September 2016

Tema Bulan Kitab Suci Nasional tahun 2016 adalah Keluarga yang Bersaksi dan Mewartakan Sabda Allah. Tema umum ini akan ditutup dengan sub tema pada pertemuan terakhir yaitu Bersaksi dan Mewartakan di Tengah Masyarakat. Tugas utama seorang murid Kristus adalah ikut ambil bagian dan dalam tugas pewartaan kabar gembira di tengah masyarakat. Oleh karena itu, marilah kita dalami tema ini bersama melalui teks Kitab Suci yang diambil dari Injil Matius 5:13-16, yaitu tentang Garam dan Terang Dunia. Pesan Yesus dalam perikop ini sangat sederhana, namun mengandung makna yang sangat mendalam. Yesus mengharuskan kita semua sebagai murid-murid-Nya untuk menjadi garam dan terang dunia.

Menjadi garam dunia. Dalam kehidupan sehari-hari tentu kita sudah akrab dengan garam. Garam mengandung banyak fungsi yang membawa kebaikan. Garam biasa digunakan sebagai bumbu dasar untuk memberi rasa yang enak pada masakan. Garam bisa digunakan untuk mengawetkan bahan makanan. Dalam Kitab Suci ditunjukkkan juga berbagai fungsi dari garam, antara lain: Garam menjadi bahan utama dalam persembahan (Im. 2:13 dan Yeh. 43:24). Garam disebut dalam “pernjanjian garam” (Bil. 18:19; Im. 2:13; 2Taw. 13:5), hal ini berkaitan dengan fungsi garam sebagai pengawet dan membuat makanan bertahan lama. Garam berguna untuk menyucikan air (2Raj. 2:19-23). Garam juga dihubungkan dengan perdamaian (Mrk. 9:50), hal ini berhubungan dengan perjanjian garam, orang diikat dalam janji untuk saling setia. Mungkin masih banyak fungsi lain yang belum kita ketahui dalam penggunaan garam. Dalam konteks kemuridan Yesus, menjadi garam dunia berati berani menunjukkan identitas sebagai murid Yesus kepada masyarakat luas. Setiap murid Yesus harus menjadi tanda kehadiran Tuhan dan menghantar orang kepada untuk semakin dekat Tuhan.

Menjadi terang dunia. Terang bisa dikatakan menjadi hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Kita tidak akan bisa melakukan banyak hal bisa berada dalam kegelapan. Semua orang menginginkan dan membutuhkan terang dalam hidupnya agar dapat melakukan banyak hal yang berguna. Kitab Suci juga sering kali mengunakan kata terang. Terang menjadi ciptaan pertama yang diciptakan Tuhan (Kej. 1:3). Ketika di padang gurun, Tuhan datang dalam bentuk tiang api untuk menerangi dan menuntun umat Israel (Kel. 13:21). Ketika dalam kekelaman, umat Israel juga dijanjikan raja damai yang akan lahir sebagai terang yang besar (Yes. 9:1). Injil Yohanes juga secara eksplisit menyebut Yesus sebagai Terang (Yoh. 1:9). Terang memiliki peran yang sangat besar dalam kehidupan sehari-hari. Terang mampu membuat kita melihat segala sesuatu. Esensi dari terang adalah menampakkan hal-hal yang tersembunyi. Terang membuat kegelapan sirna. Terang bisa menjadi penuntun dalam kegelapan. Orang yang berada dalam kegelapan akan mencari penerangan yang dapat menuntun mereka kepada tujuan yang benar. Dalam konteks sebagai murid Yesus, menjadi terang dunia berarti berani memberikan kesaksian hidup yang baik, yang jauh lebih berdaya guna dari pada kata-kata. Tindakan dan praktek hidup yang ditunjukan harus mampu membawa orang lain kepada keselamatan.

Yesus berharap agar kita sebagai pengikut-Nya dapat menjadi garam dan terang di tengah dunia. Jangan sampai garam menjadi tawar dan terang yang kita miliki ditempatkan di bawah gantang. Esensi dari garam adalah asin. Jika garam menjadi tawar tentu akan kehilangan rasa asin, berarti kehilangan identitasnya. Penginjil memakai kata moraino untuk menggambarkan garam yang menjadi tawar. Selain berarti “menjadi hambar” kata moraino juga berarti “menunjukkan kebodohan” atau “menjadi bodoh.” Seorang pengikut Kristus yang tidak menjadi garam di tengah dunia sama dengan orang yang “menjadi bodoh” dan kehilangan identitas kemuridannya. Dalam hal terang, Yesus mengambarkannya dengan pelita yang bernyala. Sangat ironis jika pelita yang bernyala diletakan di bawah tempayan. Yesus menggunakan kata modios untuk mengambarkan tempayan. Modios biasa digunakan sebagai tempat untuk mengukur gandum. Meletakan pelita di bawah modios merupakan sebuah tindakan yang bodoh karena tidak membawa kegunaan apa pun. Pelita akan berguna jika diletakan di atas kaki pelita dan menerangi seluruh isi rumah. Inilah yang Yesus harapkan dari para pengikut-Nya.

Pada akhir perikop, Yesus memberi kesimpulan atas wejangannya dengan mengatakan: “hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di surga” (Mat.5:16). Ada dua hal yang dapat dipetik dari kesimpulan Yesus tersebut. Pertama, menjadi garam dan terang dunia harus diwujudkan dalam bentuk perbuatan baik. Setiap orang adalah orang yang baik. Perbuatan baik harus ditampakkan kepada sesama. Menjadi pengikut Yesus berarti berani menunjukkan dan mempromosikan perbuatan-berbuatan baik yang telah diajarkan Yesus. Jika semua orang menunjukkan kebaikan tentu dunia akan terasa damai dan menenangkan. Sebaliknya jika kebaikan yang dimiliki tidak ditampakkan maka dunia akan terasa suram, penuh kecurigaan dan kejahatan. Kedua, ketika seorang pengikut Kristus mampu setia dalam menunjukkan perbuatan baik kepada sesama, maka orang yang melihat dan merasakannya akan memuliakan Bapa yang di surga. Tujuan dari menjunjukkan kebabaikan adalah agar orang semakin merasakan kasih dan kebaikan dari Bapa sendiri, sehingga nama Bapa semakin dimuliakan. Sebagai pengikut Kristus, kita telah menerima kebaikan yang bagitu besar dari-Nya oleh karena itu kita harus memantulkan cahaya kebaikan itu kepada semua orang. Inti dari perumpamaan garam dan terang dunia yaitu bagaimana keterlibatan kita sebagai pengikut Kristus dalam mewujudkan kebaikan dan nilai cinta kasih di tengah dunia. Tuhan memberkati.

Pelatihan Lektor dan Pemazmur yang dilaksanakan pada tanggal 30-31 Juli 2016 yang lalu telah berhasil menambah barisan para Lektor dan Pemazmur di Paroki St. Maria Palangka Raya. Hal ini terbukti dengan mulai tampilnya para peserta pelatihan untuk menjadi petugas liturgi Hari Minggu.

Petugas Lektor dan Pemazmur 25 September 2016
Paroki Katedral St. Maria Palangka Raya
Sumber Daya Manusia umat Katolik memang hanya bisa bermanfaat bila digali dan dikembangkan melalui pengkaderan. Kaderisasi melalui pelatihan adalah salah satu cara memberdayakan SDM yang ada dalam Gereja. Memberi kesempatan seluas-luasnya kepada umat untuk melayani liturgi menjadi inti dari pembagian tugas dan tanggung jawab sehingga secara bertahap, umat merasa benar-benar memiliki dan bertanggung jawab sebagai bagian dari Gereja, di mana mereka berada.

Di beberapa tempat, kaderisasi petugas liturgi kurang menjadi perhatian. Bahkan ada kesan bahwa yang menjadi petugas liturgi dikhususkan untuk mereka yang memiliki latar belakang sebagai Katekis, biarawan dan biarawati. Hal ini akan membuat Gereja menghadapi kesulitan di masa yang akan datang karena umat pasti ada yang datang dan ada yang pergi. Bila pengkaderan tidak diperhatikan, maka Gereja ke depan hanya dilayani oleh para kaum berjubah dan para hirarki.

Syukur, geliat pengkaderan sudah mulai terlihat, meskipun sekian tahun telah disusun dalam bentuk wacana saja. Kini, biar hanya sedikit yang ikut sebagai peserta, paling tidak Seksi Liturgi tidak kesulitan untuk memilih personil petugas pelayan liturgi setiap hari Minggu.

Tanpa terasa kita telah memasiki pekan ketiga dalam Bulan Kitab Suci Nasional. Tema yang akan direnungkan dalam pertemuan ketiga ini yaitu: Bersaksi dan Mewartakan dalam Gereja. Tema tersebut merupakan kelanjutan dari tema-tema pertemuan sebelumnya. Pada pertemuan pertama dengan tema “Yesus Model Pewarta Sejati”, kita diajak untuk melihat dan menjadikan Yesus sebagai model dan pusat pewartaan kita di tengah dunia. Pertemua kedua dengan tema “Bersaksi dan Mewartakan dalam Keluarga”, kita diajak untuk menyadari tugas dan tanggung jawab masing-masing, sehingga mampu menjadi teladan yang menghadirkan dan mewartakan Kristus di dalam keluarga.

Dalam pertemuan ketiga ini, kita diajak untuk bersama-sama merenungkan kisah pelayanan dan pewartaan Paulus di Korintus melalui teks Kitab Suci yang diambil dari Kis. 18:1-8. Banyak hal yang dapat kita pelajari dari kisah pewartaan yang dilakukan Paulus di Korintus. Paulus dapat kita jadikan teladan dalam bersaksi dan mewartakan Kristus di tengah dunia. Situasi Korintus pada jaman Paulus mungkin berbeda dengan situasi saat ini, namun semangat pewartaan Paulus dapat menjadi inspirasi bagi kita untuk memberikan kesaksian dan pewartaan kepada sesama. Ada pun hal-hal yang dapat diteladani dari pelayanan dan pewartaan Paulus, antara lain:

1. Sadar akan panggilan sebagai pewarta.
Fakta yang dapat ditangkap dari situasi umat beriman saat ini yaitu kurangnya kesadaran akan panggilan dan tanggung jawabnya sebagai pewarta kabar sukacita. Umat beriman sering kali beranggapan bahwa tugas untuk mewartakan hanyalah tanggung jawab para klerus, biarawan-biarawati dan katekis. Kalau pun ada umat awam yang terlibat dalam pelayanan hanya sebatas agen pastoral terstuktur, seperti Dewan Pastoral Paroki (DPP), Tim Pastoral Lingkungan (TPL), Ketua Lingkungan, dan lain sebagainya. Akhirnya, umat beriman kurang memiliki kesadaran dan tanggung jawab untuk mewartakan dan bersaksi tentang Kristus. Seharusnya setiap umat beriman yang telah dipersatukan dan diteguhkan melalui sakramen baptis dan krisma, berusaha mewujudnyatakan dan menghidupi rahmat Roh Kudus yang telah diterima. Setiap umat beriman dituntut untuk  membantu karya misi Gereja dengan mewartakan dan bersaksi tentang Kristus di mana saja berada. Kesadaran ini harus tumbuh dari dalam diri setiap individu. Keluarga menjadi tempat pertama dan utama dalam menumbuhkan kesadaran untuk bersaksi dan mewartakan Kristus.

2. Pewaertaaan dimulai dari dalam Komunitas (Keluarga)
Komunitas (keluarga) merupakan tempat berhimpunnya orang-orang beriman yang menjadi rekan untuk menimba pengalaman, kekuatan dan kehidupan rohani. Inilah yang dialami oleh Paulus, ketika Paulus ingin memulai pewartaan dan kesaksiannya di tengah jemaat Korintus, ia menumpang di rumah keluarga Akwila dan Priskila. Paulus menumpang di rumah keluarga ini karena mereka seiman dan seprofesi sebagai tukan tenda. Tentu hal ini memudahkan Paulus untuk memperoleh kekuatan rohani dan bantuan finansial sebab mereka bekerja bersama. Kita sebagai umat beriman yang pada umumnya hidup dan dibesarkan dalam keluarga tentu telah memperoleh kekuatan iman yang baik melalui orang tua dan saudara-saudara kita lainnya. Kita juga memporoleh dukungan finansial yang cukup untuk kehidupan kita. Oleh karena itu, merupakan sebuah keharusan bagi kita untuk dapat menjadi pewarta dan bersaksi tentang Kristus kepada sesama.

3. Pelayanan tanpa upah
Paulus memberikan contoh dan teladan yang baik bagi kita dalam pelayanan dan pewartaannya di Korintus. Paulus sama sekali tidak ingin membebani orang lain dengan kedatanganya untuk mewartakan Kristus. Ia berusaha untuk terus bekerja demi memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Bahkan maksudnya untuk tinggal di rumah Akwila dan Priskila adalah agar dapat bekerja bersama karena mereka seprofesi sehingga ia tidak membebani orang lain. Paulus pun mempunyai misi untuk mewartakan dan bersaksi tentang Yesus tanpa upah. Semangat Paulus ini tentu dapat kita teladani dalam menjalankan tugas pewartaan kita di tengah umat beriman. Jangan sampai tanggung jawab kita sebagai umat beriman untuk mewartaan dan bersaksi tentang Kristus dihalangi oleh kesibukan untuk mencari harta dunia. Jangan sampai pula pelayanan dan perwartaan yang kita lakukan hanya bertujuan untuk menumpuk kekayaan sehingga membebani orang lain dan menyulitkan orang lain.

4. Tidak pernah putus asa
Dalam menjalankan misi pewartaanya di Korintus, Paulus juga mengalami penolakan oleh jemaat setempat. Namun, Paulus tidak pernah putus asa, ia keluar dari rumah ibadat tersebut dan kembali mencari tempat lain yang dekat dengan tempat ibadah sehingga ia dapat mewartakan dan bersaksi tentang Kristus. Kegigihan dan semangat pantang menyerah Paulus ini patut diteladani. Dalam melakukan karya pelayanan dan pewartaan pasti akan ada pro dan kontra. Ada orang yang mungkin menolak karena iri hati. Ada orang yang mungkin membuang kata-kata yang kurang mengenakan kepada kita. Tentu ini semua merupakan tantangan yang bukan untuk dihindari tetapi harus dihadapi mungkin dengan metode dan cara pewartaan yang berbeda. Tuhan pasti punya rencana yang baik agar karya pewartaan-Nya terus berlanjut. Dalam keadaan sulit dan mengalami penolakan berarti usaha dan semangat kita diuji untuk memperoleh ketahanan yang lebih dan melihat besarnya karya Tuhan dalam pelayanan dan pewartaan.

Berkaitan dengan pewartaan dan kesaksian iman tentu Allah tidak pernah tinggal diam. Dia melihat semua usaha dan perjuangan kita dalam bersaksi dan mewartakan Kristus kepada semua bangsa. Ia akan memberikan ganjaran yang setimpal yaitu dengan hadirnya bantuan-bantuan dan semakin banyaknya orang-rang yang menerima dan meymberikan diri untuk melayani Kristus.

Pertemuan pertama dan kedua Pendalaman Kitab Suci telah memberikan kita pemahaman tentang siapa model kita dalam mewartakan dan bersaksi. Hal ini akan lebih jelas bila melihat kembali tema pertemuan pertama pada artikel berjudul BKSN 2016 (1): Yesus, Model Pewarta Sejati [Luk4:16-21] yang telah dipublikasikan beberapa minggu lalu oleh Kairos.

Pertemuan kedua mengajak kita untuk memulai pewartaan dan kesaksian dalam keluarga, seperti Yesus yang memulai kesaksian dan pewartaannya di Nazaret, tempat Ia dibesarkan. Agar pendalaman kita tentang tema ini tetap ada kesinambungannya, baik juga untuk membaca lagi dua artikel yang dipublikasikan oleh Kairos terkait dengan tema pertemuan kedua. Fidelis Harefa, BKSN 2016 (2): Bersaksi dan Mewartakan Dalam Keluarga (Kol. 3 : 12-27) dan Victorinus Raja Odja, BKSN 2016 (2): Bersaksi dan Mewartakan Dalam Keluarga (Kol. 3 : 12-27) adalah dua artikel yang kami maksudkan.

Setelah kita memulainya dalam kelompok kecil, sekarang pada pertemuan ketiga, kita secara bertahap memasuki kelompok yang semakin besar. Pada pertemuan ketiga ini, kita melihat bagaimana kita sebagai umat pilihan bersaksi dan mewartakan dalam Gereja. Kisah Rasul Paulus menjadi bahan bacaan yang sangat tepat untuk kita renungkan bersama. Dalam Kis. 18: 1-8, kita dapat merenungkan bagaimana Rasul Paulus dengan semangat yang berapi-api mewartakan dan bersaksi di Korintus. Selain itu, kita juga dapat menemukan bagaimana Rasul Paulus menerima penolakan atas kehadirannya.

Suasana setelah Pertemuan Kedua Pendalaman Kitab Suci selesai
di Lingkungan St. Theresia Paroki St. Maria Palangkaraya
Oleh karena itu, pertemuan ketiga ini berusaha mengetengahkan dua informasi penting bagi kita yakni: (1) Semangat dalam bersaksi dan mewartakan harus dibangun sedemikian rupa tanpa kenal lelah dan putus asa, karena (2) dalam bersaksi dan mewartakan, ada kalanya kita mendapatkan penolakan dari orang-orang di sekitar kita. Tentang penolakan, Yesus telah mengingatkan kita akan hal itu. Jangankan di tempat asing atau di tempat lain, menurut Yesus, sesungguhnya seorang nabi tidak dihargai di tempat asalnya (bdk. Luk. 4:24). Ini berarti bahwa dalam membangun semangat untuk bersaksi dan mewartakan, kita harus mengantisipasi adanya penolakan karena model kita sendiri, yakni Yesus telah mengingatkan hal itu.

Apa yang harus kita lakukan agar kita tidak putus asa bila mendapatkan penolakan? Pertemuan ketiga ini memberikan tiga hal penting yang harus diperhatikan, yakni:

  1. Persatuan ke dalam komunitas. Semangat kita akan selalu dikuatkan bila kita tetap bersatu dalam komunitas. Dalam komunitas kita akan memperoleh peneguhan dan nasehat. Dengan saling berbagi dalam komunitas, kita akan menjadi kaya sehingga menjadi lebih kuat bila menghadapi penolakan. Bila terpisah dari komunitas, kita tidak akan mendapat kekuatan. Maka, dalam pertemuan ketiga ini, komunitas yang dimaksud adalah persekutuan dalam Gereja.
  2. Saling menolong dan mendukung dalam pemberitaan. Saling menolong adalah suatu tradisi, bukan hanya dalam tradisi Gereja tetapi juga kita temukan dalam tradisi lokal. Di Indonesia, kita kenal istilah gotong-royong, merupakan representasi dari sebuah tradisi saling menolong yang telah diwariskan oleh para leluhur kita. Tradisi mulia ini harus tetap dipertahankan agar kita mampu menghadapi suatu penolakan dalam bersaksi dan mewartakan.
  3. Tidak menyerah. Paulus telah memberikan contoh bagi kita tentang semangat ini. Ketika Paulus ditolak di Korintus, dia tidak lari dari Korintus. Dia tetap berada di Korintus dan masuk kembali dalam komunitas. Komunitas menjadikan Paulus semakin kuat dan tetap mewartakan Injil. Bila kita ditolak, janganlah kita lari keluar dari komunitas. Meskipun kecewa dan tersakiti karena penolakan, tetaplah dalam komunitas dan jangan menjadi orang luar yang terpisah dari komunitas. Dengan tetap berada dalam komunitas, kita akan mendapatkan pencerahan baru dan semangat yang baru.
Hal lain yang perlu diperhatikan oleh umat pilihan dalam bersaksi dan mewartakan, terutama dalam konteks kehidupan menggereja zaman sekarang adalah:
  1. Dalam bersaksi dan mewartakan, kita bekerja sebagai tim, tidak sendirian. Paulus telah memberikan contoh tentang hal ini.
  2. Perlu menyadari bahwa pada zaman sekarang, kesadaran umat pilihan untuk bermisi masih sangat rendah. Panggilan untuk bersaksi dan mewartakan seolah-olah diserahkan kepada mereka yang telah memilih jalan hidup khusus seperti para imam dan biarawan-biarawati. Akibatnya, panggilan dan militansi untuk mewartakan dan bersaksi tentang Kristus masih jauh dari harapan. Oleh karena itu, pada pertemuan ketiga ini, kita harus membuang jauh-jauh pemikiran yang selalu melemparkan tanggung jawab kepada orang lain.
  3. Kesaksian dan Pewartaan yang sangat sederhana adalah dengan secara konkret menghidup rahmat dan peran Roh Kudus sebagai konsekuensi logis dari pengikut Kristus yang telah dipanggil untuk mewartakan.
Semoga poin-poin yang telah kami sajikan ini dapat menjadi permenungan yang membantu lancarnya pertemuan ketiga dalam Bulan Kitab Suci Nasional 2016. 

Bulan Kitab Suci Nasional (BKSN) merupakan sarana dan wadah bagi umat Kristiani untuk merefleksikan kembali seluruh tindakan dalam kehidupannya melalui tema-tema Kitab Suci yang telah diberikan oleh Komisi Kitab Suci KWI. Tema BKSN 2016 adalah Keluarga Bersaksi dan Mewartakan Sabda Allah. Kutipan Injil yang menjadi Motto untuk tema ini yaitu “Hendaklah Terangmu Bercahaya” (Matius 5:16).

Victorinus Raja Odja
Kita telah bersama-sama mendalami Tema Pertama yaitu Yesus Model Pewarta Sejati. Yesus menjadi sumber dan pusat pewartaan serta teladan kepada kehidupan abadi. Kini kita akan memasuki Tema Kedua yaitu Bersaksi dan Mewartakan dalam Keluarga. Dalam tema yang kedua ini keluarga kristiani menjadi fokus pembicaraan dan permenungan yang akan didalami bersama. Setiap pribadi dalam harus menyadari keberadaan dirinya sehingga dapat menjadi saksi dan pewarta sabda Allah dalam keluarga.  Menjadi saksi dan pewarta memang tidak mudah, perlu bekal yang cukup dan hidup moral yang baik. Oleh karena itu, Yesus menjadi contoh dan teladan yang dapat diikuti untuk menjadi pewarta dan memberi kesaksian di dalam keluarga.

Kutipan bacaan Kitab Suci untuk tema kedua yaitu dari Kolose 3:12-17. Perikop ini menunjukkan bagaimana Rasul Paulus memberikan wejangan kepada jemaat di Kolose. Kehidupa jemaat di Kolose bisa disejajarkan dengan kehidupan sebuah keluarga. Jemaat di Kolose memiliki kehidupan iman yang cukup baik, namun mereka mengalami banyak persoalan berkaitan tentang penyembahan berhala dan ajaran palsu tentang Yesus Kristus. Kehidupan keluarga yang memiliki hdiup iman yang baik pun tentu tidak luput dari berbagai masalah berkaitan dengan hawa nafsu, kata-kata kotor, fitnah, marah, dan lain-lain. Inilah kehidupan yang penuh tantangan dan pergulatan. Oleh karena itu, setiap pribadi perlu menjadi saksi dan mewartakan sabda Kristus dalam kehidupan keluarga sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya masing-masing. Agar dapat menjadi pewarta yang memberikan kesaksian yang baik dan benar dalam keluarga maka setiap pribadi harus menyadari hal-hal berikut:

1. Sadar akan kehadiran keluarga
Keluarga hadir karena cinta kasih yang Allah berikan terhadap setiap pribadi yang membentuk kesepakatan untuk hidup dan bertumbuh bersama dalam ikatan perkawinan yang sakramental. Oleh karena itu, keluarga merupakan kumpulan orang pilihan Allah yang dipilih untuk saling memberikan kesaksian dan menjadi sarana serta tanda kehadiran Allah. Melalui keluarga Allah menunjukkan kasih-Nya.

2. Meningkatkan Kasih
Kasih merupakan bagian terpenting dalam keluarga, Rasul Paulus berpesan kepada Jemaat di Kolese untuk mengenakan kasih sebagai pengikat yang mempersatukan dan meyempurnakan. Kasih antara suami istri dan orang tua terhadap anak dapat diungkapkan dengan komitmen, perhatian, perlindungan, pemeliharaan tanggung jawab dan kesetiaan satu sama lain. Kasih harus menjadi dasar dari segalanya dalam sebuah rumah tangga. Kasih tidak hanya sebatas teori tapi harus diwujudnyatakan dalam tindakan terutama ketidak menghadapi masalah.  Rasul Paulus berpesan jika menghadapi masalah hendaknya sabar seorang akan yang lain, tidak menaruh dendam dan saling mengampuni. Kasih terwujud dalam pengampunan.

3. Disiplin
Kedisiplinan juga merupakan bagian penting dalam membangun dan menjaga kehidupan keluarga yang baik. Disiplin tidak melulu masalah hukuman atau sanksi yang diberikan tetapi disiplin sebenarnya merupakan pemberitahuan, bimbingan dan penjelasan akan nilai-nilai moral dan sikap hidup yang baik. Harus ada keseimbangan antara hukuman dan pujian yang dinyatakan bagi anak. Disiplin menjadi hal dasar dalam pembentukan sikap dan perilaku sehingga anak dapat bertumbuh dengan sikap dan pemahaman akan nilai moral yang baik.

4. Keteladanan Orang Tua
Orang tua harus menjadi teladan dihadapan anak-anak dan dihadapan sesama (suami-istri). Keteladanan meliputi berbagai aspek, mulai dari sikap, perkataan, penampilan dan perbuatan Anak-anak maupun orang dewasa cenderung lebih mudah meniru apa pun yang dilihat, dan didengar. Oleh karena itu keteladanan menjadi hal yang penting untuk terus ditampilkan dalam kehidupan berkeluarga. Yesus telah menjadi model yang dapat kita teladani, baik dalam perkataan maupun perbuatan-Nya. Setiap orang tua hendaknya mampu meneladani Yesus sang Model Pewarta sejati.

5. Peran Suami sebagai Kepala
Peran suami sebagai kepala keluarga harus dilaksanakan dengan baik. Istri hendaknya mendukung suami dengan tulus hati sebab istri adalah penolong yang sepadan bagi suami. Seorang suami harus menjadi pemimpin keluarga yang takut akan Tuhan sehingga setiap doa, harapan dan usahanya dilimpahi berkat oleh Tuhan. Suami adalah kepala keluarga yang memimpin keluarga ke jalan keselamatan, mengambil keputusasn yang tepat dan bijak, mengayomi dan melindungi keluarga dengan penuh tanggung jawab, serta mendidik, menegor dan menasehati seluruh anggota keluarga. Suami juga harus berperan sebagai imam yang harus memimpin doa dalam keluarga dan berdoa secara pribadi kepada Allah bagi diri sendiri dan seluruh anggota keluarga.
Akhir dari permenungan tema BKSN kedua ini, dapat dikatakan bahwa Kristus menjadi teladan dan andalan dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Rumah tangga yang kokoh adalah rumah tangga yang dibangun atas dasar cinta kasih Kristus terhadap Gereja-Nya. Masing-masing pribadi dalam sebuah keluarga harus dapat menampilkan Kristus dalam setiap karya dan pergulatan hidupnya. Setiap keluarga yang mengarahkan hati dan seluruh hidupnya kepada Tuhan akan dipenuhi dengan damai sejahtera Kristus dan hidupnya dikendalikan oleh kata-kata Kristus. Tuhan memberkati.

Pada pertemuan pertama, pendalaman Kitab Suci, kita telah mengetahui bahwa model dalam pewartaan kita adalah Yesus Kristus. Ada beberapa alasan mengapa kita memilih Yesus sebagai model kita. Dia adalah model sejati karena ada beberapa hal yang dapat kita teladani dalam pelayanan dan pewartaannya. Silahkan membaca lagi hasil pertemuan pertama di sini untuk mengetahui beberapa hal yang menjadikan Yesus sebagai model sejati dalam karya pelayanan dan pewartaan kita.

Karena kita telah menemukan model, sekarang dalam pertemuan kedua, kita diajak untuk meneladani model itu untuk Bersaksi dan Mewartakan Dalam Keluarga. Mengapa harus mulai dari keluarga? Kita meniru apa yang telah dilakukan oleh Yesus yakni memulai karya-Nya di Nazaret, tempat Ia dibesarkan. Keluarga kristiani adalah keluarga yang dibangun atas dasar cinta kasih dan pertama-tama harus menjadi keluarga Allah. Syarat pertama adalah keluarga harus menjadi keluarga kristiani yang telah dipersatukan oleh Allah melalui sakramen perkawinan. Kemudian, keluarga ini menjadi lingkungan kecil atau lebih sering disebut sebagai Gereja Domestik.


Setiap orang dalam keluarga harus menyadari bahwa mereka adalah umat pilihan Allah sehingga keluarga mereka pun merupakan keluarga pilihan Allah. Keluarga pilihan Allah senantiasa hidup seturut kehendak Allah. Menurut St. Paulus, orang-orang pilihan Allah adalah mereka yang telah dikuduskan. Karena orang-orang pilihan telah dikuduskan, mereka pun harus hidup dengan penuh kesabaran, rendah hati, lemah lembut, dan penuh belaskasih bagi sesama anggota keluarga. Hal ini merupakan syarat mutlak menjadi orang pilihan Allah.

Syarat mutlak di atas juga merupakan perlengkapan yang mutlak diperlukan dalam melayani dan mewartakan. Merujuk pada pribadi Yesus yang menjadi model kita, perlengkapan di atas merupakan teladan yang telah diberikan oleh Yesus dalam pelayanannya. Seseorang hanya dapat bekerja setelah dia memiliki perlengkapan untuk bekerja. Tanpa perlengkapan, pekerjaan tidak pernah bisa dimulai apalagi melakukannya secara terus menerus. Oleh karena itu, hal pertama yang ditegaskan dalam pertemuan kedua ini adalah bahwa semua keluarga pilihan Allah harus memiliki perlengkapan sebagai syarat mutlak untuk bersaksi dan mewartakan dalam keluarga.

Hal kedua yang ingin disampaikan dalam pertemuan kedua ini adalah bahwa segala pewartaan berfokus pada sumber utama pewartaan yaitu Yesus sendiri. Pewartaan kita tentu saja harus sesuai dengan apa yang telah diajarkan oleh Yesus. Tidak mewartakan diri sendiri demi popularitas, tidak melakukan sesuatu untuk memperkaya diri dengan cara-cara yang tidak baik, tidak melakukan persaingan tidak sehat, bermurah hati kepada sesama. Dalam melayani, kita harus saling mendahului, tapi dalam hal dilayani, kita harus bisa membiarkan orang lain mendapatkannya lebih dahulu.

Pertemuan kedua ini menghubungkan permenungan kita dengan keadaan dan realitas yang terjadi di negeri ini. Saling menjatuhkan dalam mengejar kekuasaan, korupsi untuk memperkaya diri, melakukan tindakan-tindakan yang radikal demi kepentingan kelompok, acuh tak acuh terhadap karya keselamatan, mendewakan teknologi dan ilmu pengetahuan adalah beberapa contoh kesaksian yang tidak sesuai dengan pribadi Yesus sebagai model sejati.

Hal ketiga yang perlu diperhatikan dalam pertemuan kedua ini adalah bahwa setelah mendapatkan perlengkapan, kita telah mengetahui sumber utama pewartaan, kita juga harus saling berbagi, saling mengajarkan, saling mewartakan, saling menegur dan saling menasehati dalam keluarga. Sangat tidak tepat bila dalam keluarga terdapat salah satu anggota hanya memikirkan keselamatan sendiri. Masing-masing anggota keluarga bertanggung jawab untuk membimbing dan mengarahkan satu sama lain agar dapat beroleh keselamatan. Pertama-tama yang harus dibina adalah kebersamaan dalam keluarga. Hanya dengan hidup dalam kebersamaan dalam kelompok kecil ini, kita dimampukan untuk bisa hidup bersama dalam kelompok besar, yakni, Gereja, masyarakat dan negara.

Bulan September merupakan Bulan Kitab Suci Nasional bagi Umat Katolik di Indonesia. Salah satu kegiatan yang menjadi tanda kedekatan umat pada Kitab Suci pada bulan ini adalah dengan dilaksanakannya pendalaman Kitab Suci.

Tema pendalaman Kitab Suci 2016 adalah: Keluarga Kristiani yan Mewartakan dan Bersaksi. Tema ini direnungkan dan didalami dalam empat pertemuan dengan sub tema sebagai berikut:

  1. Yesus, Model Pewarta Sejati;
  2. Bersaksi dan Mewartakan dalam Keluarga;
  3. Bersaksi dan Mewartakan Dalam Gereja;
  4. Bersaksi dan Mewartakan di Tengah Masyarakat.
Pertemuan pertama, Yesus, Model Pewarta Sejati mengajak seluruh peserta Pendalaman Kitab Suci untuk fokus dan tertuju pada Yesus sebagai model. Bersaksi dan Mewartakan tanpa model, tanpa acuan, tanpa teladan, tanpa figur yang ditiru akan membawa si bersaksi dan pewarta pada tindakan yang tiada arah yang jelas. Dengan adanya model, maka segala sesuatu dapat dilakukan dengan mudah dan dilaksanakan dengan senang hati.

Pertemuan pertama ini bertujuan untuk memberi bekal sebelum pergi bersaksi dan mewartakan. Oleh karena itu, pertemuan ini lebih banyak melihat hal-hal yang sangat positif dalam diri Yesus sebagai model. Beberapa hal penting berikut ditawarkan untuk menjadi bahan permenungan bersama:

***

Yesus Datang Ke Nazaret Tempat Ia Dibesarkan

Yesus bersaksi dan mewartakan tidak diawali di tempat yang jauh. Juga bukan berawal dari orang asing atau orang-orang di luar lingkungannya. Yesus memulainya dari tempat kelahirnannya, keluarganya, sanak saudara, kampung halamannya dan kaum kerabatnya. Yesus memberikan contoh kepada kita bahwa memulai sebuah kesaksian dan pewartaan harus dari gereja domestik yakni dalam keluarga sendiri.

"mampu menjadi garam dalam kelompok kecil akan mendorong kita untuk mampu menjadi garam dalam kelompok yang lebih besar"

Datang Ke Nazaret, Setalah Dibaptis dan Dicobai

Yesus menjadi saksi dan pewarta tidak tanpa persiapan. Sebelum menjadi saksi dan pewarta, Yesus telah manjalani beberapa tahap persiapan yang sangat berat. Pertama-tama adalah Yesus harus mengalami pembaptisan di Sungai Yordan.

Dalam Gereja Katolik, pembaptisan merupakan sakramen inisiasi dimana seseorang diterima ke dalam atau menjadi anggota kelompok tertentu. Pembaptisan membebaskan penerimanya dari dosa asal serta semua dosa pribadi dan dari hukum akibat dosa-dosa tersebut, dan membuat orang yang dibaptis itu mengambil bagian dalam kehidupan Tritunggal Allah melalui “rahmat yang menguduskan” (rahmat pembenaran yang mempersatukan pribadi yang bersangkutan dengan Kristus dan Gereja-Nya). Pembaptisan juga membuat penerimanya mengambil bagian dalam imamat Kristus dan merupakan landasan komunio (persekutuan) antar semua orang Kristen.

Ada beberapa buah pembaptisan dalam Gereja Katolik:

  • Mendapat pengampunan dari segala dosa, baik dosa asal maupun dosa yang dibuatnya;
  • Menjadi ciptaan baru dan dilantik menjadi anak Allah.
  • Memperoleh rahmat pengudusan yang membuatnya sanggup semakin percaya kepada Allah, berharap kepada-Nya, dan mencintai-Nya. Membuatnya hidup di bawah bimbingan dan dorongan Roh Kudus. Membuatnya sanggup bertumbuh dalam kebaikan.
  • Digabungkan menjadi Anggota Gereja, sebagai bagian dari Tubuh Mistik Kristus.
  • Dimateraikan secara kekal dalam sebuah materai rohani yang tak terhapuskan, sebagai bagian dari Kristus.
Dari uraian sederhana di atas, dapat kita ketahui bahwa Yesus, sebelum menjadi saksi dan pewarta, Dia harus disatukan dengan Bapa yang mengutusnya, harus dikuduskan, dibebaskan dari dosa asal dan menjadi ciptaan baru yakni dilantik menjadi anak Allah. Setelah menerima status sebagai anak Allah, Yesus dimampukan untuk mengahadapi segala cobaan.

Menghidupi Tradisi Yang Ada

Yesus tidak menggunakan metode dan cara-cara baru untuk memulai karyanya. Yesus mengawalinya dengan menggunakan kebiasaan yang sudah ada. Yesus memulainya dengan membaca Alkitab di rumah ibadat, kemudian menjelaskannya di sana.

Sebagai model, Yesus mengajarkan kita untuk hal-hal yang sangat sederhana dan bermanfaat dalam memulai karya pewartaan. Tradisi-tradisi yang sudah ada harus digunakan untuk menjadi cara yang tepat memulai kesaksian. Oleh karena itu, Gereja Katolik mengakui budaya lokal (inkulturasi) sebagai salah satu sarana yang memudahkan pewarta melaksanakan tugasnya. Dalam bersaksi dan mewartakan, tidak perlu mengadopsi budaya atau tradisi asing. Mulailah dengan tradisi yang ada ditempat kita bersaksi dan mewartakan. Oleh karena itu, seorang pewarta harus mempelajari terlebih dahulu tradisi yang ada di lingkungan atau daerah di mana dia akan menjadi pewarta.

Dipenuhi oleh Roh Kudus

Yesus menyadari bahwa segala kemampuan yang dimiliki bukan berasal daripada-Nya. Roh Kudus senantiasa menaungi Dia sehingga dimampukan untuk berkata-kata dan memberi kesaksian. Yesus menyadari bahwa yang diwartakan, bukanlah diri-Nya, tetapi Ia harus membesarkan dan mewartakan nama Pengutus-Nya. Kesadaran ini membuat Yesus tidak mewartakan demi popularitas-Nya.

Demikian juga kita yang akan menjadi pewarta. Kemampuan yang kita miliki bukanlah berasal dari diri kita melainkan berasal dari Dia yang telah mengutus. Oleh karena itu, kita harus menjauhi godaan untuk mewartakan diri sendiri, menceritakan kehebatan kita dan membuat kita terkenal. Kita harus tetap menyadari bahwa Roh Kudus tetap berkarya dalam segala hal yang kita wartakan.

Keberpihakan Kepada Kaum Sederhana

Dengan lantang Yesus menyebutkan melalui bacaan yang dibacakan-Nya: "Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang". Nas ini menjadi inti dan tujuan kesaksian dan pewartaan Yesus. Yesus bersaksi dan mewartakan bukan pertama-tama kepada orang yang punya banyak duit sehingga kemudian Dia bisa dibayar dengan sangat mahal. Bukan pula kepada orang-orang yang berkuasa sehingga dengan demikian Dia bisa diberi jabatan dan menjadi orang terkenal. Yesus bersaksi dan mewartakan kepada mereka yang tidak mampu dan kaum sederhana.

Menjelaskan Dengan Sangat Sederhana

Mengingat tujuan pewartaan adalah orang-orang sederhana, boleh dikatakan sedikit dari mareka yang terpelajar, Yesus menggunakan bahasa sederhana untuk menjelaskan arti dan makna yang baru saja dibacakan-Nya. Penjelasan yang sangat pendek, singkat tapi sangat bermakna. "Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya".

Bukan khotbah yang panjang, bukan teori yang muluk-muluk. Buah dari penghayatan sabda yang dibacakan adalah ketika pesan itu direnungkan dan dihayati oleh pewarta itu sendiri. Tujuan utama adalah memberi bukti bahwa telah menghidupinya, kemudian mencoba membagikannya kepada orang lain. Berkhotbah bukan terutama untuk mengobah orang lain, tapi lebih tepat untuk mengobah diri sendiri terlebih dahulu.

***

Karena pendalaman Kitab Suci, Pertemuan Pertama ini mengajak kita menemukan model pewarta sejati, maka beberapa poin yang telah disebutkan di atas hendaknya menjadi bahan permenungan pada pertemuan ini. Materi pertemuan pertama ini mempersiapkan kita menjadi Saksi dan Pewarta seperti yang akan kita dalami bersama dalam pertemuan-pertemuan berikutnya. Semoga demikian.

Hari Minggu, 04 September 2016 adalah Hari Minggu Kitab Suci Nasional. Gereja Katolik merayakan dengan tujuan untuk mengingatkan umat beriman bahwa Kitab Suci merupakan kitab iman yang harus senantiasa menjadi kitab yang dicintai, dibaca dan direnungkan.

Dalam sidang MAWI 1977 para uskup menetapkan agar satu Hari Minggu tertentu dalam tahun gerejani ditetapkan sebagai Hari Minggu Kitab Suci Nasional. Hari Minggu yang dimaksudkan adalah Hari Minggu Pertama September. Dalam perkembangan selanjutnya keinginan umat untuk membaca dan mendalami KS semakin berkembang. Satu Minggu dirasa tidak cukup lagi untuk mengadakan kegiatan-kegiatan seputar Kitab Suci. Maka, kegiatan-kegiatan ini berlangsung sepanjang Bulan September dan bulan ke-9 ini sampai sekarang menjadi Bulan Kitab Suci Nasional.[ref]

Salah satu perwujudan dari kegiatan mendalami Kitab Suci tersebut adalah dengan Pendalaman Kitab Suci selama satu bulan dengan mendalami tema yang telah ditetapkan oleh Lembaga Biblika Indonesia. Hari Minggu Pertama dalam bulan September menjadi Perayaan Pembukaan untuk kegiatan tersebut.

Rm. Patris Alu Tampu, Pr
Pastor Paroki St. Maria Palangka Raya
Terkait dengan Bulan Kitab Suci Nasional tersebut, P. Patris Alu Tampu, Pr, selaku Pastor Paroki St. Maria Palangka Raya dalam homilinya menghimbau agar umat Katolik, khususnya di Paroki St. Maria Palangka Raya setia mengikuti kegiatan pendalaman Kitab Suci yang telah dijadwalkan di lingkungan masing-masing. Selain mengikuti pendalaman Kitab Suci, hendaknya umat membaca Kitab Suci dan merenungkannya teristimewa pada bulan September sebagai Bulan Kitab Suci.

Adapun Tema Pendalaman Kitab Suci 2016 yaitu "Keluarga Bersaksi dan Mewartakan Sabda Allah" yang dibagi dalam empat sub-tema sebagai berikut:

  1. Yesus Model Pewarta Sejati (Luk. 4:16-21)
  2. Saling Bersaksi dan Mewartakan Dalam Keluarga (Kol. 3:12-17)
  3. Bersaksi dan Mewartakan Dalam Gereja (Kis. 18:1-8)
  4. Bersaksi dan Mewartakan Di Tengah Masyarakat (Mat. 5:13-16)
Sub-Tema di atas akan direnungkan bersama di lingkungan-lingkungan dalam metode Lectio Divina yakni dengan membaca Kitab Suci secara bersama-sama, merenungkan dan saling berbagi pemahaman dan penghayatan tentang ayat-ayat yang telah dibacakan. Semoga Bulan Kitab Suci Nasional menjadikan umat beriman semakin kuat imannya dalam Kristus.


MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget