Juni 2011

Setiap orang Kristen dipanggil kepada kekudusan, untuk menjadi kudus seperti Allah yang kudus ada-Nya. Dalam pengalaman hidup umat beriman, sering terjadi penyangkalan atau pengingkaran terhadap panggilan tersebut, dengan adanya dosa. Dosa menjauhkan manusia dari kekudusan, Allah sendiri dan mendekatkannya kepada maut atau kebinasan. Dalam hal ini, tujuan pertobatan orang beriman adalah kembali kepada kudus, kembali kepada jalur keselamatan. [ref name="Lumen Gentium"]Lumen Gentium, art. 40[/ref]

Ketika manusia berbuat dosa, ia melukai relasi pribadinya dengan Allah. Luka akibat dosa itu menggerogoti kehidupan manusia dan merugikan dirinya sendiri. Ia menjauhkan diri dari keselamatan dan mendekatkan diri kepada kebinasaan. Jiwa yang terluka membutuhkan penyembuhan agar mampu menerima rahmat dari Allah.

Dalam Gereja Katolik, terdapat sarana yang mampu menyembuhkan jiwa dengan rahmat yang lahir dari kerahiman Allah, yakni SAKRAMEN TOBAT. Sakramen Tobat bahkan mampu memberikan kesembuhan secara fisik, psikis, sosial dan pelepasan dari kuasa roh jahat. [ref name="bkl"]Bahan Katekese Liturgi, Bulan Liturgi Nasional 2011, hlm. 37[/ref]

Inilah yang menjadi gagasan pokok dalam mendalami Liturgi Yang Menyembuhkan Bagian I. Topik ini secara khusus mengambil misi: Mensosialisasikan Sakramen Tobat. Sakrament Tobat bukanlah hal yang baru dalam Gereja Katolik. Sakramen Tobat adalah salah satu sakramen dari ketujuh sakramen yang ada dalam Gereja Katolik.

Meskipun Sakramen Tobat bukan hal yang baru, Gereja tetap harus memberikan pemahaman tentang Sakramen Tobat ini kepada umat. Masih banyak umat yang mengerti Sakramen Tobat, tetapi jarang menerimanya. Banyak umat yang tahu Sakramen Tobat, tapi tidak memahaminya sebagai bagian dari Liturgi.

Karena begitu pentingnya Sakramen Tobat, Gereja mewajibkan setiap umat beriman menerimanya melalui 5 Perintah Gereja: Setiap umat beriman wajib mengakui dosanya sekurang-kurangnya sekali dalam setahun. Dalam Katekismus Gereja Katolik, Sakrament Tobat dikenal juga sebagai Sakramen Penyembuhan. Sakrament Tobat atau Sakramen Penyembuhan merupakan sarana yang diberikan Gereja bagi umatnya untuk memperoleh kesembuhan dari luka-luka dirinya sendiri, luka gereja dan luka dalam hubungannya dengan Tuhan akibat dosa-dosanya. [ref name="kgk"]Katekismus Gereja Katolik 1421[/ref].

Bagaimana Cara Mengaku Dosa

Ada dua unsur penting dalam Sakramen Tobat, yakni, tindakan orang yang datang dan bertobat melalui karya Roh Kudus dan pengampunan dosa dari Imam yang bertindak atas nama Kristus untuk memberikan pengampunan, menentukan cara untuk berbuat silih atas dosa-dosa yang diperbuatnya.

Orang yang datang dan bertobat melalui karya Roh Kudus dikenal dengan sebutan peniten. Seorang peniten  harus melakukan pemeriksaan batin yang saksama, melakukan pengakuan dosa, baik dosa berat maupun dosa ringan. Sebagai buah dari tindakan ini, peniten mendapatkan absolusi dari imam. Dengan absolusi, peniten berdamai kembali dengan Allah, karena itu juga berarti pengampunan dosa-dosa, dan berdamai kembali dengan Gereja; pemulihan keadaan rahkmat jika keadaan itu hilang karena dosa, penghapusan hukuman kekal karena dosa-dosa berat dan penghapusan , paling sedikit untuk sebagian, hukuman sementara akibat dosa. Sakramen ini juga memberikan kedamaian, ketenangan suara hati, penghiburan rohani, dan bertambahnya kekuatan rohani untuk berjuang dalam kehidupan Kristen.

Mengapa Harus di Hadapan Imam?

Mengakui kesalahan atau dosa dapat dilakukan di mana dan kapan saja. Tentu saja pengertian ini mengarah pada pengakuan pribadi di hadapan Tuhan. Dalam Gereja Katolik, kuasa untuk "mengikat" dan "melepaskan" orang dari hukuman akibat dosa hanya diberikan kepadakaum tertahbis, yakni tahbisan imamat. Yesus telah memberi kuasa untuk "mengikat" dan "melepaskan" kepada Petrus, yakni kuasa untuk menghukum dan melepaskan orang dari hukuman. Wewenang dan tugas para rasul ini dilanjutkan oleh para Uskup. Para Uskup memberikan mandat, berkat tahbisan dan yurisdiksi, kepada para imam untuk memberi absolusi dalam Sakramen Tobat.[ref name="kgk"]Kitab Hukum Kanonik, Kanon 966[/ref]. Dalam Sakramen Tobat, imam bertindak sebagai hakim, dokter atau tabib. [ref name="khk"]Kitab Hukum Kanonik, Kanon 978[/ref].

Berdasarkan uraian di atas, Sakrament Tobat dianggap sah bila ada peniten, imam dan absolusi. Tanpa absolusi, Sakramen Tobat tidak sah. Inilah yang menjadi alasan utama, mengapa pengakuan dosa harus di hadapan Imam.

Apa hubungannya dengan Liturgi

Sebagaimana telah dijelaskan pada tulisan sebelumnya bahwa orang yang sehat tidak mempunyai hambatan untuk melakukan apa saja di hadapan Allah. Orang yang mendapatkan penyembuhan, berarti orang sehat. Sakramen Tobat adalah salah satu cara untuk mendapatkan penyembuhan agar sehat dalam segi psikis dan rohani/spiritual. Dengan Kesehatan yang dimilik, umat beriman dapat berpartisipasi dalam Liturgi dengan baik.

Setelah kita memahami apa yang dimaksud dengan liturgi pada pertemuan kedua Bulan Liturgi Nasional 2011, kita membicarakan hubungan antara Liturgi dan Kesehatan.

Kesehatan manusia bukan sekedar vitalitas badaniah atau hanya dipahami dalam arti kesehatan badan. Konsep tentang kesehatan mesti dipahami secara holistik sebagai kesejahteraan badan, mental, spiritual dan sosial yang seutuhnya dan sepenuhnya. Dengan konsep ini kita dapat memahami bahwa liturgi berhubungan erat dengan dengan masalah kesehatan.[ref name="liturgi dan kesehatan"]Bahan Katekese Liturgi Bulan Liturgi Nasional 2011, hal. 24[/ref]


Sebelum kita melanjutkan pendalaman ini, kita melihat sejenak apa yang dimaksud dengan kesehatan.

Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pemeliharaan kesehatan adalah upaya penaggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan termasuk kehamilan dan persalinan. [ref name="wiki"]Wikipedia: Definisi Kesehatan[/ref]

Orang yang sehat berarti tidak sakit atau tidak mempunyai hambatan untuk melakukan sesuatu. Orang yang sehat pasti dapat meraih segala keinginannya karena dia tidak mempunyai kesulitan ekonomi, gangguan jiwa, keterasingan dan bahkan dia mampu menciptakan sesuatu yang baru demi memenuhi kebutuhannya. Sebalikanya, bila orang tidak sehat, dia akan menghadapi kesulitan-kesulitan dalam aspek-aspek yang disebutkan di atas.

Tentu kita bertanya, apa hubungannya dengan Liturgi yang sedang kita dalami bersama. Ada tiga hal yang dapat kita lihat berhubungan dengan Liturgi dan Kesehatan.

1. Kesehatan Peraya Liturgi   -------->  Liturgi
Seperti telah kita ketahui bahwa "Liturgi merupakan partisipasi kita dalam doa Kristus". Oleh karena itu, partisipasi kita menuntut pengorbanan, kesanggupan, kelayakan dan keinginan kita untuk melakukannya. Dari uraian ini, kita dapat melihat bahwa kesehatan peraya liturgi sangat mendukung kegiatan liturgi. Karena peraya liturgi tidak mempunyai gangguan dalam jiwanya, tidak mempunya beban dalam pikirannya, tidak mempunyai masalah pada fisiknya, tentu saja dia dapat berpartisipasi dengan baik dalam liturgi. Sebagai contoh: dia sanggup bernyanyi dengan baik, sanggup berdoa dengan lantang, sanggup menjadi pelayan liturgi, sanggup menempatkan diri dan mengambil sikap liturgi seperti berdiri, berlutut, membungkuk dan lain sebagainya.

Kalau demikian, bagaimana dengan orang sakit? Gangguan kesehatan yang dimiliki pun sangat berpengaruh terhadap liturgi. Peraya liturgi yang sakit mempunyai kerinduan tinggi untuk mendekatkan diri kepada Tuhan lewat liturgi. Mereka percaya bahwa dengan demikian mereka akan memperoleh kesembuhan berkat penyelenggaraan ilahi, kemurahan ilahi dan peneguhan ilahi.

Baik orang sehat, maupun orang tidak sehat tetap mempunyai peranan dan pengaruh penting dalam liturgi itu sendiri. Dan tentu saja, semua harus bertitik tolak dari kesegaran, kesehatan dan kedalaman imannya.

2. Liturgi   ------->  Kesehatan
Liturgi menyajikan "santapan" yang "bergizi tinggi"  bagi umat beriman. Liturgi adalah sumber dan puncak kehidupan Gereja. Dari padanyalah umat menimba kekuatan, buah-buah rahmat yang dibutuhkan untuk kesehatan jiwa dan raganya. [ref name="sc"]Sancrosanctum Concilium (SC), art. 13[/ref] Dalam liturgi, umat beriman mendapatkan santapan "Sabda" yakni Firman Tuhan dan santapan dengan menu Tubuh dan Darah Krsitus.

Selain itu, liturgi juga menyajikan kesembuhan bagi umat beriman yang ditandakan dalam Sakramen Tobat dan Pengurapan orang sakit. Begitu kayanya liturgi kita sehingga kebutuhan kita pun terjawab di dalamnya bila kita ber-liturgi dengan baik dan tepat.

3. Kesehatan Peraya   <------->  Liturgi   <---------> Peraya Liturgi
Orang yang mereyakan liturgi, menimba kesehatan dari liturgi itu sendiri. Dan akhirnya, kesehatan itu membuat dia mampu untuk melakukan usaha-usaha yang tepat untuk mendapatkan kesehatan yang sempurna. Liturgi menjadi inspirasi untuk usaha-usaha kesehatan peraya. Pola hidup, pola pikir, pola tingkah laku dapat diobah ketika dalam liturgi disajikan santapan "Sabda" yang mencerahkan, menyadarkan dan mewartakan. "Nemo dat quot non habet" adalah istilah dalam bahasa Latin yang mengatakan bahwa "tidak ada seorang pun sanggup memberikan sesuatu yang dia tidak miliki". Agar kita dapat memberikan sesuatu tentang kesehatan bagi umat beriman, kita harus terlebih dahulu memiliki kesehatan itu. Karena kita sudah dianugerahi kesehatan oleh Dia Sang Pemberi Kesehatan, maka kita pun wajib membagikan kesehatan itu kepada orang lain. Semua usaha-usaha yang kita tempuh dalam mendapatkan dan membagikan kesehatan, berinsiparisikan Liturgi yang baik dan tepat.

Berdasarkan tiga hal di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa betapa pentingnya Kesehatan untuk Liturgi dan Liturgi untuk Kesehatan. Kesehatan dalam pengertian "kesempurnaan" ini hanya diperoleh dengan cara berpartisipasi dalam doa dan karya Kristus.

Beberapa kalimat singkat berikut dapat menjadi insipirasi dalam mengembangkan materi ini:
  1. Kerusakan yang terjadi di mana-mana, bertentangan dengan kehendak Allah saat dia menciptakannya "baik adanya". Oleh karena itu, mari kita perbaiki dengan mengambil bagian dalam usaha dan karya Allah itu sendiri melalui Liturgi.
  2. Perpecahan, peperangan, saling mengucilkan dan lain-lain yang berhubungan dengan kehidupan sosial, adalah akibat dari kelalaian kita. Marilah kita membangun kembali kesatuan itu dengan berpartisipasi dalam kebersamaan seturut teladan Kristus, melalui Liturgi. Dalam Liturgi, kita dipersatukan. Kita menjadi satu dan tidak ada pembedaan golongan, kelas, kasta dan lain-lain.
  3. Bila anda ekstrim menerima istilah "Sakit adalah akibat dari dosa", marilah sekarang kita mendapatkan penyembuhan yang datang dari pada-Nya, melalui Liturgi yang baik dan benar.

Ilustrasi dari jpicofmindonesia.com
"Saudara-saudaraku, marilah kita melihat alam sebagai saudara juga, karena dalam alam, kita dapat melihat kehadiran Allah Sang Pencipta".[ref name="Frans"]St. Fransiskus Assisi, Pelindung Ekologi[/ref]  Kurang lebih demikianlah ajakan St. Fransiskus dari Assisi kepada pengikut-pengikutnya untuk menghargai alam sebagai saudara. Sikap penghargaan terhadap lingkungan ini, St. Fransiskus Assisi, Pelindung Lingkungan Hidup, mengarang sebuah lagu "Gita Sang Surya" yang seluruh pesannya menempatkan alam, api, matahari, bulan, bintang, bahkan maut sebagai saudara. St. Fransiskus tidak menempatkannya sebagai sesuatu yang harus dilawan, harus ditaklukan, atau harus dilawan. [ref name="Kapusin"]Ada baiknya anda membaca tulisan pada website Kapusin Propinsi Pontianak. Klik di sini.[/ref]

Bahan Pendalaman BLN 2011, pada sub-tema kedua, mengetengahkan tema Liturgi dan Ekologi. Setelah kita memahami banyak tentang Liturgi, pasti kita mampu melihat nilai-nilai liturgi itu dalam hubungannya dengan ekologi.  Kalau demikian, kita pun perlu mengetahui arti ekologi itu. Ekologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme dengan lingkungannya dan yang lainnya. Berasal dari kata Yunani oikos ("habitat") dan logos ("ilmu"). Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya. Istilah ekologi pertama kali dikemukakan oleh Ernst Haeckel (1834 - 1914)[ref name="ekologi"] Hutagalung RA. 2010. Ekologi Dasar. Jakarta. Hlm: 20-27.[/ref]  Dalam ekologi, makhluk hidup dipelajari sebagai kesatuan atau sistem dengan lingkungannya. [ref name="wiki"]Wikipedia, Ensiklopedi Bebas[/ref]

Dengan pengertian di atas, dalam Ekologi kita dapat melihat secara keseluruhan cakupan-cakupan yang masuk dalam Lingkungan Hidup kita. Lingkungan Hidup tidak boleh kita terjemahkan pada satu ekosistem saja. Tetapi kita harus melihat secara keseluruhan jagat raya ini sebagai Lingkungan Hidup. Lingkungan Hidup sanggup memberikan kepada kita simbol-simbol kehadiran Allah. Simbol-simbol itu dapat membantu kita dalam usaha mendekatkan diri kepada Dia sang Pencipta.

Hubungan Liturgi dan Ekologi pada pendalaman tema BLN 2011 lebih menekankan Lingkungan Hidup sebagai Sarana Berliturgi yang baik dan berkenan kepada Allah. Simbol-simbol yang disediakan oleh alam seperti air, bunga, pohon, batu dan lain sebagainya merupakan sarana bagi kita untuk melihat kehadiran Allah dalam karya penyelamatan. Sebagai contoh: air adalah sebagai tanda mutlak dalam "Sakramen Pembabtisan". Bila anda dibaptis dengan air yang tidak bersih dan kena polusi, apakah anda bisa melihat kehadiran Allah dalam air tersebut? Jawabannya pasti "tidak" bukan?

Sama halnya dengan simbol-simbol alam yang lainnya. Bila simbol-simbol tersebut rusak, kotor, bahkan jorok dan tidak layak menurut pandangan kita manusia, bagaimana mungkin simbol-simbol tersebut sanggup membawa kita dalam suasana bersatu dengan Allah. Bila bunga-bunga yang menghiasi Altar disusun dalam bunga-bunga imitasi, bunga plastik, bagaimana kita dapat mengatakan bahwa ciptaan Allah itu indah dan segar?

Kalau demikian, apakah umat Kristiani harus menyembah batu atau air, karena Allah ada disana? Tidak demikian. Manusia religius tidak menyembah batu atau pohon sebagai yang Kudus, tetapi manusia religius harus sanggup melihat bahwa batu atau pohon itu memanifestasikan yang Kudus.[ref name="buku"]Bahan Katekese Liturgi, Bulan Kitab Suci Nasional 2011, hal. 11[/ref]

Pendalaman Bulan Liturgi Nasional 2011, mengajak seluruh umat memperhatikan lingkungan hidup karena di dalam lingkungan hidup Allah pun tinggal. "Jagat raya merupakan jejak kaki Allah, yang menandakan kehadiran Allah di antara manusia".[ref name="bona"]St. Bonaventura, Pengikut St. Fransiskus dari Assisi[/ref]

Dengan pengantar singkat di atas, mari kita mendalami lagi Liturgi dan Ekologi melalui pertanyaan berikut:
  1. Ketika Allah menciptakan langit dan bumi beserta isinya, apakah yang ditugaskan Allah bagi manusia?
  2. Sebutkan beberapa contoh kerusakan lingkungan hidup yang terjadi di sekitar lingkungan anda?
  3. Apa yang dapat kita lakukan untuk ikut serta dalam menciptakan lingkungan hidup yang bersih dan sehat?
  4. Apakah lingkungan hidup yang kita diami saat ini mampu mengantar kita untuk menyadari kehadiran Tuhan dalam alam ciptaan-Nya?

Rapat Dewan Pleno Komisi Liturgi KWI Tahun 2001, sebelas tahun yang lalu, memutuskan perlunya pendalaman liturgi dengan program yang teratur. Komisi Liturgi KWI menetapkan bulan Mei sebagai Bulan Liturgi Nasional. Bahan pendalaman katekese liturgi untuk kegiatan pada bulan ini di susun oleh Komisi Liturgi KWI dan Komisi Liturgi Keuskupan-keuskupan secara bergantian.

Tema katekese liturgi untuk Bulan Liturgi Nasioanl 2011 adalah "Liturgi dan Kesehatan". Bahan katekese liturgi ini disiapkan oleh Komisi Liturgi Keuskupan Agung Merauke. Persiapan bahan tahun ini secara khusus diprakarsai oleh P. Bernardus Boli Ujan, SVD dan Tim Komlit K.A Merauke.[ref name="1"]Bahan Katekese Liturgi Nasional 2011, LITURGI DAN KESEHATAN, Komisi Liturgi KWI[/ref]

Bahan tahun ini mengetengahkan tema : LITURGI DAN KESEHATAN, yang kemudian dibagi dalam beberapa sub-tema yakni:
  1. Lingkungan dan Lingkungan Hidup (Ekologi)
  2. Litrugi dan Kesehatan
  3. Liturgi Yang Menyembuhkan I (Sosialisasi tentang Sakramen Tobat)
  4. Liturgi Yang Menyembuhkan II (Sosialisasi tentang Sakramen Pengurapan Orang Sakit)

Melihat struktur pembagian tema tahun ini, sebagai salah satu Tim Pastoral di Paroki Katedral St. Maria Palangka Raya mengatakan bahwa tema ini sangat bermanfaat untuk memperdalam pengetahuan umat tentang liturgi dan kesehatan. Namun, berdasarkan latar belakang pengetahuan umat di Paroki Katedral Palangkaraya tentang liturgi yang masih sangat kurang, saya mencemaskan nantinya bahan ini tidak sesui dengan harapan. Alasan saya adalah bila pemahaman tentang liturgi itu sendiri sangat kurang, bagaimana mungkin bisa melihat relevansi liturgi itu ke ekologi, kesehatan dan penyembuhan.

Karena pertimbangan ini, Tim Pastoral Paroki Katedral Palangka Raya menyetujui untuk menerjemahkan bahan dari KWI ini sesuai dengan kebutuhan umat setempat. Kalau bahan dari KWI menyediakan 4 sub-tema, Tim Pastoral Paroki Katedral Palangka Raya harus menyiapkan satu sub-tema lagi sebelum pertemuan pertama. Isi dari sub-tema yang dimaksud adalah : memperkenalkan liturgi secara umum kepada umat, termasuk komponen-komponen litrugi itu sendiri. Setelah umat mempunyai pemahaman yang cukup tentang liturgi, barulah mulai mendalami bahan yang dibuat oleh KWI.

Semoga Bulan Kitab Suci Nasional 2011 membawa dampak besar bagi kehidupan iman umat Katolik di seluruh Indonesia, secara khusus di Paroki Katedral St. Maria Palangka Raya.

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget