November 2015

Pendahuluan

Surat ini ditulis oleh sesorang yang hidup sesudah Paulus. Surat ini tidak mempunyai judul. Surat ini hanya berjudul Surat kepada Orang Ibrani, yang diduga dikirim oleh penulis yang tinggal diluar Palestina, dan ditujukan kepada orang-orang kristen yang berlatarbelakang Yahudi di Korintus. Orang kristen Yahudi ini ini sedang mengalami kebingungan karena iman mereka sedang mengalami cobaan. Mereka sedang berada pada masa sulit, banyak menderita (10:32): dipenjara, dirampas harta miliknya, diganggu seperti halnya saudara-saudara mereka di gereja-gereja yang baru didirikan (bdk I Tes 2:14). Hal ini berlangsung cukup lama, dan semakin berat dan orang-orang itu menjadi lemah dan goyah (12:3-4, 12). Masih ditambah lagi, mereka mempunyai keragu-raguan mengenai iman dan praktek-praktek keagamaan (13:9; bdk. 3:6; 4:14; 10: 22-25).

Isi Pokok Teologi Imamat Kristus dalam Surat Ibrani

Orang kristen Yahudi ini ini sedang mengalami kebingungan karena iman mereka sedang mengalami cobaan. Mereka sedang berada pada masa sulit, banyak menderita (10:32): dipenjara, dirampas harta miliknya, diganggu seperti halnya saudara-saudara mereka di gereja-gereja yang baru didirikan (bdk I Tes 2:14). Hal ini berlangsung cukup lama, dan semakin berat dan orang-orang itu menjadi lemah dan goyah (12:3-4, 12). Masih ditambah lagi munculnya keraguan dalam komunitas mereka untuk melaksanakan praktek-praktek keagamaan (13:9; bdk. 3:6; 4:14; 10: 22-25). Untuk menyakinkan umat dengan menghadirkan Kristus sebagai satu-satunya pengantara keselamatan iman, mendasari munculnya beberapa tema teologis pada surat ini.

Kedudukan Nama Yesus 1:5 - 2:18

Bagian ini, pengarang Surat Ibrani membandingkan Kristus dengan para malaikat. Tema ini diletakan pada akhir bagian pembukaan (1:1-4), yakni kietka ia  menyatakan bahwa Putera lebih tinggi dari malaikat (1:4). Afirmasi ini kemudian dibicarakan secara meluas dalam 1:5-2:18. Dinyatakan di dalamnya superioritas Yesus sebagai mediator Sabda (1:5-14), otoritas Sabda keselamatan yang disampaikan melalui Putera (2:1-4). Perbandingan Yesus dengan malaikat (2:9) bukan menjadi alasan meragukan keilahiannya. Inkarnasi Yesus (2: 5-9) dan solidaritasnya dengan manusia (2:10-18) penting bagi tercapainya penebusan. Kristus adalah Putera Allah yang datang ke dunia untuk menyelamatkan manusia dan sebagai pengantara antara Allah dengan manusia (Ibr 1:1-6).

  • Putra Allah  bertahta sebagai Raja untuk selama-lamanya (1:5-14). Di sini pengarang mengingatkan manusia untuk mengakui dan menerima kekuasaan-Nya ( 2:1-4);
  • Putera Allah Bersatu dengan Manusia melalui sengsara-Nya ( 2:5-1Dengan menderita sengsara, Ia mau mengungkapkan solidaritas-Nya dengan manusia, dan melalui kemenangan-Nya atas maut, Ia mentransformasikan kefanaan kita guna masuk ke dalam kemuliaan-Nya yang abadi.

Imam Melkisedek (Yesus melebihi Musa) (3:1-4:13)


  • Yesus, Imam Besar yang patut kita imani, karena Ia adalah Putera Allah 3:1-6. Dalam bagian ini Kristus Imam Besar dibandingkan dengan Musa. Namun Musa dikenal sebagai pelayan Allah, sementara Yesus adalah Putera Allah yang diutus Bapa ke dunia. Maka kita harus mendengar dan beriman kepada-Nya, sebab iman kepada-Nya merupakan awal pengharapan kita untuk masuk ke dalam kediaman ilahi (3:1-6);
  • Yesus Kristus adalah Imam Besar yang berbelas kasih dan peduli kepada manusia 4:15 - 5:10. Sebagai imam yang peduli dan berbelaskasihan, Kristus melaksanakan tugas-Nya lewat sengsara. Ia mengurbankan diri-Nya bagi manusia. Ia berkurban bukan untuk diri-Nya sendiri sebab Ia tidak berdosa (4:15) melainkan untuk menebus dosa manusia. Untuk mencapai kepenuhan panggilan imamat-Nya, Yesus melewatinya dengan penderitaan dan ketaatkan penuh cinta kepada Bapa (9:12).

Yesus Imam Agung yang Sempurna (Berbelas Kasih dan Setia) (5:1-10:39)

Imam yang berbelaskasih dan penuh iman menjadi kata kunci pada bagian kedua ini (3:1-5:10). Penulis mengarahkan perhatian pada kepenuhan iman Yesus (3:1-6) dan mengajak pendengar untuk menyatakan iman seperti itu juga (3:6b-4:14). Selanjutnya memaparkan peneguhan dengan menarik perhatian pendengar pada pembicaraan seputar penderitaan Yesus sebagai Imam Agung yang penuh belaskasih dan setia melayani Allah (4:15-5:10).

Otoritas Kristus sebagai Imam Agung mempunyai dua syarat utama. Pertama: Yesus mempunyai kemampuan untuk berhubungan antara manusia dan Allah. Dia adalah Imam yang menjadi pengantara antara manusia dengan Allah. Dan hanya Dialah yang berkenan dihadapan Allah. Hubungan dengan Allah hanya terjamin bila imam menjaminnya berkenan kepada-Nya. Kedua: Yesus mempunyai solidaritas dan loyalitas kepada manusia. Imam Agung sebagai wakil manusia sungguh terlibat, solider terhadap suka dan duka manusia. Dengan keterlibatan seperti itu Yesus mampu menjadi perantara manusia dengan Allah Bapa. Syarat ini diwujudkan dalam hidup Yesus dengan menanggung seluruh beban kehidupan manusia, yaitu dengan menjadikan diri-Nya sendiri sebagai "hamba" manusia, sampai wafat di salib.

Imam besar Yesus Kristus bukan hanya setia tetapi juga berbelas kasih. Ia solider terhadap derita manusia, bahkan Ia berani menanggung segala kelemahan dan dosa manusia. "Sebab imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita,  sebaliknya sama dengan kita. Ia juga dicobai, hanya tidak berbuat atau jatuh kedalam dosa (4:15).

Solidaritas-Nya dengan manusia merupakan basis bagi tugas imamat, yang harus menjadi pengantara manusia dengna Allah. Syarat ini merupakan syarat utama, dan syarat ini secara istimewa dipenuhi Yesus. Imam Besar dipilih dari antara manusia, ditetapkan bagi manusi dalam hubungan mereka degan Allah, supaya ia mempersembahkan persembahan dan korban karena dosa" (5:1).

Ciri pertama (utama) sifat imamat baru ialah solidaritas dengan manusia (5:1-2). Tragedi kehiduapn manusa telah disandang secara lahir dan batin, itulah yang menjadikan-Nya sungguh-sungguh solider dengan manusia. "Sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang dideritan-Nya" (5:8).

Ciri kedua bahwa imamat-Nya bukan karena prestasi pribadi dan prakarsa manusia, melainkan ditetapkan oleh Allah, dipanggil secara khusus oleh Allah (5:4). Ciri ini terpenuhi juga dalam diri Yesus. Ia tidak menganggap diri layak pada Allah, melainkan dimuliakan oleh ketaatan-Nya (5:5-6).

Ciri ketiga adalah imamat baru terlaksana dalam silih. Bukan korban dan persembahan lahiriah yang menjadi ciri silih imami, melainkan korban pemulih dosa, kejahatan diri, dan hati yang hancur karena menyadari kegagalan di hadirat Allah. Kalau kita kenakan  pada diri Yesus Kristus, maka akan tampak dalam sengsara dan wafat-Nya.

Ciri-ciri imamat Kristus 5:11 - 10:39

  • Imamat Mesianis Kristus (7:1-28). Imamat Melkisedek sebagai model imamat Kristus: Raja Adil, Raja Damai dan Imam Abadi. Imamat Kristus dibandingkan dengan imamat kaum Levi. Imamat kaum Levi berada di bawah imamat Kristus. Kepenuhan imamat Kristus adalah berkat pengurbanan-Nya, yang karena pengurbanan itu, Kristus diangkat ke hadapan Bapa. Di sinilah kepenuhan Imamat Kristus, yaitu berkat pengurbanan-Nya, Ia menjadi pengantara manusia kepada Allah (8:1-9:28).
  • Kristus adalah pokok Keselamatan (10:1-18). Berkat pengurbanan-Nya, Kristus mempersembahkan diri-Nya secara radikal untuk membersihkan manusia dari dosa. Melalui darah-Nya yang tertumpah di kayu salib dan kematian-Nya Kristus menyelamatkan manusia. Maka hanya melalui iman kepada Kristus manusia akan sampai kepada Allah. Oleh karena itu, manusia dipanggil untuk mendekati Allah hanya melalui dan dalam diri Kristus (10:19-39). 


Kesaksian Iman Orang Kristen: Kesetiaan kepada Krsistus melalui ketekunan

Di sini dibicarakan seputar kualitas kepenuhan iman dan ketekunan yang kukuh yang diperlukan oleh jemaat dalam mempertahankan  iman Kristianinya di tengah dunia. Karakter ini dinyatakan dalam akhir bagian ketiga: “Sebab kamu memerlukan ketekunan” (10:36). Dan “Tetapi kita adalah  orang-orang percaya” (10:39). Kata kunci ketekunan  dan kepenuhan iman  dikembangkan dalam bagian keempat ini. Bagian ini terbagi atas dua uni, 11:1-40, karakter iman, dan 12: 1-13 ketekunan. Iman merupakan faktor utama dalam aktivitas religius. Penulis mengambil contoh iman dari para leluhur Israel (Abel, Henokh, Abraham, Musa dan Bapa-Bapa bangsa (11:1-40). Ketekunan mereka itu diharapkan menjadi contoh yang baik untuk putera-putera Allah dalam mengimani Kristus. Kita harus bergerak menuju tujuan, yaitu Kristus sendiri.
Keteguhan itu harus terungkap di tengah penderitaan. Iman akan Yesus berarti ikut menderita bersama Kristus. Kita harus tetap teguh dalam iman akan Kristus sebab Kristus telah memberi contoh keteguhan itu (12:1-13)

Komunitas Orang Beriman (12:14-13:21).

Merupakan kesimpulan dari kotbah berkaitan dengan pelaksanaan pastoral. Penjelasan diintegralkan dengan pengajaran serta insturksi yang mendahului dan mengikutinya. Buah-buah dari kasih dan kesetiaan
Setiap orang harus berusaha untuk memperoleh Kerajaan Kebangkita (12:14-28), yaitu hidup damai, cinta kasih dan keadilan. Selain itu, perlunya sikap-sikap penuh pengurbanan dalam hidup sebagai orang kristen yang bertitik tolak dari pengurbanan dan penderitaan Kristus (13:7-19). Hubungan yang harus dipertahankan dengan memandang kenyataan surgawi  (12: 14-29).

Penutup  (13:20-21)

Penulis surat Ibrani menginterpretasikan status Yesus sebagai Putera Allah dengan istilah imamat. Dengan interpretasinya yang dinyatakan dalam bentuk kotbah yanb berisikan p enjelasan dan nasihat/ajakan, penulis ingin meneguhkan kepercayaan umat, berani menanggung konsekuensinya. Allah tetap menyelamatkan mereka melalui Yesus Kristus yang adalah Imam Agung. Yesus Putera Allah yang adalah Imam Agung itu dapat menelamat kan mereka sekarang dan di masa datang, dalam penderitaan yang mereka alami. Dengan demikian, penulis inin agar pendengar mendengarnya sampai pada kesimpulan untuk tetap percaya dan bertekun dalam iman.

Foto dari penakatolik.com
Seminar Sehari yang diselenggarakan oleh Komisi Kerawam Keuskupan Palangka Raya, bertepatan pada pelaksanaan Raker Keuskupan Palangka Raya Oktober 2015 memberi manfaat bagi kaum awam, terutama dalam pengetahuan berpolitik sebagai 100% Katolik dan 100% Indonesia. Pada seminar sehari tersebut, Sekretaris Komisi Kerawam KWI Romo Guido Suprapto Pr, hadir sebagai salah satu nara sumber. Berikut adalah ringkasan materi yang dipresentasikan oleh Romo Guido Suprapto Pr.
Untuk membangun masyarakat, bangsa dan negara yang baik, bukan pertama-tama didasarkan pada tatanan kemasyarakatan (politik), tetapi pada pribadi-pribadi yang beriman dan berintegritas. (Paus Fransiskus)
Landasan dasar panggilan dan  perutusan “Gereja” dalam masyarakat

Ada beberapa landasan dasar panggilan dan perutusan "Gereja" dalam masyarakat. Landasan dasar ini harus menjadi pedoman bagi kaum beriman untuk menjadi pelayan dalam masyarakat sebagai bagian dari warga negara. Landasan dasar itu adalah:

  1. “Kamu adalah garam dan terang dunia” (bdk. Mat 5:13-16);
  2. Gereja HARUS sungguh-sungguh hadir dan terlibat aktif dalam realitas sosial dan bergumul dengan isyu-isyu aktual masyarakat (bdk. GS.1; AA.14, GS.75);
  3. Gereja dalam kehadiran dan keberadaannya HARUS relevan dengan situasi dan konteks Indonesia saat ini (SAGKI, 2005);
  4. Gereja HARUS semakin membuka  diri untuk terlibat lebih  dalam, khususnya dalam bidang sosial politik melalui para awamnya (Pleno VI 2011; VII 2013, Sidang KWI 2013).
Landasan dasar di atas mengharuskan umat Katolik mengetahui kondisi dan realitas politik Indonesia saat ini. Secara umum, kondisi tersebut dapat dikatakan sebagai berikut:

  1. Kondisi sosial politik Indonesia dewasa ini terlihat berjalan dan berkembang sangat pragmatis, oportunistik dan bahkan transaksional sehingga tidak terlihat ada nilai-nilai dasar keadaban publik yang menonjol diperjuangkan oleh aktor-aktor politik dan kekuatan-kekuatan politik utama.
  2. Banyak indikasi yang cukup kuat untuk mengarahkan pada suatu kesimpulan sementara bahwa politik Indonesia memerlukan pencerahan dan perbaikan.
  3. Momentum Pileg,  Pilpres dan Pilkada seharusnya menjadi sarana strategis pembaruan politik Iindonesia yang masih jauh dari harapan.
Selain itu, sangat perlu juga memahami isu politik sebagai berikut:
  1. Suksesi kepemimpinan (kepala daerah)  cenderung  tidak menawarkan dan menghasilkan kandidat  yang berintegritas, berwawasan, cakap dan tangguh. Selanjutnya akan menjadi sumber persoalan daerah tersebut;
  2. Korupsi yang semakin marak (legislatif, eksekutif, yudikatif, komisioner, dan kelembagaan lainnya);
  3. Agenda pilkada (serentak) akan menimbulkan dinamika dan  ketegangan politik yang tinggi melibatkan elit politik dan warga masyarakat;
  4. Kecenderungan “radikalisasi kelompok agama”, kekerasan intoleransi  karena politisasi agama dan faktor kepemimpinan yang lemah.
Dari beberapa situasi dan isu politik sebagaimana di sebutkan di atas, umat Katolik harus terlibat secara aktif dalam upaya membenahi perpolitikan di negeri ini. Kiranya ungkapan berikut menjadi inspirasi keterlibatan umat Katolik dalam dunia politik.
“….Jangan biarkan orang lain mengambil keputusan mengenai nasibmu, tanpa kamu terlibat di dalamnya…” (Mgr. Alb. Soegijapranoto, SJ.)
Bukan hanya ungkapan di atas yang mengharuskan umat Katolik terlibat secara aktif. Beberapa Dokumen Gereja juga menyebutkan bahwa umat Katolik perlu belajar secara mendalam tentang politik.
  1. “Hendaknya orang-orang Katolik, yang mahir dalam bidang politik, dan sebagaimana wajarnya berdiri teguh dalam iman serta ajaran kristiani, jangan menolak untuk menjalankan urusan “tata dunia." (Bdk. Apostolicam Actuositatem, 14).
  2. “Mereka yang “cakap atau berbakat”  hendaknya menyiapkan diri untuk mencapai “keahlian politik”, yang sukar sekaligus amat luhur, dan berusaha mengamalkannya tanpa memperhitungkan kepentingan pribadi atau keuntungan materiil” (Gaudium et Spes, 75 ).
Karena dianjurkan oleh Gereja, umat Katolik yang terlibat dalam dunia politik sangat perlu memperhatikan visi keterlibatan politik kristiani. Visi tersebut adalah:
  1. memperjuangkan kebaikan umum (bonum commune) yang merupakan tujuan politik. 
  2. membangun suatu tatanan politik yang adil, beradab dan mengabdi pada kepentingan umum.
Dalam berpolitik hendaknya berpedoman kepada kearifan yang sudah teruji dari tokoh Gereja dan Pahlawan Nasional: Mgr. Albertus Soegijapranata SJ, yangmenyatakan: In Principiis Unitas, In Dubiis Libertas, In Omnibus Caritas, yang artinya: Dalam soal prinsip: persatuan, dalam hal-hal yang masih terbuka: kebebasan, dan dalam segala hal: kasih.

Kiat dan Strategi Keterlibatan

Setelah memahami landasan dasar, situasi dan isu politik, wejangan-wejangan yang sangat bermanfaat, termasuk landasan anjuran Gereja dari Dokumen Gereja, umat Katolik sangat perlu memperhatikan beberapa hal berikut sebagai kiat dan strategi keterlibatan dalam politik. Umat Katolik tidak boleh terbawa arus. Umat Katolik harus komit dengan visi keterlibatan kristiani seperti telah disebutkan di atas. Poin-poin berikut sangat membantu untuk menentukan sikap dalam dunia politik:
  1. Membangun kesadaran dan gerakan bersama:
    • Tahu dimana berada sekarang ini, sadar lingkungan (membaca tanda-tanda zaman);
    • Tahu kemana akan menuju, sadar visi dan sasaran (tahu dengan tepat apa yang harus dibuat);
    • Tahu bagaimana mencapai tujuan, sadar potensi (strategi dan komitmen).
  2. Membangun strategi internal:
    • Konsolidasi Komitmen Kristiani melalui Pendidikan politik Umat Katolik
    • Penguatan spiritualitas (Panggilan dan perutusan)
    • Pemantapan dan pemurnian motivasi (Bonum Commune)
    • Mempersembahkan  kader terbaik Katolik (kualifikasi dan integritas)
    • Membangun  “gerakkan bersama”, membangun soliditas dengan semangat pengorbanan).
  3. Mempersiapkan Kader:
    • Memahami  Politik secara benar (bukan sekedar jabatan, kuasa dan uang)
    • Memahami  sistem dan dinamika politik di Indonesia pada umumnya.
    • Memahami kondisi masyarakat: kondisi batin-psikologis dan kecenderungan sikap/pilihan politis mereka.
    • Merebut ruang publik dan ruang hati masyarkat.
    • Mantap  dan murni dalam motivasi  (dasarnya iman: panggilan dan perutusan, “menguduskan tata dunia” (politik) demi membangun kebaikan bersama dan kesejahteraan masyarakat.
    • Menempuh  cara-cara yang tidak bertentangan dengan ketentuan hukum/aturan dan melanggar tatanan moral.
    • Mengedepankan  kesatuan, kerukunan umat dan eksistensi  Gereja Katolik, dan jangan sebaliknya karena “ambisi” pribadi hal itu dikorbankan. Ingat, kedudukan/jabatan politik, bukan tujuan tetapi sarana, oleh karena itu jadikan sarana utk  “pemuliaan hidup” dan bukan menghacurkan.
Inilah beberapa poin penting yang dapat disarikan oleh KAIROS untuk para pembaca. Kiranya yang tidak hadir pada seminar kaum awam dapat membaca dan memahami. Jangan takut! Mari kita satukan hati, tekat dan komitmen untuk melibatkan diri dalam politik demi kebaikan bersama.

    Sekarang ini, zaman telah berubah. Bila era sebelumnya, subsidi dan hadiah itu sangat diagung-agungkan, apalagi bila itu diberikan oleh tokoh pemerintah atau pejabat yang sedang menjabat. Sesungguhnya, itu adalah bagian dari pembodohan yang telah berlangsung sehingga banyak orang mendambakan subsidi dan hadiah yang gratis itu.

    Bila seseorang meminta ikan, berikanlah dia pancing. Kalau langsung memberikan ikan, dia akan kembali meminta ketika ikan yang diberikan itu sudah habis. Tapi dengan memberinya pancing, dia akan berpikir bahwa untuk mendapatkan ikan, harus pergi memancing. Jadi, jika dia membutuhkan ikan lagi, dia akan pergi memancing dan tidak lagi kembali kepada pemberi pancing.

    Video berikut memberikan contoh yang paling nyata. Silahkan disimak.

    MKRdezign

    Formulir Kontak

    Nama

    Email *

    Pesan *

    Diberdayakan oleh Blogger.
    Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget