Desember 2015

Ada banyak sekali pertanyaan tentang peran Bunda Maria dalam Gereja, terutama soal penggunaan istilah dalam menjelaskan hal-hal yang berhubungan dengan Doa Rosario. Karena terlalu banyak pendapat tentang peran Bunda Maria menurut bahasa dan pemahaman devosional, akhirnya ada satu hal yang menjadi tidak jelas, yakni apakah Bunda Maria menjadi perantara doa atau bukan?

Yesus, Pengantara Satu-satunya

Dalam Injil Yohanes 16: 23b-28 dikatakan: "Sesungguhnya, segala sesuatu yang kamu minta kepada Bapa akan diberikan-Nya kepadamu dalam nama-Ku. Mintalah, maka kamu akan menerima supaya penuhlah sukacitamu".

Kutipan di atas menunjukkan bahwa tidak ada perantara doa yang lain selain Yesus Kristus, Putra Bapa. Lalu, Bunda Maria berperan sebagai apa? Inilah yang menjadi pertanyaan kebanyakan umat Katolik setiap kali berdoa Rosario dan devosi lainnya kepada Bunda Maria.

Bunda Maria, karena peranannya begitu besar dalam sejarah keselamatan, maka ia juga menjadi bunda Pengantara kita. Melalui dan dalam Maria kita memperoleh keselamatan dari Allah dalam diri Yesus Kristus Putera Allah, yang menjadi manusia dan dilahirkan dari Perawan Maria.Peranannya dalam sejarah keselamatan begitu penting, oleh karena keterpilihannya menjadi seorang Co-Redemtriks (Rekan Penebusan). Ia dirahmati secara khusus oleh Allah di dalam panggilannya menjadi Bunda Allah.[ref1]

Bunda Pengantara maksudnya adalah Bunda dari Yesus Kristus, bukan bunda yang menjadi pengantara. Ini adalah hal penting yang harus diluruskan agar umat Katolik tidak bingung memilih pengantara doa karena begitu banyak pengantara dibahasakan. Lalu, bagaimana harus membahasakan doa-doa kepada Bunda Maria dan orang kudus lainnya?

Berdoa Bersama Bunda Maria, Beda Dengan Berdoa Dengan Perantaraan Bunda Maria

Dalam pertemuan Pendalaman Iman dan juga melalui katekese, telah disampaikan bahwa Bunda Maria adalah teman berdoa. Tujuan doa adalah Bapa, dan kita berdoa melalui Putra-Nya. Agar doa-doa kita berkenan kepada Bapa, yang melalui Putra, kita mengundang Bunda Maria berdoa bersama kita. Terasa bahwa ada keyakinan terkabulnya permintaan bila kita meminta bersama Ibu. Oleh karena itu, pada umumnya, devosi kepada Bunda Maria merupakan undangan kepada Bunda Maria untuk hadir dan berdoa bersama kita.

Ad Jesum per Mariam“, adalah adagium yang sering kita dengar. Artinya adalah "Menuju Yesus Melalui Bunda Maria". Pepatah ini lebih erat hubungannya dengan Yesus, Putra Bapa. Bukan "Menuju Bapa, melalui Bunda Maria. Pepatah ini berguna bagi pemahaman akan inti penghormatan kita kepada Bunda Maria karena penghormatan kita kepada Bunda Maria tidak terlepas dari penghormatan kita kepada Yesus. Kita menuju Yesus melalui Bunda Maria.[ref2]

Artikel di Katolisita.Org yang berjudul Apakah Umat Katolik Harus Berdoa melalui Bunda Maria? menggambarkan kesadaran kita bahwa satu-satunya pengantara itu adalah Yesus Kristus. Namun, tidak berarti bahwa kita juga tidak menghargai Bunda Maria yang telah mengambil bagian dalam sejarah keselamatan. Kita tetap berdoa melalui Yesus tetapi bersama Bunda Maria, doa-doa kita (bisa lebih) didengarkan. Peristiwa di Kana, ketika penyelenggara pesta kekurangan anggur, menjadi contoh konkrit bagi kita. Saat yang punya pesta mengundang Yesus dan murid-muridnya, juga mengundang Bunda Maria. Dalam kutipan teks Kitab Suci (Yoh 2: 1-11), pemilik pesta tidak memohon kepada Yesus secara langsung. Tapi, karena berkenan mengundang Bunda Maria dalam pesta, akhirnya bersama Bunda Maria, kekhawatiran menjadi hilang. Ibu selalu sangat memahami kebutuhan anak-anaknya. Oleh karena itu, memposisikan Bunda Maria sebagai teman berdoa sangatlah tepat, karena melalui Bunda Maria, kita akan semakin dekat dengan Yesus.

Tulisan ini merupakan jawaban singkat terhadap pertanyaan-pertanyaan umat di Lingkungan tentang peran Bunda Maria. Tentu masih banyak tulisan lain yang bisa memperkaya kita. Namun, dalam tulisan ini, ditegaskan bahwa Yesus Kristus adalah satu-satunya pengantara kepada Bapa.

Hidup sebagai keluarga Allah dalam lingkup keluarga, Gereja dan masyarakat merupakan tema pendalaman iman masa adventus 2015 di Keuskupan Palangka Raya. Tema ini didalami dan direnungkan selama tiga kali pertemuan. Dari pertemuan pertama sampai dengan pertemuan ketiga, kita dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:

  1. Allah menginginkan bahwa yang menjadi ahli waris Abram adalah anak kandungnya, dan bukan hambanya. Demikian pula Allah menginginkan bahwa yang menjadi pewaris kerajaan surga adalah anak-anak Allah, bukan hamba-hambanya. Kita, umat beriman telah diangkat Allah menjadi anak-anaknya melalui pembaptisan. Oleh karena itu, semua yang telah dibaptis dalam persekutuan Gereja, telah diangkat dan diakui menjadi anak Allah sekaligus pewaris kerajaan Allah.
  2. Allah tidak menjanjikan kehidupan yang damai dan tenang bagi keturunan Abram. Allah mengatakan bahwa keturunan Abram akan mengalami penderitaan dan mereka akan diperbudak selama 40 tahun lamanya. Demikian pula, kita yang telah menjadi anak Allah, tidak akan luput dari segala cobaan dan tantangan. Kita akan menderita dan memikul salib seperti Putra-Nya sendiri.
  3. Karena kita hidup sebagai satu keluarga, yakni keluarga Allah, kita harus menjadikan cinta kasih sebagai nafas kebersamaan. Dalam I Korintus 13: 1-3 dikatakan: Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing. Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna. Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikit pun tidak ada faedahnya bagiku. Artinya adalah bahwa hanya kasihlah yang mampu membuat rasa kekeluargaan itu bertahan. Tanpa kasih, kehidupan sebagai keluarga akan berantakan dan hancur.
  4. Apakah kita perlu khawatir dengan semua yang telah dinubuatkan? Bahwa kita akan mengalami penderitaan? Kita tidak perlu takut. Kebersatuan kita dengan Kristus, sebagai pokok anggur yang benar menjadikan kita tetap kuat. Dengan bersatu pada pokok anggur, kita sebagai ranting akan berbuah juga. Oleh karena itu, kendati Allah telah mengatakan bahwa sebagai anak Allah, kita akan mendapatkan cobaan, kita memiliki benteng yang kuat, yakni Yesus Kristus sebagai pokok anggur. Selama kita tetap bersatu dengan Dia, kita tidak takut bahaya apa pun.
Empat poin di atas menjadi kesimpulan singkat dari 3 pertemuan pendalaman iman adventus 2015. Kesimpulan ini merupakan ringkasan dari seluruh sharing umat beriman di lingkungan. Kiranya apa yang tidak terangkum di sini, menjadi tambahan perbendaharaan iman dan mencerdaskan iman kita semua.

Pada tanggal 23 Januari 2015 yang lalu, Paus Fransiskus menuliskan pesannya bertepatan dalam perayaan Hari Komunikasi Sedunia. Pesan Bapa Paus bertemakan "Keluarga Sebagai Tempat Istimewa Terjadinya Cinta Kasih. Pesan ini persisnya mengawali menjalani tahun 2015.

Di pengunjung tahun 2015, kita diingatkan kembali tentang pentingnya sebuah keluarga yang hidup dalam iman. Melalui pendalaman iman masa Advent dan sesuai dengan tema natal 2015, kita mendalami kembali makna dari sebuah keluarga kristiani. Berbicara tentang keluarga, kita dapat menarik inspirasi dari bagian Injil yang berhubungan kunjungan Maria kepada Elisabeth (Luk 1: 39-56). "Ketika Elizabeth mendengar salam Maria, bayi melompat dalam rahimnya, dan Elisabeth, penuh dengan Roh Kudus berseru dengan suara nyaring dan mengatakan, 'Sungguh diberkati engkau di antara wanita, dan terpujilah buah tubuhmu'." (ay. 41-42). Peristiwa ini lebih menunjukkan bagaimana kita berkomunikasi terkait dengan bahasa tubuh. Yang pertama menanggapi salam Maria adalah anak dalam rahim Elisabeth. Ini menegaskan kepada kita bahwa kita harus belajar, bahkan sebelum kita lahir pun, kita telah diberikan model atau pola dasar sebuah komunikasi. Rahim adalah rumah pertama kita sekaligus menjadi "sekolah" komunikasi, dimana kita mendengarkan, menanggapi kontak fisik di mana kita mulai membiasakan diri dengan dunia luar dalam lingkungan yang dilindungi, dengan suara meyakinkan dari detak jantung ibu. Pertemuan antara dua orang, (ibu dan anak) sehingga berhubungan erat sementara masih berbeda satu sama lain, pertemuan yang begitu penuh janji, dan menjadi pengalaman pertama komunikasi kita. Ini adalah pengalaman kita semua, karena masing-masing dari kita lahir dari seorang ibu.

Bahkan setelah lahir ke dalam dunia, kita pun masih dalam "rahim", yakni keluarga. Sebuah rahim terdiri dari berbagai orang yang saling terkait: keluarga adalah "di mana kita belajar untuk hidup dengan orang lain meskipun banyak perbedaan di antara kita" (Evangelii Gaudium, 66). Meskipun perbedaan jenis kelamin dan usia di antara mereka, anggota keluarga menerima satu sama lain karena ada ikatan di antara mereka. Semakin lebar kisaran dari hubungan ini, dan semakin besar perbedaan usia, semakin kaya pula kita merasakan keunikan lingkungan hidup kita. Dalam keluarga kita menyadari bahwa orang lain telah mendahului kita, mereka mempersiapkan bagi kita suatu kehidupan yang akan kita jalani ketika giliran kita tiba. Dalam keluarga, kita dapat memberi karena kita telah menerima. Lingkaran saleh ini adalah jantung dari kemampuan keluarga untuk berkomunikasi di antara para anggotanya dan dengan orang lain. Lebih umum, itu adalah model untuk semua komunikasi.

Doa adalah bentuk komunikasi yang paling mendasar. Ketika orang tua menidurkan anak-anak mereka yang baru lahir, mereka sering mempercayakan mereka kepada Tuhan, meminta supaya Tuhan melindungi mereka. Ketika anak-anak sedikit lebih tua, orang tua membantu mereka untuk membaca beberapa doa sederhana, mengajari mereka untuk berbuat kasih kepada sesama, seperti kakek-nenek, saudara, orang sakit yang menderita, dan semua mereka yang membutuhkan bantuan Allah. Semua ini kita pelajari dalam keluarga.

Dalam keluarga, kita belajar untuk merangkul dan mendukung satu sama lain, untuk membedakan arti dari ekspresi wajah dan saat hening, tertawa dan menangis bersama-sama dengan orang-orang yang tidak memilih satu lainnya belum begitu penting untuk satu sama lain. Hal ini sangat membantu kita untuk memahami arti komunikasi sebagai mengenali dan menciptakan kedekatan. Ketika kita mengurangi jarak dengan tumbuh lebih dekat dan menerima satu sama lain, kita mengalami rasa syukur dan sukacita.

Lebih daripada itu, keluarga adalah tempat kita sehari-hari mengalami kekurangan kita bersama orang lain, masalah besar dan kecil dalam kebersamaan dengan orang lain. Keluarga yang sempurna tidak ada. Kita tidak perlu takut ketidaksempurnaan, kelemahan atau bahkan konflik, melainkan belajar bagaimana untuk menangani mereka secara konstruktif. Keluarga, adalah tempat kita tetap mencintai satu sama lain meskipun diwarnai oleh kelemahan dan kedosaan kita, sehingga keluarga menjadi sekolah pengampunan. Pengampunan itu sendiri merupakan proses komunikasi. Ketika penyesalan diungkapkan dan diterima, menjadi mungkin untuk memulihkan dan membangun kembali komunikasi yang rusak. Seorang anak yang telah belajar di keluarga untuk mendengarkan orang lain, untuk berbicara dengan hormat dan untuk mengekspresikan pandangannya tanpa memandang rendah orang lain, akan menjadi kekuatan untuk dialog dan rekonsiliasi di masyarakat.

Keluarga, bukanlah subyek perdebatan atau medan untuk pertempuran ideologi. Sebaliknya, keluarga adalah sebuah lingkungan di mana kita belajar untuk berkomunikasi dalam pengalaman kedekatan. Keluarga adalah sebuah komunitas yang menyediakan bantuan, yang merayakan hidup dan berbuah. Setelah kita menyadari ini, kita sekali lagi akan dapat melihat bagaimana keluarga terus menjadi sumber daya manusia yang kaya, sebagai lawan dari masalah atau lembaga dalam krisis.

Inilah isi pesan Paus Fransiskus pada awal tahun 2015. Sekarang, dipengunjung tahun 2015, pesan ini dikristalkan kembali melalui Pendalaman Iman Masa Advent dan terlebih melalui tema perayaan Natal 2015. Keluarga menjadi fokus utama memulai segala sesuatu, bahkan sekarang ini yang kita sebut-sebut "revolusi mental" harus dimulai juga dari keluarga.

Keluarga adalah "Gereja Domestik" di mana setiap anggotanya dapat bertemu Tuhan dalam kebersamaan sebagai ayah, ibu, anak, suami, istri saudara dan saudari. Pesan ini pun dikristalkan dengan permenungan kita di mana kita tahu bahwa kita akan menjadi pewaris kerajaan Allah, karena kita sudah diangkat menjadi anak Allah dan bukan hamba. Bagaimana hak dan kewajiban sebagai anak, inilah yang harus kita alami dalam keluarga terlebih dahulu, sebagai sekolah pertama bagi kita.

-------------------------------------------
Bahan Bacaan:

  • Buku Pendalaman Iman Adven 2015 Keuskupan Palangka Raya;
  • MESSAGE OF HIS HOLINESS POPE FRANCIS FOR THE 49th WORLD COMMUNICATIONS DAY, 23 January 2015

Pendalaman Iman Masa ADVEN 2015 untuk pertemuan pertama mengetengahkan tema "Hidup Bersama Sebagai Keluarga Beriman Kepada Allah". Pada pertemuan pendalaman Iman Bulan Kitab Suci Nasional 2013 yang lalu, khususnya pada pertemuan pertama, Kairos telah menulis artikel juga dengan judul "BKSN 2013 (I): Keluarga yang Beriman". Perbedaan dari tema BKSN dengan tema PIMA (Pendalaman Iman Masa Advent) adalah terletak pada teks kitab suci yang dijadikan bahan permenungan. Namun, keduanya memilih tokoh yang sama yakni Abraham sebagai bapak segala orang beriman.

Oleh karena itu, selain mengulangi dan mengajak pembaca untuk melihat kembali tulisan pada BKSN 2013 seperti tersebut di atas, Kairos menambahkan beberapa point yang kiranya menjadi inti permenungan kita bersama dalam pertemuan pertama PIMA 2015 ini.

Pertemuan pertama akan menggunakan Kitab Kejadian 15: 1-21 sebagai bahan pendalaman. Dalam Kejadian 15:4 berbunyi: Tetapi datanglah firman TUHAN kepadanya, demikian: "Orang ini tidak akan menjadi ahli warismu, melainkan anak kandungmu, dialah yang akan menjadi ahli warismu."
Sesungguhnya, Allah menginginkan bahwa yang menjadi ahli waris Abraham adalah anak kandung Abraham sendiri, dan bukan hambanya.
Kalau Allah sendiri menginginkan bahwa yang menjadi pewaris Abraham adalah anak kandungnya, bagaimana dengan Kerajaan Allah? Siapa yang dikehendaki Allah menjadi pewaris kerajaan-Nya.
Sebagai umat beriman, kita patut bersyukur bahwa kita telah diangkat menjadi anak-anak Allah dan akan menjadi pewaris kerajaan-Nya.

Inilah yang menjadi inti permenungan kita selama masa Advent ini. Kita telah menjadi keluarga Allah. Kita telah diangkat menjadi anak-anak-Nya. Anak-anak Allah harus berbuat dan hidup seturut kehendak Allah. Setia menjadi anak Allah, kita akan mencapai kehidupan sejati. Kehidupan sejati tidak bisa dicapai hanya dengan mengejar kemajuan material saja, tetapi juga harus diimbangi dengan kemajuan rohani.

Karenanya, masa Adven ini adalah masa khusus bagi kita untuk memupuk kembali kehidupan rohani kita sehingga kita layak disebut sebagai Anak Kandung Allah, dan bukan lagi sebagai hamba. Dengan demikian, kita akan layak ikut bersama-sama dalam perayaan iman, menyambut kedatangan Juruselamat kita, baik pada hari Natal nanti, maupun pada akhir zaman.


Pembaca yang budiman,
Memasuki masa ADVENT 2015, kita kembali melaksanakan pendalaman iman selama 3 kali pertemuan dengan tema: "Hidup Bersama Sebagai Keluarga Allah". Sebagai bentuk sharing demi perkembangan kita dalam iman, kami meminta waktu anda untuk mengisi questioner seputar tema pendalaman iman berikut ini:





Bagi anda yang tidak bisa mengakses di halaman ini, silahkan kunjungi link berikut untuk mengisi questioner di atas.
Questioner Hidup Bersama Sebagai Keluarga Allah

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget