Pengertian Liturgi Secara Umum

Sejarah Awal Istilah Liturgi

Secara etimologis istilah liturgi berasal dari bahasa Yunani, yaitu leitourgia (leitourgia). Kata leitourgia ini berasal dari dua kata, leitos (leitos) kata sifat dari laos (laos) yang berarti bangsa, masyarakat atau negara, dan ergon (ergon) yang berarti karya, fungsi atau pelayanan. Sehingga leitourgia berarti fungsi umum atau proyek negara. Leitourgia juga berarti kerja atau pelayanan yang dibaktikan bagi kepentingan bangsa oleh pribadi-pribadi. Dalam masyarakat Yunani kuno, kata leitourgia itu menunjukkan karya pembaktian yang tidak dibayar, sumbangan orang yang kaya atau pajak untuk masyarakat atau negara. Dalam perkembangan pada zaman hellenistik, kata leitourgia mempunyai arti yang lebih luas, termasuk pelayanan yang dilaksanakan oleh para budak kepada majikan mereka dan juga perbuatan-perbuatan kecil yang mereka laksanakan terhadap teman-teman. Jadi kata leitourgia pada mulanya mempunyai arti profan-politis, dan bukan kultis seperti yang dipahami pada masa ini. Dan pada abad ke 4 SM, kata leitourgia semakin diperluas mencakup berbagai macam karya pelayanan.


Istilah leitourgia mendapat arti kultis sejak abad ke 2 SM, yang berarti pelayanan ibadat. Kata ini dipakai dalam penerjemahan Kitab Suci dari bahasa Ibrani ke bahasa Yunani (Teks Septuaginta). Teks Septuaginta memakai kata liturgi sebayak 170 kali untuk menunjuk ibadat kaum Lewi. Ini sesuai dengan pengertian ibadat kamu Lewi sebagai institusi ilahi yang dipercayakan kepada bangsawan Israel, para imam kaum Lewi.

Dalam Perjanjian Baru, kata liturgi muncul sebanyak 15 kali dengan berbagai variasi arti. Istilah ini dipakai untuk menunjuk fungsi duniawi para pemerintah (Rm. 13:6), pelayanan imamat Perjanjian Lama Zakaria (Luk. 1:23), kurban persembahan atau imamat Kristus dengannya Dia menjadi leitourgos (Ibr. 8:1), kurban rohani orang-orang kristen (Rm 15:60, ibadat orang-orang Kristen “yang merayakan liturgi kepada Tuhan” di Antiokhia (Kis. 13:2). Penggunaan kata liturgi yang bervariasi juga mempunyai beberapa makna yang berbeda-beda. Kis. 13:2 adalah satu-satunya teks Perjanjian Baru yang menggunakan kata liturgi menurut arti yang biasa kita mengerti pada masa sekarang yakni untuk menunjuk ibadat atau doa kristiani. Dari sinilah muncul nama yang kemudian hari disebut liturgi kristen. Dan kesimpulannya menunjukkan bahwa kata liturgi dalam Perjanjian Baru dihubungkan dengan pelayanan kepada Allah dan sesama. Pelayanan kepada Allah dan sesama itu tidak terbatas pada kegiatan ibadat saja, tapi juga pada aneka bidang kehidupan lain. Akan tetapi istilah liturgi dalam Perjanjian Baru tidak menunjuk pada pelayanan kultus dari pemimpin jemaat Kristen, sebab pemahaman tentang imamat Perjanjian Baru tidak lagi berdasar pada imamat Perjanjian Lama. Bila dalam Perjanjian Lama imamat dihubungkan dengan imamat kaum Lewi, dalam Perjanjian Baru satu-satunya imam adalah Yesus Kristus. Perjanjian Baru mengenal satu imamat saja, yaitu imamat Yesus Kristus. Sedangkan imamat umum dan imamat khusus yang diterima umat Allah selalu merupakan partisipasi pada imamat Yesus Kristus.

Penulis-penulis Kristen pertama meneruskan arti liturgi sebagai ibadat atau doa kristiani. Uskup-uskup dan diakon-diakon melaksanakan liturgi para nabi dan para guru, sehingga kultus Kristen tetap berdasar pada kebudayaan Yahudi yang dipengaruhi oleh kultus kaum Lewi. Tetapi dalam kekristenan, istilah liturgi secara total mendapat arti baru dalam relasi dengan imamat Kristus.

Dalam Perkembangan Gereja Selanjutnya

Di Gereja Timur, liturgi dimengerti hanya sebatas menunjuk kultus orang kristen pada umumnya dan perayaan ekaristi pada khususnya. Akan tetapi di Gereja Barat yang berbahasa Latin, istilah liturgi lama tidak dipakai, dan diganti dengan istilah officia divina, opas divinum atau minister, obsequium, caeremonia, munus, servus, sacri dan ecclesia ritus.

Istilah liturgi kembali dikenal dalam Gereja Barat pada abad ke enam belas, karena pengaruh Gereja-gereja Reformasi yang memakai istilah liturgi dalam arti luas yaitu ibadat Gereja. Kata liturgi muncul pertama kali dalam dokumen resmi dalam bahasa Latin pada masa Paus Gregorius XVI (abad ke delapan belas) dan menjadi istilah resmi sejak Paus Pius X (1903 – 1914) dan Kitab Hukum Kanonik 1917. Kemudian Paus Pius XII (1947) menggunakan kata liturgi dalam ensiklik Mediator Dei dan Konsili Vatikan II membakukan istilah liturgi dalam konstitusi Sacrosanctum Consilium untuk menyebut perayaan iman.

Liturgi menurut Mediator Dei

Paus Pius XII dalam ensiklik Mediator Dei sebagai ensiklik peletak dasar liturgi suci memberikan definisi klasik yaitu liturgi sebagai ibadat umum (bersama) yang dihantar kepada Bapa oleh penyelamat kita sebagai Kepala atas Gereja sama seperti ibadat komunitas beriman dihantar kepada pendirinya dan melalui Dia kepada Bapa (no. 20). Dalam ensiklik ini ditekankan bahwa liturgi adalah kebaktian Gereja sebagai Tubuh Mistik Kristus. Kristus bertindak sebagai imam agung, satu-satunya pengantara kita kepada Bapa. Namun Kristus tidak bertindak sendirian, Dia bertindak bersama Gereja, Kristus sebagai Kepala atas tubuh-Nya dan di dalam Kristus seluruh tubuh ikut bertindak.

Liturgi menurut Konsili Vatikan II

Konsili Vatikan II tidak memberikan arti liturgi secara definitif, akan tetapi membuahkan pemahaman yang mendalam yang dirangkum dalam dokumen Konstitusi Sacrosanctum Concilium. SC 7 menyatakan liturgi sebagai pelaksanaan tugas imamat Yesus Kristus; sebagai ibadat umum yang seutuhnya oleh Tubuh Mistik Kristus, yakni Kepala beserta para anggotanya, sebagai karya Kristus sang Imam serta tubuh-Nya yakni Gereja. Nilai yang penting dan fundamental dari liturgi adalah kehadiran Kristus dalam ekaristi, dalam sakramen-sakramen, Sabda Allah dan dalam liturgi harian. Liturgi dipandang sebagai pelaksanaan tugas imamat Yesus Kristus, di dalamnya pengudusan manusia dilambangkan dengan tanda-tanda lahir serta dilaksanakan dengan cara yang khas bagi masing-masing.

Menurut SC 7, liturgi mempunyai dua tujuan yaitu pemuliaan Allah dengan secara sempurna (ascending structure) dan pengudusan mereka yang merayakan (descending structure). Manusia sendiri tidak bersifat pasif, tetapi dituntut untuk mendengar dan percaya. Karya Allah yang menyelamatkan dijawab dengan pujian seluruh Gereja bersama Kristus di dalamnya. Jadi, liturgi bisa diartikan sebagai tindakan Yesus Kristus, Imam Agung, bersama Gereja-Nya untuk keselamatan manusia dan pemuliaan Allah yang ada di surga. Dalam liturgi terjadilah dialog antara Allah dengan manusia.

Culmen et Fons

Dalam SC 10 yang diinspirasikan oleh Mediator Dei, liturgi diartikan sebagai puncak yang dituju oleh kegiatan Gereja, dan sekaligus sumber segala daya kekuatannya. Gereja berusaha agar semua orang melalui iman dan baptis menjadi putra-putri Allah, berhimpun menjadi satu, meluhurkan Allah di tengah Gereja, ikut serta dalam Kurban dan menyantap perjamuan Tuhan. Inilah liturgi sebagai culmen atau puncak. Dari pihak lain, liturgi mendorong agar sesudah dipuaskan dengan sakramen-sakramen, Gereja menjadi sehati sejiwa dalam kasih, mengamalkan dalam hidup sehari-hari apa yang mereka peroleh dalam iman. Liturgi menjadi fons atau sumber kekuatan untuk hidup sehari-hari.

Subyek Liturgi

Menurut SC 7, yang menjadi subyek atau pelaku liturgi adalah Kepala dan para anggota Tubuh Mistik Kristus, yaitu Yesus Kristus dengan Gereja. Sehingga liturgi merupakan tindakan Kristus sekaligus tindakan Gereja. Namun, agar aspek pneumatologis juga berperan di dalamnya, kiranya lebih tepat mengartikan liturgi sebagai perayaan misteri karya keselamatan Allah bagi manusia dalam Kristus, yang dilaksanakan oleh Yesus Kristus, sang Imam Agung bersama Gereja-Nya, dalam ikatan Roh Kudus.

Penutup

Liturgi merupakan suatu pertemuan personal, yaitu pribadi-pribadi manusia bertemu dengan ketiga Pribadi ilahi seturut peranan tiap-tiap Pribadi dalam sejarah keselamatan. Pribadi-pribadi manusia yang bersatu dalam Gereja memuliakan Allah Bapa yang menyelamatkan, bersama dengan Yesus Kristus sang Kepala Gereja dalam ikatan Roh Kudus. Liturgi menghadirkan kepada kita sejarah keselamatan, yang di dalamnya kasih Allah yang menyelamatkan kita alami dalam Putra-Nya melalui Roh Kudus. Melalui liturgi inilah, misteri Kristus diwartakan kepada semua orang agar dapat menghayati misteri tersebut dengan sepenuhnya. Dalam setiap liturgi, Roh Kuduslah yang sesungguhnya mengumpulkan semua umat di dalam satu tubuh untuk menuju keselamatan.

Penulis: Andro Sipayung
Sumber: https://andosipayung.wordpress.com/2013/12/28/pengertian-liturgi/

Daftar Pustaka


  1. Brevoort, Benitius, Dr. OFM Cap., Liturgi, Parapat: 1976.
  2. Budi Purnomo, Aloys, Pr., Merayakan Iman dalam Ibadah dan Doa Bersama, Medan: Penerbit Bina Media, 2000.
  3. Dokumen Konsili Vatikan II, terjemahan oleh R. Hardawiryana, SJ., Jakarta: Obor, 1993.
  4. Komisi Liturgi KWI, Liturgi: Gereja Merayakan Yesus Kristus, Suatu Pengantar Liturgi, Yogyakarta, 1989.
  5. Kusno, Suhendro, Arti dan Makna Liturgi, dalam majalah Ekawarta: Forum Komunikasi KWI, edisi Juni, no. 3/X/1990.
  6. Lang, Jovian P., OFM, Rev., Dictionary of the Lyturgy, New York: Catholic Book Publishing, 1989.
  7. Martasudjita, E., Pr., Pengantar Liturgi, Yogyakarta: Kanisius, 1999.
  8. Sembiring, Johannis, Lic. S. Lit., OFM Cap., Introduksi Liturgi (Diktat Kuliah), tanpa tahun.

Posting Komentar

[blogger]

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget