PALANGKA RAYA, LP3K -  Pada tanggal 5-7 Maret 2015 telah dilaksanakan penataran musik liturgi se-Keuskupan Palangka Raya.  Pertemuan berlangsung di Wisma Unio, Jl. Tjilik Riwut Km. 6. Pertemuan ini dihadiri oleh perwakilan dari 20 paroki di Keuskupan Palangka Raya dengan jumlah 67 orang peserta termasuk panitia.
Foto oleh Fidelis Harefa

Pertemuan dibuka dengan Perayaan Ekaristi pada tgl 5 Maret 2015 Pk. 18.00 WIB, yang dipimpin oleh Bapa Uskup, Mgr. Aloysius AM Sutrisnaatmaka, MSF, didampingi oleh Rm I Ketut Adi Hardana, MSF – selaku Ketua Panitia dan Rm Andreas Novem, OCarm – selaku Ketua Komisi Liturgi Keuskupan. Dalam kotbahnya, Bapa Uskup menekankan pentingnya musik liturgi dalam kaitannya dengan keseluruhan liturgi Gereja. Musik yang dipersiapkan dan dinyanyikan dengan baik dengan memperhatikan suasana perayaan yang dirayakan dapat membantu umat dalam merayakan liturgi dengan baik; dengan kata lain, dapat mengangkat jiwa umat kepada Allah. Maka tepatlah ungkapan yang mengatakan “qui bene cantat, bis orat”, siapa yang menyanyi dengan baik sama dengan berdoa dua kali.

Ada beberap hal penting yang menjadi simpulan dari pertemuan ini:
  1. Dalam sesi pengantar, Bapa Uskup menekankan 2 hal penting. Pertama: pengertian liturgi secara umum. Dalam bagian ini ditekankan bahwa liturgi adalah perayaan bersama (communal), bukan perayaan privat. Oleh karena itu, liturgi dirayakan secara bersama dalam kebersamaan dengan seluruh umat. Kedua, liturgi dalam pengertian yang sesungguhnya mengarahkan umat kepada kedekatan dengan Allah, dan dalam arti itu menguduskan umat; dari sisi lain, liturgi berfungi sebagai sarana pemuliaan Allah. Oleh karena itu, kalau memungkinkan, liturgi sedapat mungkin dirayakan dengan meriah, dengan iringan lagu-lagu liturgi yang sesuai dengan event yang dirayakan.
  2. Rm. A. Garin, MSF, sebagai nara sumber pada pertemuan ini menyampaikan pengantar umum tentang musik liturgi, peran dan tempat musik liturgi dalam keseluruhan liturgi Gereja, inkulturasi dan panorama praktik musik liturgi di paroki-paroki. Dalam bagian pengantar musik liturgi ditekankan perlunya memilih, mempersiapkan dan menyanyikan lagu yang dipakai dengan baik. Pilihan dan persiapan lagu yang baik akan membantu menciptakan keheningan dalam seluruh perayaan liturgi dan dengan demikian membantu umat menghayati liturgi dengan baik. Oleh karena itu, setiap lagu yang dipilih harus disesuaikan dengan masa dan event yang dirayakan, demikian juga cara menyanyikannya, harus sesuai dengan jiwa/roh dari setiap lagu. Bila roh dari lagu itu adalah gembira, maka cara menyanyikannya pun harus dengan riang gembira, dan bukan dengan sedih; demikian sebaliknya.
  3. Dalam kaitan dengan itu, juga disampaikan mengenai peran dan fungsi Dirigen dalam musik liturgi. Dirigen diharapkan berperan sebagai pemimpin yang mengarahkan anggota koor dan umat untuk menyanyikan lagu sesuai dengan birama dan tempo dari lagu yang bersangkutan. Karena perannya sebagai “pemimpin”, maka seorang Dirigen diharapkan tidak melakukan banyak gerakan yang tidak berfungsi dan tidak terkait dengan tugasnya sebagai pemimpin lagu.
  4. Dalam praktik liturgi, harus diakui bahwa masih banyak penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hal penggunaan lagu dalam liturgi Gereja. Selain pemilihan lagu yang kurang tepat, cara menyanyikan tidak sejalan dengan roh dari lagu itu, juga pengucapan atau vocal yang tidak jelas. Dengan praktik semacam ini, lagu liturgi justru tidak membantu, tetapi justru “mengacaukan” kehikmadan perayaan yang sedang dirayakan. Untuk itu, sangat diharapkan bahwa lewat penataran musik liturgi ini, umat akan semakin terbantu untuk dapat merayakan liturgi dengan lebih baik, sehingga akan tercapai 2 maksud liturgi: pemuliaan Allah dan pengudusan Allah.
  5. Dalam sesi diskusi, Fidelis Harefa sebagai pemandu diskusi menyampaikan bahwa dalam memahami liturgi secara baik dan benar, sangat diharapkan umat meluangkan waktu untuk membaca banyak tentang liturgi mengingat sangat terbatasnya kesempatan sosialisasi tentang liturgi yang baik. Tentu saja hal ini erat hubungannya dengan kegiatan kerasulan liturgi yang sangat minim kepada umat. Dalam era teknologi yang semakin canggih, harusnya umat memanfaatkan media-media yang menyajikan banyak hal tentang liturgi sehingga dapat menambah wawasan dalam memahami liturgi secara baik dan benar.
Sebagai ahkir dari pertemuan, dilaksanakan MUSDA pembentukan Lembaga Pembinaan dan Pengembangan PESPARANI Katolik sebagai tindak lanjut dari kegiatan penataran liturgi.