu bener dan pener seturut kehendak-Nya. Ragam peristiwa yang kita alami bisa menjadi cara Yesus yang mau mem-pener¬-kan kehidupan kita. Menyegarkan jiwa kita yang layu dan terutama menyembuhkan segala kelemahan dalam jiwa kita. Tuhan memberkati. Rm. Penta Lima

Media Kairos
Mgr. Yulius Aloysius Husin, MSF lahir di Asa, Barong Tongkok, Kutai Barat, Kalimantan Timur pada tanggal 15 Agustus 1937. Pada tanggal 25 Juli 1964, ditahbiskan menjadi imam dalam Kongregasi Keluarga Kudus. Karena perkembangan umat katolik di Provinsi Kalimantan Tengah begitu pesat, Tahta Suci Roma menetapkan Palangka Raya sebagai satu keuskupan baru yang dimekarkan dari Keuskupan Banjarmasin.
 
Pada tanggal 14 Agustus 1993, Tahta Suci Roma mengumumkan secara resmi bawa Pastor Julius Aloysius Husin, MSF diangkat menjadi Uskup Pertama Keuskupan Palangka Raya. Mgr.Julius Aloysius Husin, MSF ditahbiskan pada tanggal 17 Oktober 1993. Uskup Banjarmasin, Mgr Fransiskus Xaverius Rocharjanta Prajasuta, MSF merupakan pentahbis utama didampingi oleh Uskup Agung Pontianak, Mgr Hieronymus Herculanus Bumbun, OFM Cap dan Uskup Emeritus Banjarmasin, Mgr Wilhelmus Joannes (Guillaume Jean) Demarteau, MSF. Hari pentahbisan ini menjadi hari jadi Keuskupan Palangka Raya dan Paroki Palangka Raya menjadi Paroki Uskup atau Paroki Katedral.

Dalam menjalankan tugasnya sebagai uskup, beliau didampingi oleh Pastor Martin M. Anggut, SVD sebagai Vikjen. Seiring dengan semakin berkembangnya jumlah umat Palangka Raya dan Gereja yang sudah ada (sekarang gedung Serba Guna Tjilik Riwut) tidak sanggup lagi menampung umat yang ada, dalam masa tugas Mgr. Husni menetapkan untuk membangun gereja yang baru (Gereja Katedral saat ini). Dalam pertemuan antara Mgr. J.A.Husin MSF dengan Dewan Paroki Katedral St. Maria pada tanggal 2 Februari 1994,gagasan tentang Pembangunan Gereja Katedral baru semakin jelas. Gagasi ini kemudian diperkuat dengan terbitnya Surat Keputusan Uskup Palangka Raya tanggal 28 Mei 1994 Nomor : 139/KP-PPGK/V/1994 tentang Pembentukan Panitia Pembangunan Gereja Katedral Palangka Raya.

Pembenahan keuskupan baru ini terus dilaksanakan. Pada tanggal 4-8 Oktober 1994, beliau mengundang semua petugas Pastoral, utusan-utusan komunitas suster dan beberapa wakil umat untuk ikut serta dalam Raker. Pedoman Kerja Keuskupan Palangka Raya dihasilkan oleh Raker ini.

Dalam proses pemantapan rencana pembangunan Gereja Katedral baru dan dalam proses mengaktualisasikan PPKK yang baru saja ditetapkan, Tuhan mempunyai rencana yang lain. Pada hari Kamis, 13 Oktober 1994, pukul
08.00 WIB, Mgr. Julius Aloysius Husin, MSF (57 tahun) meninggal dunia di rumah Kediaman Uskup, tepatnya 5 (lima) hari setelah Raker. Setelah beliau wafat,  P. Martin M. Anggut, SVD (Vikjen) diangkat sebagai Administrator Diosesan Palangka Raya.

Meskipun Mgr. Husin, MSF hanya menggembalakan Keuskupan Palangkaraya selama setahun, beliau sempat menjadi Uskup Pentahbis Utama bagi Mgr Florentinus Sului Hajang Hau, MSF sebagai Uskup Samarinda pada tanggal 21 November 1993. **Kairos.

Media Kairos

Ritus Liturgi Sabda dibagi menjadi dia struktur : Allah yang bersabda dan Umat yang menanggapi. Liturgi Sabda merupakan dialog perjumpaan antara Allah yang bersabda dan umat yang menanggapi melalui Mazmur Tanggapan. (Baca Artikel: Syarat dan Hal Teknis Menjadi Lektor Dalam Perayaan Ekaristi). Liturgi Sabda terdiri dari:

  1. Bacaan Pertama (umat duduk); Dalam Perayaan Ekaristi hari Minggu dan Hari-hari Raya dibacakan tiga bacaan dari Kitab Suci. Bacaan pertama biasanya diambil dari Perjanjian Lama (kecuali masa-masa khusus, misalnya Masa Paska: Bacaan Pertama diambil dari Kisah Para Rasul). Tujuannya adalah memberi latar belakang sehingga menambah pengertian/ pemahaman sejarah keselamatan Allah dari perjanjian lama dan berpuncak pada Yesus yang di wartakan dalam Injil.
  2. Mazmur Tanggapan (duduk); Merupakan tanggapan umat atas Sabda Allah yang baru diwartakan. Biasanya dinyanyikan yang diilhami oleh Allah sendiri karena diambil dari Kitab Mazmur dan umat menyanyikan dibagian refren. Setelah umat mendengarkan Sabda Allah kemudian merenungkan serta membatinkan dalam hatinya, maka umat diajak untuk menanggapi sabda Allah tersebut. Sesuai namanya maka bagian ini diambil dari kitab Mazmur. Mengapa harus kitab Mazmur? Menarik apa yang dikatakan oleh Berthold Anton Pareira: “Pertama, Kitab Mazmur merupakan puisi dan nyanyian yang diilhami oleh Roh Allah. Kedua, Mazmur dapat dikatakan merupakan rangkuman dari PL (sebagai jawaban iman terhadap Allah). Ketiga, Mazmur telah dinyanyikan oleh Yesus Kristus sendiri (Mazmur mengantar kita memahami misteri Allah yang menjadi manusia). Ia telah menjadi sama seperti kita dalam segala hal kecuali dalam hal dosa. Ia bersedih, mengeluh, takut, kecewa, difitnah, dsb). Mazmur Tanggapan tidak boleh diganti dengan lagu antarbacaan seperti yang tersedia dalam Buku Nyanyian Gereja. Ritus Liturgi Sabda dalam Perayaan Ekaristi merupakan ritus yang telah diatur sedemikian sehingga boleh dikatakan sudah menjadi "kanon". Apabila tidak dinyanyikan, Mazmur Tanggapan dibacakan saja dengan bagian refrein diulangi oleh umat.
  3. Bacaan Kedua (duduk); Bacaan Kedua biasanya diambil dari tulisan/surat di perjanjian baru, misalnya salah satu surat Rasul Paulus, dll. Bacaan kedua mewartakan iman akan Yesus menurut konteks Gereja Perdana. Bacaan kedua bertujuan mempersiapkan umat pada puncak perayaan sabda yakni Injil.
  4. Bait Pengantar Injil (berdiri); PUMR No. 62 mengatakan: "Sesudah bacaan yang langsung mendahului Injil, dilagukan bait pengantar Injil, dengan atau tanpa alleluya, seturut ketentuan rubrik, dan sesuai dengan masa liturgi yang sedang berlangsung. Aklamasi ini merupakan ritus atau kegiatan tersendiri. Dengan aklamasi ini jemaat beriman menyambut dan menyapa Tuhan yang siap bersabda kepada mereka dalam Injil, dan sekaligus menyatakan iman. Seluruh jemaat berdiri dan melagukan bait pengantar Injil, dipandu oleh paduan suara atau solis". Bait pengantar Injil merupakan sambutan atau sapaan terhadap Allah yang hendak bersabda kepada mereka. Bait pengantar Injil menggunakan kata: “Alleluya” הללויה (kecuali selama masa Prapaska. Kata “Alleluya” ini berasal dari bahasa Ibrani yang berarti “Terpujilah YHWH” dan digunakan dalam ibadat bangsa Yahudi. Sesuai dengan sifat dasarnya seruan ini merupakan ungkapan pujian sukacita kepada Tuhan yang bangkit, karena kata Halel berarti nyanyian pujian. Pada saat menyanyikan bait pengantar Injil umat berdiri, sebagai tanda kesiapsediaan untuk menyambut Tuhan Yesus Kristus yang akan bersabda dalam Injil.
  5. Injil (berdiri); Merupakan puncak Liturgi Sabda. Gereja percaya bahwa Kristus "hadir dalam sabda-Nya, karena Ia sendirilah yang bersabda ketika Kitab Suci dibacakan di gereja". Oleh karena itu, bacaan injil mempunyai beberapa keistimewaan : (1) Dibacakan oleh imam/diakon dan umat berdiri; (2) Injil di hormati dengan pendupaan (untuk hari raya/ pesta); (3) Sebelum bacaan injil ada dialog antara imam & umat : "Tuhan bersamamu” dan umat menjawab “Dan bersama rohmu”; (4) Kemudian Imam berkata, "Inilah Injil Yesus Kristus menurut (Lukas / Matius / Markus /Yohanes)” dan umat menjawab “Dimuliakanlah Tuhan”, sambil membuat tanda salib kecil di kening, bibir dan hati dengan ibu jarinya. Makna salib kecil ini adalah  kita bisa ungkapkan dalam hati “SabdaMu, ya Tuhan kami pikirkan dan renungkan (tanda salib dikening), kami wartakan (tanda salib dimulut), dan kami resapkan dalam hati (tanda salib didada/hati).
  6. Homili (duduk); Homili dimaksudkan untuk mewartakan dan mendalami sabda Allah / misteri iman yang bertolak dari bacaan / tema yang baru dibacakan, dengan bahasa / situasi umat yang dihadapi saat ini sehingga dapat memperteguh iman umat. Hal penting yang perlu diketahui tentang homili: Perbedaan Homili dengan khotbah: Homili merupakan penjelasan tentang isi Kitab Suci (Bdk. PUMR no. 65) sedangkan khotbah tidak selalu menjelaskan isi Kitab Suci. Dalam langkah praksis pastoral, Homili biasanya disampaikan oleh imam selebran utama tetapi tidak menutup kemungkinan pemberi homili digantikan dengan imam konselebran atau kepada diakon, atau juga dengan alasan yang khusus kepada seorang imam yang tidak ikut konselebran tetapi tidak pernah diberikan kepada seorang awam (Bdk. PUMR no. 66). Seorang imam wajib memberikan homili pada hari minggu dan pesta-pesta wajib dan hanya boleh ditiadakan dengan alasan yang berat. Homili sangat dianjurkan pada hari-hari biasa dalam masa-masa khusus (PUMR no. 66).
  7. Syahadat – Doa Aku Percaya (berdiri); Merupakan pernyataan iman seluruh umat, sekaligus meng-AMIN kan bacaan dan homili yang telah kita dengarkan sebelumnya.
  8. Doa Umat (berdiri); Merupakan doa seluruh umat beriman bukan hanya untuk kepenting diri sendiri dan kelompok, melainkan doa untuk seluruh Gereja semesta. Biasanya doa umat mencakup: doa bagi Gereja, negara dan pemimpin masyarakat, bagi orang-orang dengan kepentingan khusus dan bagi kepentingan umat paroki. Jika di beri waktu hening, kita pun dapat mendoakan doa kita dalam hati. Pada setiap doa, umat menjawab “Kabulkanlah doa kami, ya Tuhan." Biasanya doa dibuka & ditutup oleh imam/prodiakon, kemudian tiap doa didoakan oleh lector/pembaca.
Dari urutan di atas, sangat jelas terungkap di dalam Liturgi Sabda kehadiran Allah sendiri. Jadi Allah tidak hanya hadir pada saat Liturgi Ekaristi dimulai, melainkan pada saat Perayaan Ekaristi dimulai. Mengakhiri seluruh pembahasan ini, baiklah kita melihat Yoh. 1: 1,14 yang merupakan inti/puncak dari Liturgi Sabda: “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. Firman itu telah menjadi manusia, dan diam diantara kita.”

Media Kairos
Kelompok Paduan Suara Misa 50 Tahun Paroki St. Maria Palangka Raya

Lagu dalam Perayaan Ekaristi merupakan bagian dari musik liturgi. Musik Liturgi adalah musik yang digunakan untuk ibadat/liturgi, mempunyai kedudukan yang integral dalam ibadat, serta mengabdi pada kepentingan ibadat. Dalam Sacrosanctom Concilium (SC) art. 112 dikatakan: “Musik Liturgi semakin suci, bila semakin erat berhubungan dengan upacara ibadat, entah dengan mengungkapkan doa-doa secara lebih mengena, entah dengan memupuk kesatuan hati, entah dengan memperkaya upacara suci dengan kemeriahan yang lebih semarak.”

Dari pengertian di atas, diandaikan bahwa kita sudah memahami dengan benar apa pengertian liturgi. (Silahkan baca artikel: Pengetahuan Dasar Liturgi dan Pengertian Liturgi Secara Umum). Karena liturgi merupakan karya bersama, dibaktikan untuk kepentingan bersama dalam memuliakan Tuhan, maka lagu pembukaan sangat perlu dinyanyikan oleh seluruh umat.

Peranan petugas liturgi, secara khusus pemilih dan pemimpin lagu sangat menentukan. Seorang pemilih dan pemimpin lagu harus memahami secara benar tentang makna lagu pembukaan dalam perayaan yang dibaktikan bersama dan dilakukan secara bersama. Yang lebih sering terjadi adalah bahwa seluruh lagu dalam perayaan ekaristi, dari pembukaan hingga penutup hanya dinyanyikan oleh kelompok paduan suara yang duduk di salah satu tempat dalam gereja.

Kehadiran kelompok paduan suara tidak menjadi masalah karena mereka juga disebut sebagai pelayan liturgi. Kesalahan muncul apabila kelompok paduan suara mengabaikan keterlibatan seluruh umat dalam lagu liturgi. Kesuksesan sebuah perayaan liturgi bukan terletak pada kesuksesan kelompok paduan suara dalam melayani lagu liturgi tetapi terletak pada bagaimana seluruh umat yang hadir terlibat secara aktif dalam karya yang dibaktikan bersama itu.

Salah satu solusi yang tepat dalam memilih lagu pembukaan yang liturgis adalah dengan menggunakan lagu-lagu yang telah disediakan dalam Buku Nyanyian Liturgi seperti Madah Bakti, Kidung Agung, Puji Syukur dan buku nyanyian liturgi lainnya yang telah diakui oleh Gereja. Perlu diusahakan pula agar umat mengetahui lagu yang dipilih. Bila belum diketahui, perlu diselenggarakan pelatihan bersama untuk mengetahui lagu-lagu liturgi.

Ingat, makna liturgi lebih banyak hilang karena petugas liturgi ingin hasil yang cepat, tidak melalui prosedur yang perlu, misalnya sosialisasi lagu-lagu liturgi. Karena minimnya sosialisasi lagu liturgi, akhirnya kita mewariskan kesalahan yang sama sehingga liturgi yang kita rayakan semakin lama semakin hilang makna kebersamaannya.

Media Kairos
Perarakan Pada Misa 50 Tahun Paroki St. Maria

Perayaan Ekaristi merupakan suatu perayaan yang bersifat satu kesatuan dan utuh. Perayaan terdiri dari Ritus Pembuka, Liturgi Sabda, Liturgi Ekaristi dan Ritus Penutup. Artikel berikut membahas secara khusus urutan dan makna Ritus Pembuka dalam Perayaan Ekaristi.

Ritus Pembuka bertujuan mempersatukan umat yang berkumpul dan mempersiapkan umat untuk mendengarkan sabda Allah dan merayakan Ekaristi dengan layak. Ritus pembuka terdiri atas beberapa bagian :

  1. Perarakan masuk (berdiri): tujuan untuk membuka misa, membina kesatuan umat, mengantar masuk misteri iman sesuai dengan masa liturgi, mengiringi perarakan imam beserta pembantunya. Perarakan diiringi dengan Lagu Pembukaan yang melibatkan seluruh umat (Baca Artikel: Pentingnya Partisipasi Umat Menyanyikan Lagu Pembukaan)
  2. Pendupaan & Penghormatan Altar oleh Imam dengan makna: Imam (mewakili umat) menghormati altar dengan mencium altar; pendupaan diadakan untuk hari-hari besar / hari khusus. Imam mengisi dupa & memberkati dengan membuat tanda salib. Pendupaan itu untuk penghormatan pada Sakramen Mahakudus, reliqui salib/patung Tuhan, bahan persembahan, Kitab Injil, lilin paskah, imam dan jemaat.
  3. Tanda Salib: Imam mulai perayaan ekaristi dengan membuat tanda salib “Dalam (Demi) nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus”. Umat membuat tanda salib dan menjawab “Amin”. Dengan tanda salib kita menyadari bahwa kita di bawah sumpah untuk menjadi bagian dari keluarga Allah dan umat yang hadir. Tanda salib mengingatkan kembali akan pembaptisan kita, saat kita ditandai dengan salib dan masuk dalam hitungan keluarga Allah. Dengan tanda salib ini , kita juga mengakui iman Trinitas, yaitu hubungan keluarga, kehidupan batiniah dan persekutuan abadi dari Allah.
  4. Salam Pembuka: Imam menyampaikan salam dengan mengatakan “Tuhan bersamamu” dan umat menjawab “ Dan bersama rohmu". Hal ini menyatakan bahwa Tuhan hadir di tengah-tengah umat yang hadir.
  5. Pengantar: Imam mengarahkan umat kepada inti bacaan, liturgi yang akan dirayakan saat itu. Dalam pengantar, imam juga dapat menyebutkan beberapa hal yang menjadi intensi perayaan terutama bila perayaan itu didedikasikan untuk perayaan tematis.
  6. Tobat (berlutut) : dalam ritus tobat, biasanya umat menepuk dada saat mengucapkan "saya berdosa, saya berdosa, saya sungguh berdosa" dalam doa saya mengaku. Gerakan ini merupakan simbol rasa sesal dan tobat. Dalam doa ini, umat menyampaikan penyesalan dan pertobatan atas dosa dan kesalahan pada Tuhan dan sesama. Mengakhiri doa tobat, imam memberikan ABSOLUSI / PENGAMPUNAN dengan menjawab “Semoga Allah yang Mahakuasa mengasihani kita, mengampuni dosa kita dan menghantar kita ke hidup yang kekal”. Absolusi/Pengampunan ini tidak memiliki kuasa yang sama dengan absolusi pengampunan pada Sakramen Tobat.
  7. Tuhan Kasihanilah: seruan/litani untuk mohon belas kasih Tuhan, yang diteladankan dua orang buta yang di sembuhkan Yesus (lih Mat 9:27). Bagian ini lebih sering dinyanyikan terutama dalam perayaan hari Minggu dan hari raya. 
  8. Kemuliaan (berdiri): Untuk misa Natal dan Paskah, biasanya ketika Madah Kemuliaan dinyanyikan, lonceng dibunyikan. Sesuai dengan namanya, Madah Kemuliaan bertujuan untuk memuliakan Allah. Dalam menyanyikan Madah Kemuliaan, harus sesuai dengan sikap tubuh yang memuliakan penuh kemeriahan. 
  9. Doa Pembukaan : diawali dengan waktu hening untuk menyadari kehadiran Tuhan, mengungkapan permohonan kita dalam hati, kemudian Imam menggabungkan seluruh doa dengan ujud doa pada misa tersebut.
Ketika Imam mengatakan: Marilah Berdoa, saat itu pula petugas Lektor dan Pemazmur harus bersiap-siap untuk menuju mimbar. Hal ini diperlukan agar dalam Perayaan Ekaristi tidak terlalu banyak "waktu jedah" atau "menunggu". Setelah imam mengakhiri Doa Pembukaan dengan jawaban "Amin" dari umat, para petugas sabda sudah siap untuk membacakan Sabda Allah.

12 Januari  2017, Aelredus, Bernardus dr Carleone, Antonius Maria Pucci

Bacaan I: Ibr. 3:7-14; 
Mazmur Tanggapan: Mzm. 95:6-7,8-9,10-11; 
Injil: Mrk. 1:40-45.
Bacaan Offisi 2:17-29


Media Kairos

Injil hari ini memberikan penegasan bahwa Tuhan Yesus sungguh berkuasa. Sungguh berkuasa untuk menyembuhkan. Tidak ada yang tidak bisa dilakukan-Nya. Penegasan akan kuasa Yesus yang luar biasa itu dapat dilihat dari perkataan penderita kusta pada perikop Mrk 1:40 yang berbunyi: "Kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku." Penderita kusta tidak meragukan sedikitpun kuasa Yesus sehingga dia mengatakan "Kalau Engkau mau ... ".

Karena keyakinan dan iman penderita kusta, akhirnya Yesus pun mentahirkan dia sehingga sembuh dari penyakit kustanya. Imannya kepada Yesus telah menyembuhkan dia dan kemudian ia sangat bersukacita penuh syukur, kemudian mewartakan kepada orang lain apa yang telah dialami, walaupun Yesus melarang dia untuk memberitahukannya.

Refleksi

Keraguan sering menjadi penghambat tercapainya segala sesuatu yang telah direncanakan. Meskipun pernah kita dengar bahwa "keraguan adalah awal dari kebenaran", dalam hal iman dan kebenaran tidak perlu ada keraguan. Keraguan hanya akan memperpanjang penderitaan dan kekhawatiran. Keraguan tidak akan menjadi solusi dalam menghadapi segala sesuatu.

Masalah di dunia ini terjadi ketika orang bodoh terlalu yakin dan orang pintar penuh dengan keraguan. (Bertrand Russel)


11 Januari 2017: Hari Biasa

Bacaan I: Ibr. 2:14-18; 
Mazmur Tanggapan: Mzm. 105:1-2, 3-4, 6-7, 8-9;
Injil: Mrk. 1:29-39.
Bacaan Offisi Rm 2:1-16

Yesus adalah Tabib Terbaik

Perikop Injil hari ini merupakan sebuah gambaran kepada kita bahwa Yesus adalah tabib baik bagi jiwa maupun bagi raga manusia di zamannya. Seyogianya, tugas Yesus itu tetap dihidupkan di segala zaman, mengingat keselamatan yang diwartakan Gereja adalah keselamatan integral, jiwa dan raga.

Zaman sekarang, penyakit yang paling ditakuti adalah penyakit rohani. Penyakit jasmani sudah dapat ditolong dengan perkembangan pesat dalam bidang medis. Penyakit rohani tidak memiliki tabib khusus di dunia ini. Bagi orang Kristen, tabib untuk penyakit rohani adalah Yesus Kristus.

Yesus disebut tabib penyakit rohani yang terbaik karena Dia menyembuhkan dengan teladan hidup, dengan doa dan dengan karya. Tentu saja, Yesus juga memiliki resep khusus dalam setiap pengobatan yang dilakukan. Resep yang utama adalah Cinta Kasih.

Refleksi

Umat Katolik harus menjadi pejuang terdepan untuk menggerakan orang untuk menjadikan manusia itu sehat baik jiwa maupun raganya. Tugas umat Katolik sebagai rasul awam dan juga sebagai manusia adalah terutama memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan jasmani. Pendampingan kepada karya pertanian, pendampingan keuangan, pendampingan terhadap karya sosial dan lain sebagainya merupakan lahan menghadirkan teladan kuasa penyembuhan. Maka, kita pun harus hadir dengan teladan, doa dan aksi.

Urusan surgawi bukanlah hal yang terpisah dari urusan duniawi. Tugas sebagai murid adalah menghadirkan hal-hal surgawi ke dalam dunia dalam aspek-aspek kehidupan.

Menjadi Pembaca Kitab Suci dalam Perayaan Ekaristi adalah salah satu tugas pelayanan dalam liturgi. Kata “lektor” berasal dari bahasa Latin lector-oris (kata benda) dan berkaitan dengan kata kerja lectere, lectitere yang merupakan bentukan dari kata kerja legere artinya membaca, membacakan. (AR. Yudono Suwondo, 2010, 8-9) Dalam Ensiklopedia Gereja Katolik III, 1973, kata lektor berisi dua makna:

  • Petugas pria awam yang dilantik secara tetap oleh uskup atau superior untuk memabacakan Kitab Suci (kecuali Injil) dan Mazmur kepada seluruh umat.
  • Warga umat, baik laki-laki maupun perempuan yang ditugasi membacakan Kitab Suci dalam perayaan liturgi (KHK kan. 230, 2). (J. Waskito, 1981, 23).
Menjadi lektor merupakan tugas yang diwakilkan. Maksudnya adalah bahwa lektor merupakan wakil dari seluruh umat untuk membaca Kitab Suci supaya naskah yang dibacakan dapat didengar oleh seluruh umat. Oleh karena itu, yang paling penting diketahui oleh seorang lektor adalah bahwa tugas yang dilaksanakan itu adalah membacakan, bukan sekedar membaca.

Agar seorang lektor dapat menjalankan tugas dengan baik, seorang lektor perlu memperhatikan syarat-syarat sebagai berikut:

  1. Pertama- tama yang harus dimiliki seorang lektor adalah kemauan, yang meliputi kemauan bertugas, kemauan berlatih terus-menerus, dan ma u terus berkembang dalam iman;
  2. Sesudah memiliki kemauan, ia harus mempunyai kemampuan. Kemampuan yang dituntut seorang ector adalah kemampuan membacakan dan mengerti isi bacaan yang baru saja dibacakan. Setelah mempunyai kemampuan membaca dan mengerti isi bacaan, seorang ector dituntut untuk mengimani apa yang dibacakan;
  3. Selain membacakan untuk orang lain, seorang lector harus terlibat, mendengarkan bacaan itu sehingga ia sungguh- sungguh menjadi pewarta apa yang ia sendiri hayati dan imani;
  4. Selanjutnya, ia harus mempunyai semangat kerja sama di dalam diri lektor. Semangat kerja sama ini sangat penting di dalam Perayaan Ekaristi. Dengan semangat kerja sama ini, diharapkan dimensi kebersamaan, kasatuanm dalam Perayaan Ekaristi. Kerja sama ini dapat terwujud oleh lektor dengan sesama lektor, dengan tim liturgy gereja kampus, dengan pastor yang memimpin, dengan tim liturgy lainnya;
  5. Sebagai petugas atau pelayan umat, seorang lektor harus siap untuk mendapat masukan, kritikan, evaluasi, dan perbaikan- perbaikan yang bersifat membangun, bahkan tanggapan atau komentar yang sinis dari umat lain. Dengan kerendahan hati dan keterbukaan hati untuk mendengar dan memperhatikan masukan yang ada, seorang lektor akan semakin berkembang dan pelayanan gereja akan semakin ditingkatkan sehingga karya keselamatan Allah semakin dapat dirasakan dan dihayati semua umat beriman yang hadir dalam Perayaan Ekaristi yang sedang dirayakan bersama- sama;
  6. Yang terpenting dari semuanya itu adalah bahwa seorang lektor berusaha untuk selalu mencintai Kitab Suci.
Selain syarat-syarat di atas, seorang lektor harus memperhatikan hal-hal teknis dalam membaca Kitab Suci sebagai berikut:

Artikulasi

Membaca lambat adalah syarat mutlak untuk mengucapkan setiap kata dengan baik. Dalam pembicaraan yang cepat, pengucapan kata-kata sering salah dan beberapa kata sama sekali tertelan dan juga beberapa huruf dianaktirikan (hilang diantara huruf-huruf yang lain. Maka demi pengucapan yang baik, lector harus membaca agak lambat. Tetapi kita harus memperhitungkan juga bagaimana kondisi tempat kita berbicara.

Intonasi

Kalau bernyanyi, kita mengucapkan kata-kata dengan memakai suatu lagu. Lagu-lagu itu terdiri dari nada-nada yang dapat ditulis dengan angka. Angka lebih tinggi berarti: nada suara naik, angka lebih rendah berarti: nada suara turun. Menurut Rm.J.Waskito, SJ, yang dikemukakan oleh F.X.Priyanto, nada suara seorang lector ada dua yakni Arsis (kalimat yang tekanan kalimat terakhirnya dinaikan) dan Thesis (kalimat yang tekanan kalimat pada akhir kalimat diturunkan). 

Power dan Pemakaian Mike

Banyak gereja memakai pengeras suara, yaitu suatu pelengkap teknik yang terdiri dari mike (microphone), amplifier, dan loundspeaker, yang bertujuan untuk memperluas jangkauan suara pemimpin ibadat atau lektor. Seorang lektor harus tahu bagaimana pengeras suara dapat dimanfaatkan dengan baik. Banyak pengeras suara tidak memenuhi syarat, kadang- kadang lebih menggagu
daripada menolong, karena peralatannya kurang sesuai untuk ruang doa itu, atau karena salah pasang, atau karena alat-alat yang dipakai kurang bermutu. Maka seorang perlu memperhatikan beberapa hal berikut.
  • Apakah volume pengeras sura sesuai dengan suara anda? Mungkin pastor yang sedang sedang memimpin Perayaan Ekaristi kebetulan mempunyai suara yang lemah. Kalau demikian, mungkin sekali pengeras suara di gereja kampus disetel terlalu keras untuk suara anda. Padahal tidak mungkin mengubah volume pengeras suara setiap kali seorang lektor lain tampil ke mimbar.
  • Menentukan jarak Tetapi anda sendiri mengatur volume dengan mengambil posisi lebih dekat atau lebih jauh dari mike. Semakin jauh dari mike, semakin lemah suara pengeras dan sebaliknya. Kalau jarak anda dengan mike sudah tepat, jangan maju mundur lagi, tetapi pertahankan jarak yang sama, supaya suara yang keluar dari pengeras jagan pasang surut terus. 
  • Pengeras suara bukan siaran radio Secara teknis mungkin saja seorang lektor berbicara dengan suara lemah, seperti orang yang duduk-duduk di angkringan sambil minum teh. Asal dekat sekali dengan mike, suara lemah dapat menjadi cukup besar untuk didengar melalui pengeras. Cara bicara yang demikian adalah cocok intuk digunakan di depan mike di studio radio atau di TV.
Lektor sendiri hampir tidak dapat menentukan apakah akibat suara pemakaian olehnya. Maka itu membutuhkan koreksi dan petunjuk dari orang lain. Maka, lebih-lebih berhubungan dengan penakaian mike, berlakulah nasehat: jagan ragu-ragu minta kritik dari pendengar. 

Pause/Jeda

Unsur ini diperlukan untuk meresapkan pesan dari Kitab Suci bagi umat, juga untuk mengganti suasana. Pembacaan yang terlalu cepat dapat menimbulkan suasana tidak nyaman bagi pendengar. Oleh karena itu, agar pause/jeda dapat dimanfaatkan dengan baik, seorang lektor sangat tepat bila melakukan kontak dengan pendengar saat pause/jeda tersebut. Namun, dalam melakukan kontak, perhatikan teknik yang tepat untuk digunakan untuk menandai akhir dari bacaan yang baru dilalui. Sering terjadi, karena melakukan kontak dengan melihat pendengar pada saat jeda, seorang lektor kehilangan jejak bacaan sehingga membutuhkan waktu untuk mencari lagi untuk melanjutkan pembacaan.

Prasering

Frasering adalah pengelompokkan kata tetapi belum menjadi kalimat. Pada Buku Bacaan yang disediakan oleh Gereja, yakni Buku Lectionarium yang sudah diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia, pengelompokan kata sudah sangat jelas diatur dengan membuatnya dalam bentuk baris per baris. Namun, bila seorang lektor menggunakan Alkitab atau naskah lainnya, prasering ini harus lebih diperhatikan.

Penjiwaan

Penjiwaan itu mantab bila kelima kriteria di atas itu terpenuhi. Bila satu di antara lima kriteria di atas tidak tepenuhi, maka penjiwaan menjadi “kering”.

Agar tugas menjadi lektor dapat terlaksana dengan baik, seorang lektor harus mempersiapkan diri dengan melakukan latihan, dan lebih baik lagi bila melibatkan orang lain sebagai pendengar. Latihan seperti ini bertujuan agar sebelum menjalankan tugas, seorang lektor dapat menerima masukan dari orang lain.
=========


Bahan Bacaan:

  1. AR. Yudono Suwondo, Pr dan Sudartomo Macaryus, Lektor, Jogjakarta: Kanisius, 2010
  2. J. Waskito, Menjadi Lektor, Yogyakarta: Kanisius, 1981.

10 Januari 2017: Gregerius Bussa Guilielmus Bituricensis

Bacaan I: Ibr. 2:5-12;
Mazmur Tanggapan: Mzm. 8:2a,5, 6-7, 8-9;
Injil: Mrk. 1:21b-28.
Bacaan Offisi: Rm 1:18-32



"Apa ini? Suatu ajaran baru. Ia berkata-kata dengan kuasa. Roh-roh jahat pun diperintah-Nya dan mereka taat kepada-Nya."

Kutipan di atas merupakan ungkapan yang dijiwai dengan rasa heran luar biasa. Pengakuan tersebut datang setelah membuka mata untuk melihat, membuka telinga untuk mendengar dan membuka hati untuk disirami dengan Sabda Allah. Pernyataan yang dijiwai oleh iman ini terjadi dalam peristiwa di mana Yesus mengusir roh jahat dalam diri orang yang kerasukan.

Mengapa orang yang kerasukan roh jahat datang dan mendengarkan Yesus? Keadaan kerasukan sesungguhnya tidak disadari oleh mereka sebelumnya. Keadaan kerasukan barulah diketahui dan disadari setelah pertemuan dengan Yesus. Maka, Injil hari ini mengajak kita untuk selalu bertemu Yesus. Dengan demikian, segala yang tersembunyi di bawah alam sadar kita sekalipun, disingkapkan dan diperlihatkan dengan jelas oleh Yesus dengan siraman Sabda Allah.

Refleksi

Apa pun keadaan yang kita alami jarang kita sadari sebagai baik atau buruk. Sebagai manusia, kita selalu menganggap bahwa kita sedang baik-baik saja. Tidak ada cacat cela yang sedang terjadi pada kita. Cacat cela yang dimiliki oleh orang lain justru menjadi lebih jelas untuk kita lihat.

Cacat cela yang kita miliki hanya mampu kita sadari dalam pertemuan dengan Yesus. Oleh karena itu, pertemuan dengan Yesus sangat penting karena segala sesuatu yang jahat dalam diri kita akan diusir oleh-Nya.

Lebih baik menemui kesulitan karena berbagai cobaan dan ribuan kepalsuan, daripada harus menolak mati-matian setitik kebenaran. (Horace Greeley)

9 Januari 2017

Bacaan I: Yes. 42:1-4,6-7;
Mazmur Tanggapan: Mzm. 29:1a-2,3ac-4.3b,9b-10;
Bacaan II: Kis. 10:34-38;
Injil: Mat. 3:13-17.
Bacaan Offisi: Yes 42:1-8; 48:1-9


Injil hari ini membawa kita pada pertanyaan dan sekaligus menjadi pendalaman iman kita akan Kristus yang baru saja kita rayakan kelahirannya. Pertanyaan sederhana yang mungkin sulit kita jawab adalah pertanyaan-teologis yang umumnya berkisar pada pertanyaan, "Mengapa Yesus perlu dibaptis oleh Yohanes? Jika dia tidak perlu dibaptis oleh Yohanes, mengapa dia tunduk kepada baptisan Yohanes?

Baptisan Yohanes adalah baptisan pertobatan. Hal ini berulang kali dijelaskan di dalam Perjanjian Baru. Ketika seseorang bertobat atas dosa- dosanya, setelah mendengar pemberitaan Yohanes tentang Kerajaan Allah, maka orang itu akan dibaptis sebagai tanda pembersihannya. Tanda bahwa dia telah diampuni oleh Allah dan telah dibersihkan dari dosa- dosanya.

Pertanyaan yang timbul adalah, "Yesus tidak berdosa, mengapa dia memberi diri untuk dibaptis?" Mengapa dia perlu dibaptis? Jika dia tidak butuh dibaptis karena tidak ada dosa untuk dipertobatkan, lalu mengapa dia menerima baptisan ini? Inilah persoalan yang  akan membawa kita ke dalam suatu diskusi teologi yang sangat dalam.

Dalam Injil hari ini dijawab secara tegas dan jelas oleh Yesus. "Biarlah hal itu terjadi, karena demikianlah sepatutnya kita menggenapkan seluruh kehendak Allah." Yang sedang ditunjukkan di sini adalah bahwa Kehendak Allah harus menjadi pertama dan terutama terlaksana.

Refleksi

Kehendak Allah harus terlaksana. Lagi-lagi, peristiwa pembaptisan Yesus mengajarkan kita kerendahan hati. Dialog antara Yohanes dan Yesus menunjukkan kerendahan hati itu. Dengan rendah hati, Yesus, yang berasal dari surga, tidak berdosa, tunduk dan memberi diri dibaptis oleh seorang manusia yang tidak luput dari dosa. Di sisi lain, Yohanes yang menyadari kerendahannya, ditinggikan oleh Allah, dan harus membaptis Tuhan.

Dunia mempunyai batas-batasnya, tetapi kebodohan manusia tidak ada batasnya. (Gustave Flaubert)

8 Januari 2017:  Hari Anak Misioner Sedunia

Bacaan I: Yes. 60:1-6; 
Mazmur Tanggapan: Mzm. 72:1-2,7-8,10-11,12-13; 
Bacaan II: Ef. 3:2-3a,5-6; 
Injil: Mat. 2:1-12.
Baccaan Offisi: Yes 60:1-22




Hari Raya Penampakan Tuhan atau Epifani dirayakan oleh Gereja Katolik ritus Latin pada 6 Januari, namun Gereja memperbolehkan Konferensi Uskup setempat untuk menggeser hari raya ini ke hari Minggu terdekat. Sebagai mana kata-kata serapan lain dalam kosakata gerejawi (ekaristi, liturgi, epiklese, dsb), kata Epifani berasal dari bahasa Yunani, dan berarti “manifestasi” atau “pewahyuan”. Hari Raya Penampakan Tuhan mulai dirayakan pada abad III di Gereja Timur. (Fr. Michael A. Aritonang,  OFM Cap - Kapusin Sibolga).

Melalui Injil hari ini, kita bisa belajar dari tokoh yang disebutkan dalam Kitab Suci. Herodes, Orang Majus dari Timur. Herodes seorang penguasa di daerah di mana Yesus lahir tidak mengetahui apa-apa tentang Yesus. Orang-orang Majus yang tinggal di tempat jauh justru mendengarkan dan melihat bintang kelahiran Yesus. Bagi mereka ditampakan semuanya karena mereka membuka hati untuk menerima terang Yesus. Bagi Herodes, segalanya disembunyikan karena lebih mementingkan kekuasaannya dan tidak membuka hati untuk terang yang datang.

Refleksi

Menjadi seperti Herodes dan seperti Orang Majus merupakan pilihan bagi setiap manusia. Pilihan yang melibatkan hati nurani. Umat Kristen diharapkan memilih seperti Orang Majus karena dengan kehadiran Kristus, kehadiran mereka sebagai umat beriman menjadi berarti. Namun, dalam hari-hari hidup sebagai manusia, tidak jarang kita berlaku seperti Herodes. Semoga tidak menjadi seorang pembunuh terang yang sudah ada.

Bila anda tidak sanggup memberi terang bagi yang lain, paling tidak janganlah menciptakan kegelapan.


7 Januari 2017: Raimundus dari Penyafori, Lindalva

Bacaan I: 1Yoh. 5:14-21;
Mazmur Tanggapan: Mzm. 149:1-2,3-4,5,6a,9b;
Injil: Yoh. 2:1-11.
Bacaan Offisi: Yes 61:1-11


Injil hari ini mengajarkan kita beberapa hal dalam hidup. Perkawinan di Kana memberikan kita beberapa hal yang patut kita renungkan bersama. Pada peristiwa ini, terjadi mukzijat dimana air berubah menjadi anggur. Perubahan air menjadi anggur terjadi karena setiap orang yang terlibat di sana mengikuti apa perintah Yesus. Maria sebagai pengantara kepada Yesus, membantu para pelayan dan tuan yang punya pesta. Para pelayan melaksanakan apa yang diperintahkan Yesus tanpa banyak bertanya.

Mukzijat selalu terjadi dalam hidup kita selama kita bersedia melaksanakan perintah Yesus dan meyakini bahwa yang kita laksanakan diberkati. Kita akan mengalami pembebasan bila kita percaya pada Yesus. Pembebasan dari rasa malu seperti yang dialami oleh pemilik pesta yang hampir kehabisan anggur. Kehadiran Yesus di sana menjadi berkat untuk pemilik pesta, para pelayan dan semua orang yang mengikuti perjamuan.

Refleksi

Banyak peristiwa serupa terjadi dalam hidup ini, meski dalam bentuk yang berbeda. Setiap kita bisa berada dalam posisi mana saja, apakah sebagai pelayan yang mentaati perintah Yesus untuk menuang air ke tempayan yang ada di situ, ataukah sebagai mempelai yang menerima mujizat tanpa pernah disangka-sangka.

6 Januari 2017:  Didakus Yosef dr Sadiz

Bacaan I: 1Yoh. 5:5-13;
Mazmur Tanggapan: Mzm. 147:12-13,14-15.,19-20; 
Injil: Mrk. 1:7-11 atau Luk. 3:23-38.
Bacaan Offisi: Yes 42:1-9



Injil hari ini mengajarkan kita bagaimana harus rendah hati. Dalam kerendahan hati, Yohanes menyatakan siapakah sesungguhnya Yesus itu; “”membuka tali kasut-Nya pun aku tidak layak”. Meskipun Yohanes sudah terkenal sebelum Yesus, namun karena kuasa Yesus sungguh agung, Yohanes harus menyatakan siapa Yesus.

Sebaliknya, Yesus yang sungguh-sungguh anak Allah, sesungguhnya lebih besar daripada Yohanes, dengan rendah hati pula, Ia memberi diri dibaptis oleh Yohanes. Kedua tokoh dalam perikop ini, Yesus dan Yohanes sama-sama memberi kita pelajaran bagaimana harus rendah hati.


Dalam Injil Lukas, sangat jelas dituturkan bagaimana Yesus harus lahir sebagai sungguh-sungguh manusia. Sebagai manusia, Dia mempunyai silsilah yang harus dituturkan. Meskipun Dia sungguh Allah, namun berkenan hadir di tengah-tengah kita sebagai manusia yang mengalami apa yang dialami oleh manusia lainnya. Yesus sama dengan manusia, kecuali dalam hal dosa. Ini menunjukkan sikap kerendahan hati Yesus. Dia tidak mempertahankan statusnya sebagai Allah. Tetapi Dia harus turun ke dunia, dan lahir di tengah keluarga manusia.

Refleksi

Godaan bagi manusia adalah mempertahankan status quo. Dalam banyak hal, manusia sering tidak bisa bekerjasama dengan orang lain hanya karena tidak ada pengakuan status, gelar, ketokohan dan lain sebagainya. Hari ini, kita diingatkan bahwa segala sesuatu yang dilakukan dengan rendah hati akan menghasilkan buah yang berlimpah. Justru dengan kerendahan hati, kita akan lebih dihargai dan diakui oleh sesam kita.

Kerendahan hatimu tidak akan membuatmu terhina, justru kerendahan hatimu akan membuatmu lebih terhormat dihadapan orang lain.

Pada zaman ini banyak penguasa, baik dari kalangan pemerintah maupun lembaga masyarakat memiliki reputasi negatif, karena salah menggunakan otoritas yang dimilikinya. Penyalahgunaan kekuasaan politis memungkinkan terjadinya pemberontakan kepada Allah, sebaliknya terselenggaranya politik etis memungkinkan terciptanya Kerajaan Allah di dunia. Karena itu, lembaga-lembaga masyarakat, termasuk lembaga keagamaan, menjadi kekuatan tersendiri untuk mempengaruhi terciptanya etika politik dan keluarnya kebijaksanaan publik yang menyejahterakan semua. Lembaga keagamaan dapat mendengarkan keluhan dan keprihatinan kelompok maupun masyarakat pada umumnya dan menjadi agen penyalur inspirasi publik untuk menekan pemerintah agar memberi perhatian atau mengeluarkan kebijaksanaan demi kebaikan bersama. Lembaga keagamaan juga bisa mengontrol terciptanya etika politik dan jalannya roda pemerintahan dengan kritik-kritik kenabian. (Surip, 2013: 16-17)

Baca juga: Partai Politik dan Ormas Berlabel Katolik Berjuang Atas Nama Gereja Katolik?


Keterlibatan umat Katolik dalam politik marupakan tugas dan panggilan perwujudan iman. Semua Umat Katolik dipanggil dan diutus berdasarkan atas baptisan yang diterima sebagai anggota Gereja. Ada beberapa tugas yang harus dilakukan oleh umat Katolik, sebagai berikut:

1. Menjadi Garam dan Terang Dunia

Dalam Injil Matius 5: 13-16 telah dikatakan bahwa umat beriman adalah garam dunia. Sebagai garam, ia harus tetap asin karena dengan demikian dapat menjadi penyedap rasa dan pengawet yang mencegah kebusukan. Para pengikut Yesus dipanggil untuk melestarikan yang sudah baik dan mencegah pembusukan yang menghancurkan.  Sebagai perpanjangan tangan Gereja, Umat Katolik, khusus kaum awam dipanggil untuk menghadirkan dan mengaktifkan Gereja di daerah-daerah dan keadaan-keadaan, tempat Gereja tidak dapat menggarami dunia selain berkat jasa mereka.(Bdk. LG. 33). Dasar ini menjadi alasan keterlibatan umat Katolik dalam politik etis.

Selain sebagai garam, pengikut Yesus adalah terang yang menerangi kegelapan. Agar dunia semakin baik, mereka harus menunjukkan terang itu melalui perbuatan dan sikap yang baik. Sikap itu harus ditunjukkan dalam setiap keterlibatan mereka di dunia sesuai dengan tugas mereka masing-masing. Sebagai politisi, mereka harus menjadi politisi yang baik. Untuk semuanya itu, tentu membutuhkan pengorbanan. Garam harus larut agar bisa mengasinkan dan sumbu pelita harus dibakar agar dapat memberi terang.

2. Menjadi Agen Perubahan Yang Berpegang Pada Kebenaran

Istilah Agent of Change sudah sering kita dengar akhir-akhir ini. Bahkan istilah ini pernah menjadi trend topic dan menjadi pembicaraan para tokoh ternama baik nasional maupun internasional. Menjadi agen perubahan, umat Katolik harus konsisten dengan konsekuensi logis sebagai umat yang percaya kepada Kristus. "Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih daripada itu berasal dari si jahat. (Mat. 5:37).

Umat Katolik harus menjadi teladan yang baik. Mereka harus menjauhi dan menghindari bujukan-bujuakan yang menggiring pada KKN. Mereka harus berpegang teguh pada janjinya kepada Allah sehingga segala sesuatu harus mereka lakukan "demi nama Bapa, Putra dan Roh Kudus". Tentu ini sangat erat kaitannya dengan janji atau sumpah mereka sebelum mengemban tugas.

3. Menjadi Pelopor Yang Tahu Hak dan Mau Melakukan Kewajiban

Antara hak dan kewajiban harus seimbang. Demikian prinsip keadilan yang pernah diajarkan kepada kita dalam Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dulu. Dalam hal ini, kita harus lebih dahulu menunaikan kewajiban, baru menuntut hak. Hal ini bertujuan agar kebaikan bersama selalu tercipta dan terjaga.

Bagi umat Katolik, kewajiban dan tanggung jawab setelah terlibat dalam politik jauh lebih berat daripada orang lain. Di bidang politik dan pemerintahan, peran setiap umat Katolik tidak cukup sebatas menyejahterakan semua orang, tetapi yang lebih utama lagi adalah melakukan semua itu demi kemuliaan nama Allah. (Surip, 2013:36). Oleh karena itu, dalam hal ini selalu ada pengandaian bahwa umat Katolik yang terlibat dalam dunia politik, adalah umat yang benar-benar berkualitas secara Katolik. Telah mengenal imannya lebih dulu dan menyadari tugas perutusannya secara baik.

Supaya kerja sama para warganegara, dijiwai kesadaran akan kewajiban mereka, dalam kehidupan sehari-hari negara berhasil dengan baik, dibutuhkan tata hukum positif, yang mencantumkan pembagian tugas-tugas serta lembaga-lembaga pemerintah sesuai dengan kebutuhan masyarakat, pun juga perlindungan hak-hak efektif dan tidak merugikan siapa pun. (GS. 75). Tidak merugikan siapa pun, ini menjadi penekanan khusus dalam menunaikan hak dan kewajiban. Umat Katolik harus  secara jujur dan wajar, malahan dengan cinta kasih dan ketegasan politik, membaktikan diri bagi kesejahteraan semua orang.

Umat Katolik dalam berpolitik bisa belajar dari ajaran Konsili Vatikan II tentang Gereja di dunia dewasa ini, yakni, saatnya tiba kita bertindak, bersaksi bukan berbicara, berwacana saja. Kesaksian Kristiani yang sejati diperlukan sekarang ini sebab orang-orang lebih percaya pada para saksi daripada pengajar, pengalaman daripada ajaran dan hidup serta tindakan daripada teori-teori. (Modul, 2013:9)


____________________
Bahan Bacaan:


  1. Surip Stanislaus, OFM Cap, Kerasulan Politik, Panggilan dan Perutusan Umat Katolik, Jakarta, Komisi Kerawam KWI, 2013.
  2. Lumen Gentium
  3. Gaudium Et Spes
  4. Modul Pendidikan Politik Umat Katolik, JakartaKomisi Kerawam KWI, 2013

5 Januari 2017: Karolus Houben, Yohanes Neumann

Bacaan I: 1Yoh. 3:11-21;
Mazmur Tanggapan: Mzm. 100:2,3,4,5;
Injil: Yoh. 1:43-51. 
Bacaan Offisi: Kol 4:2-18

Injil Yohanes hari ini masih melanjutkan kisah pertemuan dengan Yesus. Dalam Injil kita lihat bahwa pertemuan para tokoh yang disebutkan dalam perikop ini merupakan pertemuan yang membawa perubahan. Salah satu yang ingin ditegaskan kepada kita adalah bahwa perlunya seorang teman yang menemani dalam pertemuan dengan Yesus. Filipus adalah model seorang teman yang dibutuhkan untuk bertemu dengan Yesus.

Tidak semua teman mampu menjelaskan kepada kita tentang siapa Yesus. Juga, tidak semua teman mampu mengajak kita untuk bertemu dengan Yesus. Filipus berperan sebagai teman yang memampukan Natanael untuk memutuskan sesuatu yang fundamental bagi hidupnya. 
Kata Filipus kepadanya: "Mari dan lihatlah!" Yesus melihat Natanael datang kepada-Nya, lalu berkata tentang dia: "Lihat, inilah seorang Israel sejati, tidak ada kepalsuan di dalamnya!"
Refleksi 

Sabda Tuhan selalu menawarkan kepada kita berbagai pertemuan yang mengubah hidup. Tetapi seperti Natanael, kebanyakan kita tak langsung menanggapinya. Banyak yang mengikuti tahap seperti halnya Natanael, yakni, butuh orang lain yang menemani dalam perjalanan.

Mampukah kita menjadi seorang Filipus bagi yang lain, yang berperan untuk menjelaskan tentang Yesus sekaligus menghantar orang lain pada pertemuan dengan Yesus.

Dalam situasi dan kondisi tertentu setiap orang pasti menjadi bagian dari suatu bentuk kebersamaan atau organisasi seperti keluarga, di mana mau tidak mau orang harus memainkan peran sebagai pemimpin. Ada beberapa proses tampilnya soerang pemimpin. (1) Seseorang bisa tampil sebagai pemimpin karena ia lahir dengan bakat untuk menjadi pemimpin. (2) Seseorang bisa tampil sebagai pemimpin sebagai hasil pendidikan dan pelatihan. (3) Seorang pemimpin itu “dibuat sendiri” (self-made).

Menurut Stephen R. Covey dan banyak penulis terkenal lainnya, “Pemimpin tidak dibuat dan tidak dilahirkan, tetapi dibuat sendiri”. Kepemimpinan adalah sebuah “fungsi” dari pilihan; dengan kata lain, kepemimpinan terkait erat dengan pilihan. Seseorang dapat menjadi pemimpin yang baik, kalau ia sendiri dapat memimpin dirinya sendiri berdasarkan pilihan-pilihan yang dibuatnya. 

Ada beberapa paham tentang kepemimpinan sebagai berikut:

1. Ken Blanchard & Phil Hodges: Kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi (cara berpikir, perilaku, perkembangan orang) untuk mencapai tujuan tertentu. Kepemimpinan mencakup bimbingan dan dorongan kepada orang lain. Kepemimpinan berusaha mengembangkan karakter yang dibutuhkan dalam diri orang. Dua hal terpenting adalah pertama, mempengaruhi orang lain entah secara positif maupun negatif. Kedua, pilihan personal tentang cara dan untuk apa pengaruh itu digunakan. Dalam pilihan yang dibuat, terletak mutu dan moralitas dari kepemimpinan seseorang, apakah untuk kepentingan dirinya sendiri atau kepentingan orang yang dipimpin (self-centered atau other-centered), melayani atau dilayani.

2. Stephen R.Covey: Kepemimpinan  adalah mengkomunikasikan kepada orang lain nilai dan potensi mereka secara amat jelas sehingga mereka bisa melihat hal itu dalam diri mereka. Pandangan seperti itu sudah lama dihayati dan diamalkan oleh banyak orangtua dalam mendidik anaknya. Pendidikan atau education berasal dari bahasa latin educatio. Educatio berasal daari kata kerja educare yang secara harafiah berarti menghantar (ducere) keluar (ex). Pendidikan berarti membantu anak didik mengetahui dan mengeluarkan potensi yang dimilikinya. 

Kepemimpin berarti membantu orang lain untuk mengenal seperangkat nilai yang menjadi arah hidupnya dan sekaligus memberdayakan untuk dapat memimpin diri sendiri. Orang seperti itu adalah orang yang bertanggungjawab atas hidupnya sendiri. Tanggungjawab (responsible): dapat memberikan jawab terhadap nilai tertentu atau dapat memperhitungkan (accountable) nilai tertentu dalam setiap sikap dan perilakunya. 

Kepemimpinan berarti memberdayakan orang lain. Kepemimpinan itu membantu orang lain untuk menentukan arah hidupnya sendiri (menjadi lokomotif) berdasarkan potensi yang ia miliki. Ia tidak lagi menjadi korban (victim) masa lampaunya, lingkungannya atau situasinya saat ini. Ia dapat dan harus menjadi lain (to make difference). 

Kepemimpinan berarti mengilhami orang lain untuk menemukan suara panggilannya yakni kerinduan terdalam untuk menjalani kehidupan yang hebat, yang agung, dan memberi sumbangan nyata – untuk sungguh-sungguh merasa penting, untuk membuat perbedaan yang benar-benar nyata. Bandingkan Yoh 10:10. Orang menjalani hidupnya sesuai dengan arah (visi) yang dipilihnya sendiri. Kepemimpinan model ini adalah kepemimpinan yang melayani.

3. Kepemimpinan Kristiani: adalah memberdayakan orang dengan teladan, bimbingan, kepedulian, pengertian, kepekaan, kepercayaan, penghargaan, dorongan, peneguhan dan berbagi visi (Robert Greenleaf). Kepemimpin Kristiani berawal dari hati dan pikiran (=sikap). Kepemimpinan Kristiani adalah kepemimpinan pelayanan (servant leadership) mengikuti teladan Kristus. Dengan kata lain seorang yang mau menjadi pemimpin, ia harus memimpin seperti Yesus (Lead like Jesus). Inti dari kepemimpinan Kristiani adalah pelayanan yang rendah hati dan sikap yang paling penting adalah sikap seorang pelayan. 

Menurut Dr. Paul J. Meyer: “Sikap terpenting adalah sikap seorang pelayan. Orang yang mencapai sukses besar dalam bisnis adalah mereka yang secara konsisten mengembangkan sikap seorang pelayan … Mengembangkan sikap pelayan di segala bidang kehidupan, merubah diri anda. Ia merubah cara anda berhubungan dengan orang lain di rumah, dalam bisnis anda, dalam semua kontak sosial dan dalam hidup rohani anda” (Developing a Servant Heart).

Pemimpin-pemimpin yang sangat efektif dinilai sangat berhasil karena mereka secara konsisten menganggap dirinya sebagai pelayan. Mereka ingin melayani orang lain karena mereka mencintai orang lain. 

Ada beberapa ciri pemimpin yang mempunyai hati seorang pelayan:
  1. merasa disemangati oleh apa yang mereka lakukan.
  2. senantiasa penuh entusias terhadap hasil yang dicapai oleh pelanggan atau anggota teamnya.
  3. menatap hari esok penuh pengharapan.
  4. selalu berusaha membangun suatu organisasi yang aktif.
  5. selalu dikelilingi oleh anggota team yang positif dan produktif

Seorang pemimpin pelayan yang efektif berfokus pada:
  1. memberdayakan (empowering) orang lain dengan memberi mereka tanggungjawab yang jelas, mengkomunikasian arti pekerjaan yang dilakukan, menyediakan kesempatan bagi pengembangan pribadi dan peningkatan ketrampilan, mengakui nilai dan pentingnya setiap anggota team.
  2. membebaskan (freeing) orang untuk menggunakan talenta, pemikiran, pandangan dan ketrampilan problem-colving yang kreatif.
  3. melayani (serving) orang lain dengan memberikan kontribusi bagi pertumbuhan dan perkembangan dirinya (people-oriented quiet power).

Refleksi:

Kasih adalah fondasi dari kepemimpinan pelayanan – kasih kepada Allah yang tercermin dalam pelayanan kepada sesama. Kasih yang telah mendorong Yesus untuk membasuh kaki para murid-Nya. Kasih juga telah mendorong Yesus untuk menderita di Taman Zaitun dan Kalvari. Kepemimpinan Kristiani yang sejati tidak pernah memperhitungkan ongkos yang harus dibayar dan tidak punya ukuran pembatas.

Robert Greenleaf: Pemimpin pelayan pertama-tama adalah seorang pelayan. Itu mulai dengan perasaan alami bahwa ia ingin melayani. Melayani adalah paling pertama. Kemudian secara sadar ia memilih untuk menjadi memimpin. Orang seperti itu pasti jauh berbeda dengan orang yang lebih dahulu menjadi pemimpin karena dorong untuk mendapatkan kuasa atau meteri. Untuk orang seperti itu melayani merupakan pilihan kedua sesudah kepemimpinan dibangun.

P. Alex Dato'L, SVD

4 Januari 2017: Elisabeth Ana Bayley Seton, Angela dari Foligno

Bacaan I: 1Yoh. 3:7-10; 
Mazmur Tanggapan: Mzm. 98:1,7-8,9;
Injil: Yoh. 1:35-42
Bacaan Offisi: Kol 3:17-4:1


Pengakuan terhadap sebuah kebenaran adalah sangat penting. Sebuah pengakuan mengandaikan ada hati yang terbuka untuk menerima, ada telinga yang mau mendengarkan dan ada mata untuk melihat. Pengakuan terhadap kebenaran selalu terhambat oleh sikap tidak peduli. Oleh karena itu, kebenaran selalu tersembunyi bila mata, telinga dan hati manusia tidak digunakan untuk memahami dan mengerti tentang kebenaran.

Injil hari ini menyampaikan kepada kita tentang pengakuan atas kebenaran, yakni tentang Mesias. Pengakuan Andreas diawali dengan mendengarkan kabar dari Yohanes Pembapti, kemudian mencari Yesus. Setelah bertemu dengan Yesus, ia mengikuti dan mendengarkan semua apa yang disampaikan oleh Yesus. Setelah mendengarkan, dalam hatinya, ia semakin percaya bahwa Yesus adalah Mesias. Kemudian ia mewartakannya kepada orang lain, yakni kepada Simon, dan mengajaknya untuk datang kepada Yesus pula.

Refleksi

Segala sesuatu bermula dari kesediaan. Kesediaan untuk mendengar dan menerima kabar. Percaya dan bersedia mencari tahu tentang kebenaran. Setelah yakin atas kebenaran, lahir keberanian untuk mengakui dan mewartakan kebenaran itu. Ini menjadi bagian penting yang menjadi permenungan kita hari ini.

Manusia, kadang terlalu cepat memberi kesaksian tanpa mengalami sesuatu. Kadang terlalu cepat mempengaruhi orang lain tanpa meyakini lebih dulu. Dan yang paling sering terjadi adalah manusia tidak mau tahu, tapi ingin menjadi sumber informasi.

Informasi yang tidak melalui verifikasi, check and recheck, umumnya lebih tepat dikatakan sebagai kabar burung.

3 Januari 2017: Fulgensius, Kuriakos Elias Chavara

Bacaan I: 1Yoh. 2:29 - 3:6;
Mazmur Tanggapan: Mzm. 98:1,3cd-4,5-6;
Injil: Yoh. 1:29-34.
Bacaan Offisi: Kol 3:5-16


Hari ini, kita diberitahukan bahwa Yesus adalah Anak Domba Allah, yang menghapus dosa dunia. Ayat ini merupakan pernyataan dari Yohanes Pembaptis. Pada hari ini, kepada kita dipertegas oleh Yohanes Pembaptis bahwa Yesus lahir ke dunia untuk menebus dosa manusia. Dan itu akan terjadi melalui peristiwa penyaliban. Yesus akan dikorbankan sebagai Anak Domba yang dikurbankan untuk menghapus dosa kita.

Meskipun kita baru saja merayakan hari kelahiran Yesus, bacaan Injil pada hari ini menegaskan kepada kita bahwa segala yang akan terjadi telah dinubuatkan oleh para nabi. Yesus akan menjalankan tugas-Nya untuk menjadi penebus kita seperti telah ditetapkan oleh Bapa.

Refleksi

Kita diajak belajar dari Yohanes Pembabtis, bahwa Allah sudah membenarkan kita dan kita sudah mengerti kebenaran itu. Marilah, dengan penuh kerendahan hati, kita mau menjadi "suara" yang berseru-seru supaya banyak orang mau menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat, mau bertobat dan memberi diri di babtis. Kita pun mau menjadi berkat untuk orang lain supaya orang lain pun diberkati. Mereka dapat melihat juga karya Anak Domba Allah yang terpaku di kayu salib untuk menebus dosa kita semua.

Saya ingin memberi Tuhan sesuatu yang sangat indah dan melakukannya tanpa ragu. Kaul atau Sumpah ini, sebuah bukti bahwa cinta itu buta. (Mother Teresa)

2 Januari 2017,  Peringatan Wajib St. Basilius Agung dan Gregorius dari Nazianze

Bacaan I: 1Yoh. 2:22-28;
Mazmur Tanggapan: Mzm. 98:1,2-3ab,3cd-4;
Injil: Yoh. 1:19-28.
Bacaan Offisi: Kol 2:16-2:3.



Hari ini kita diajak untuk menjadi rendah hati dalam menjalankan tugas dan panggilan kita. Kita merupakan utusan untuk mewartakan Kerajaan Allah. Oleh karena itu, dalam menjalankan tugas kita, kita harus membiarkan Sang Pengutus kita lebih besar dan kita menjadi lebih kecil. Hal ini sangat jelas disampaikan kepada kita melalui kesaksian Yohanes Pembaptis.
"Aku membaptis dengan air; tetapi di tengah-tengah kamu berdiri Dia yang tidak kamu kenal, yaitu Dia, yang datang kemudian dari padaku. Membuka tali kasut-Nyapun aku tidak layak."
Yohanes Pembaptis sudah lebih dulu terkenal sebelum Yesus. Namun, Yohenes tetap rendah hati dan mengakui bahwa dia hanya mempersiapkan jalan bagi-Nya. Yohanes tidak mewartakan dirinya tetapi mewartakan Dia yang telah mengutusnya.

Refleksi

Godaan besar bagi manusia adalah ingin diakui, ingin dikenal, ingin disebut sebagai tokoh. Godaan ini sering membuat manusia lupa akan tugas perutusannya. Terkadang lupa untuk mewartakan Dia yang telah mengutus karena lebih banyak mewartakan diri sendiri.

Teladan Yohanes Pembaptis menjadi contoh yang sangat layak menjadi permenungan kita. Biarlah kita semakin kecil asalkan Dia semakin besar.

Tujuan khusus kita adalah membawa Kristus ke rumah-rumah, ke jalan-jalan di kawasan kumuh di antara kaum miskin yang sakit, sekarat, para pengemis, dan anak-anak jalanan yang masih kecil. Mereka yang sakit akan dirawat sedapat mungkin di rumah miskin mereka. Anak-anak kecil akan bersekolah di kawasan kumuh. Pengemis akan dicari dan dikunjungi sampai ke lubang-lubang mereka di luar koa atau di jalanan. (MISI Mother Teresa). 

1 JANUARI 2017: HARI RAYA SANTA MARIA BUNDA ALLAH 
Hari Perdamaian Sedunia

Bacaan I: Bil. 6:22-27; 
Mazmur Tanggapan: Mzm. 67:2-3,5,6,8; 
Bacaan II: Gal. 4:4-7; 
Injil: Luk. 2:16-21
Bacaan Offisi: Ibr2:9-17



Setiap awal tahun kita merayakan Santa Maria Bunda Allah. Hal ini merupakan satu bentuk penghormatan kepada peranan Bunda Maria yang telah bersedia menjadi ibu dari Putra Allah, penebus kita. Kesediaan Bunda Maria memungkinkan terlaksananya rencana keselamatan Allah.

Penyerahan diri secara total pada penyelenggaraan ilahi telah dilaksanakan oleh Bunda Maria. Banyak perkara yang menjadi pertanyaan besar baginya. Namun, dalam peristiwa yang penuh misteri itu, Bunda Maria tidak terlalu banyak bertanya, berkomentar atau membantah. Bunda Maria percaya bahwa semuanya terjadi atas kehendak Allah. Segala perkara yang terjadi disimpan dalam hatinya dan menjadi renungan dalam perjalanan hidupnya.
Tetapi Maria menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya (Luk. 2:19)
 Refleksi

Bunda Maria setia atau konsisten dalam menanggapi panggilan Allah. Kepasrahan hati Bunda Maria dalam menanggapi panggilan Tuhan menjadi teladan bagi kita. Kepekaannya memahami dan melaksanakan panggilannya sebagai ibu Tuhan mengajak kita untuk senantiasa peka mendengarkan dan memahami kehendak Allah dalam hidup kita. Kita senantiasa diajak untuk setia pada panggilan kita masing-masing.

Konsistensi kita dalam menjalani panggilan kita seturut kehendak Allah akan membawa damai dalam kehidupan kita sendiri dan kehidupan banyak orang.

Inkonesistensi menghasilkan banyak penyimpangan. Penyimpangan adalah musuh besar perdamaian.

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget