Syarat dan Hal Teknis Menjadi Lektor Dalam Perayaan Ekaristi

Menjadi Pembaca Kitab Suci dalam Perayaan Ekaristi adalah salah satu tugas pelayanan dalam liturgi. Kata “lektor” berasal dari bahasa Latin lector-oris (kata benda) dan berkaitan dengan kata kerja lectere, lectitere yang merupakan bentukan dari kata kerja legere artinya membaca, membacakan. (AR. Yudono Suwondo, 2010, 8-9) Dalam Ensiklopedia Gereja Katolik III, 1973, kata lektor berisi dua makna:

  • Petugas pria awam yang dilantik secara tetap oleh uskup atau superior untuk memabacakan Kitab Suci (kecuali Injil) dan Mazmur kepada seluruh umat.
  • Warga umat, baik laki-laki maupun perempuan yang ditugasi membacakan Kitab Suci dalam perayaan liturgi (KHK kan. 230, 2). (J. Waskito, 1981, 23).
Menjadi lektor merupakan tugas yang diwakilkan. Maksudnya adalah bahwa lektor merupakan wakil dari seluruh umat untuk membaca Kitab Suci supaya naskah yang dibacakan dapat didengar oleh seluruh umat. Oleh karena itu, yang paling penting diketahui oleh seorang lektor adalah bahwa tugas yang dilaksanakan itu adalah membacakan, bukan sekedar membaca.

Agar seorang lektor dapat menjalankan tugas dengan baik, seorang lektor perlu memperhatikan syarat-syarat sebagai berikut:

  1. Pertama- tama yang harus dimiliki seorang lektor adalah kemauan, yang meliputi kemauan bertugas, kemauan berlatih terus-menerus, dan ma u terus berkembang dalam iman;
  2. Sesudah memiliki kemauan, ia harus mempunyai kemampuan. Kemampuan yang dituntut seorang ector adalah kemampuan membacakan dan mengerti isi bacaan yang baru saja dibacakan. Setelah mempunyai kemampuan membaca dan mengerti isi bacaan, seorang ector dituntut untuk mengimani apa yang dibacakan;
  3. Selain membacakan untuk orang lain, seorang lector harus terlibat, mendengarkan bacaan itu sehingga ia sungguh- sungguh menjadi pewarta apa yang ia sendiri hayati dan imani;
  4. Selanjutnya, ia harus mempunyai semangat kerja sama di dalam diri lektor. Semangat kerja sama ini sangat penting di dalam Perayaan Ekaristi. Dengan semangat kerja sama ini, diharapkan dimensi kebersamaan, kasatuanm dalam Perayaan Ekaristi. Kerja sama ini dapat terwujud oleh lektor dengan sesama lektor, dengan tim liturgy gereja kampus, dengan pastor yang memimpin, dengan tim liturgy lainnya;
  5. Sebagai petugas atau pelayan umat, seorang lektor harus siap untuk mendapat masukan, kritikan, evaluasi, dan perbaikan- perbaikan yang bersifat membangun, bahkan tanggapan atau komentar yang sinis dari umat lain. Dengan kerendahan hati dan keterbukaan hati untuk mendengar dan memperhatikan masukan yang ada, seorang lektor akan semakin berkembang dan pelayanan gereja akan semakin ditingkatkan sehingga karya keselamatan Allah semakin dapat dirasakan dan dihayati semua umat beriman yang hadir dalam Perayaan Ekaristi yang sedang dirayakan bersama- sama;
  6. Yang terpenting dari semuanya itu adalah bahwa seorang lektor berusaha untuk selalu mencintai Kitab Suci.
Selain syarat-syarat di atas, seorang lektor harus memperhatikan hal-hal teknis dalam membaca Kitab Suci sebagai berikut:

Artikulasi

Membaca lambat adalah syarat mutlak untuk mengucapkan setiap kata dengan baik. Dalam pembicaraan yang cepat, pengucapan kata-kata sering salah dan beberapa kata sama sekali tertelan dan juga beberapa huruf dianaktirikan (hilang diantara huruf-huruf yang lain. Maka demi pengucapan yang baik, lector harus membaca agak lambat. Tetapi kita harus memperhitungkan juga bagaimana kondisi tempat kita berbicara.

Intonasi

Kalau bernyanyi, kita mengucapkan kata-kata dengan memakai suatu lagu. Lagu-lagu itu terdiri dari nada-nada yang dapat ditulis dengan angka. Angka lebih tinggi berarti: nada suara naik, angka lebih rendah berarti: nada suara turun. Menurut Rm.J.Waskito, SJ, yang dikemukakan oleh F.X.Priyanto, nada suara seorang lector ada dua yakni Arsis (kalimat yang tekanan kalimat terakhirnya dinaikan) dan Thesis (kalimat yang tekanan kalimat pada akhir kalimat diturunkan). 

Power dan Pemakaian Mike

Banyak gereja memakai pengeras suara, yaitu suatu pelengkap teknik yang terdiri dari mike (microphone), amplifier, dan loundspeaker, yang bertujuan untuk memperluas jangkauan suara pemimpin ibadat atau lektor. Seorang lektor harus tahu bagaimana pengeras suara dapat dimanfaatkan dengan baik. Banyak pengeras suara tidak memenuhi syarat, kadang- kadang lebih menggagu
daripada menolong, karena peralatannya kurang sesuai untuk ruang doa itu, atau karena salah pasang, atau karena alat-alat yang dipakai kurang bermutu. Maka seorang perlu memperhatikan beberapa hal berikut.
  • Apakah volume pengeras sura sesuai dengan suara anda? Mungkin pastor yang sedang sedang memimpin Perayaan Ekaristi kebetulan mempunyai suara yang lemah. Kalau demikian, mungkin sekali pengeras suara di gereja kampus disetel terlalu keras untuk suara anda. Padahal tidak mungkin mengubah volume pengeras suara setiap kali seorang lektor lain tampil ke mimbar.
  • Menentukan jarak Tetapi anda sendiri mengatur volume dengan mengambil posisi lebih dekat atau lebih jauh dari mike. Semakin jauh dari mike, semakin lemah suara pengeras dan sebaliknya. Kalau jarak anda dengan mike sudah tepat, jangan maju mundur lagi, tetapi pertahankan jarak yang sama, supaya suara yang keluar dari pengeras jagan pasang surut terus. 
  • Pengeras suara bukan siaran radio Secara teknis mungkin saja seorang lektor berbicara dengan suara lemah, seperti orang yang duduk-duduk di angkringan sambil minum teh. Asal dekat sekali dengan mike, suara lemah dapat menjadi cukup besar untuk didengar melalui pengeras. Cara bicara yang demikian adalah cocok intuk digunakan di depan mike di studio radio atau di TV.
Lektor sendiri hampir tidak dapat menentukan apakah akibat suara pemakaian olehnya. Maka itu membutuhkan koreksi dan petunjuk dari orang lain. Maka, lebih-lebih berhubungan dengan penakaian mike, berlakulah nasehat: jagan ragu-ragu minta kritik dari pendengar. 

Pause/Jeda

Unsur ini diperlukan untuk meresapkan pesan dari Kitab Suci bagi umat, juga untuk mengganti suasana. Pembacaan yang terlalu cepat dapat menimbulkan suasana tidak nyaman bagi pendengar. Oleh karena itu, agar pause/jeda dapat dimanfaatkan dengan baik, seorang lektor sangat tepat bila melakukan kontak dengan pendengar saat pause/jeda tersebut. Namun, dalam melakukan kontak, perhatikan teknik yang tepat untuk digunakan untuk menandai akhir dari bacaan yang baru dilalui. Sering terjadi, karena melakukan kontak dengan melihat pendengar pada saat jeda, seorang lektor kehilangan jejak bacaan sehingga membutuhkan waktu untuk mencari lagi untuk melanjutkan pembacaan.

Prasering

Frasering adalah pengelompokkan kata tetapi belum menjadi kalimat. Pada Buku Bacaan yang disediakan oleh Gereja, yakni Buku Lectionarium yang sudah diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia, pengelompokan kata sudah sangat jelas diatur dengan membuatnya dalam bentuk baris per baris. Namun, bila seorang lektor menggunakan Alkitab atau naskah lainnya, prasering ini harus lebih diperhatikan.

Penjiwaan

Penjiwaan itu mantab bila kelima kriteria di atas itu terpenuhi. Bila satu di antara lima kriteria di atas tidak tepenuhi, maka penjiwaan menjadi “kering”.

Agar tugas menjadi lektor dapat terlaksana dengan baik, seorang lektor harus mempersiapkan diri dengan melakukan latihan, dan lebih baik lagi bila melibatkan orang lain sebagai pendengar. Latihan seperti ini bertujuan agar sebelum menjalankan tugas, seorang lektor dapat menerima masukan dari orang lain.
=========


Bahan Bacaan:

  1. AR. Yudono Suwondo, Pr dan Sudartomo Macaryus, Lektor, Jogjakarta: Kanisius, 2010
  2. J. Waskito, Menjadi Lektor, Yogyakarta: Kanisius, 1981.

Posting Komentar

[blogger]

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget