BKSN 2016 (1): Yesus, Model Pewarta Sejati [Luk4:16-21]

Bulan September merupakan Bulan Kitab Suci Nasional bagi Umat Katolik di Indonesia. Salah satu kegiatan yang menjadi tanda kedekatan umat pada Kitab Suci pada bulan ini adalah dengan dilaksanakannya pendalaman Kitab Suci.

Tema pendalaman Kitab Suci 2016 adalah: Keluarga Kristiani yan Mewartakan dan Bersaksi. Tema ini direnungkan dan didalami dalam empat pertemuan dengan sub tema sebagai berikut:

  1. Yesus, Model Pewarta Sejati;
  2. Bersaksi dan Mewartakan dalam Keluarga;
  3. Bersaksi dan Mewartakan Dalam Gereja;
  4. Bersaksi dan Mewartakan di Tengah Masyarakat.
Pertemuan pertama, Yesus, Model Pewarta Sejati mengajak seluruh peserta Pendalaman Kitab Suci untuk fokus dan tertuju pada Yesus sebagai model. Bersaksi dan Mewartakan tanpa model, tanpa acuan, tanpa teladan, tanpa figur yang ditiru akan membawa si bersaksi dan pewarta pada tindakan yang tiada arah yang jelas. Dengan adanya model, maka segala sesuatu dapat dilakukan dengan mudah dan dilaksanakan dengan senang hati.

Pertemuan pertama ini bertujuan untuk memberi bekal sebelum pergi bersaksi dan mewartakan. Oleh karena itu, pertemuan ini lebih banyak melihat hal-hal yang sangat positif dalam diri Yesus sebagai model. Beberapa hal penting berikut ditawarkan untuk menjadi bahan permenungan bersama:

***

Yesus Datang Ke Nazaret Tempat Ia Dibesarkan

Yesus bersaksi dan mewartakan tidak diawali di tempat yang jauh. Juga bukan berawal dari orang asing atau orang-orang di luar lingkungannya. Yesus memulainya dari tempat kelahirnannya, keluarganya, sanak saudara, kampung halamannya dan kaum kerabatnya. Yesus memberikan contoh kepada kita bahwa memulai sebuah kesaksian dan pewartaan harus dari gereja domestik yakni dalam keluarga sendiri.

"mampu menjadi garam dalam kelompok kecil akan mendorong kita untuk mampu menjadi garam dalam kelompok yang lebih besar"

Datang Ke Nazaret, Setalah Dibaptis dan Dicobai

Yesus menjadi saksi dan pewarta tidak tanpa persiapan. Sebelum menjadi saksi dan pewarta, Yesus telah manjalani beberapa tahap persiapan yang sangat berat. Pertama-tama adalah Yesus harus mengalami pembaptisan di Sungai Yordan.

Dalam Gereja Katolik, pembaptisan merupakan sakramen inisiasi dimana seseorang diterima ke dalam atau menjadi anggota kelompok tertentu. Pembaptisan membebaskan penerimanya dari dosa asal serta semua dosa pribadi dan dari hukum akibat dosa-dosa tersebut, dan membuat orang yang dibaptis itu mengambil bagian dalam kehidupan Tritunggal Allah melalui “rahmat yang menguduskan” (rahmat pembenaran yang mempersatukan pribadi yang bersangkutan dengan Kristus dan Gereja-Nya). Pembaptisan juga membuat penerimanya mengambil bagian dalam imamat Kristus dan merupakan landasan komunio (persekutuan) antar semua orang Kristen.

Ada beberapa buah pembaptisan dalam Gereja Katolik:

  • Mendapat pengampunan dari segala dosa, baik dosa asal maupun dosa yang dibuatnya;
  • Menjadi ciptaan baru dan dilantik menjadi anak Allah.
  • Memperoleh rahmat pengudusan yang membuatnya sanggup semakin percaya kepada Allah, berharap kepada-Nya, dan mencintai-Nya. Membuatnya hidup di bawah bimbingan dan dorongan Roh Kudus. Membuatnya sanggup bertumbuh dalam kebaikan.
  • Digabungkan menjadi Anggota Gereja, sebagai bagian dari Tubuh Mistik Kristus.
  • Dimateraikan secara kekal dalam sebuah materai rohani yang tak terhapuskan, sebagai bagian dari Kristus.
Dari uraian sederhana di atas, dapat kita ketahui bahwa Yesus, sebelum menjadi saksi dan pewarta, Dia harus disatukan dengan Bapa yang mengutusnya, harus dikuduskan, dibebaskan dari dosa asal dan menjadi ciptaan baru yakni dilantik menjadi anak Allah. Setelah menerima status sebagai anak Allah, Yesus dimampukan untuk mengahadapi segala cobaan.

Menghidupi Tradisi Yang Ada

Yesus tidak menggunakan metode dan cara-cara baru untuk memulai karyanya. Yesus mengawalinya dengan menggunakan kebiasaan yang sudah ada. Yesus memulainya dengan membaca Alkitab di rumah ibadat, kemudian menjelaskannya di sana.

Sebagai model, Yesus mengajarkan kita untuk hal-hal yang sangat sederhana dan bermanfaat dalam memulai karya pewartaan. Tradisi-tradisi yang sudah ada harus digunakan untuk menjadi cara yang tepat memulai kesaksian. Oleh karena itu, Gereja Katolik mengakui budaya lokal (inkulturasi) sebagai salah satu sarana yang memudahkan pewarta melaksanakan tugasnya. Dalam bersaksi dan mewartakan, tidak perlu mengadopsi budaya atau tradisi asing. Mulailah dengan tradisi yang ada ditempat kita bersaksi dan mewartakan. Oleh karena itu, seorang pewarta harus mempelajari terlebih dahulu tradisi yang ada di lingkungan atau daerah di mana dia akan menjadi pewarta.

Dipenuhi oleh Roh Kudus

Yesus menyadari bahwa segala kemampuan yang dimiliki bukan berasal daripada-Nya. Roh Kudus senantiasa menaungi Dia sehingga dimampukan untuk berkata-kata dan memberi kesaksian. Yesus menyadari bahwa yang diwartakan, bukanlah diri-Nya, tetapi Ia harus membesarkan dan mewartakan nama Pengutus-Nya. Kesadaran ini membuat Yesus tidak mewartakan demi popularitas-Nya.

Demikian juga kita yang akan menjadi pewarta. Kemampuan yang kita miliki bukanlah berasal dari diri kita melainkan berasal dari Dia yang telah mengutus. Oleh karena itu, kita harus menjauhi godaan untuk mewartakan diri sendiri, menceritakan kehebatan kita dan membuat kita terkenal. Kita harus tetap menyadari bahwa Roh Kudus tetap berkarya dalam segala hal yang kita wartakan.

Keberpihakan Kepada Kaum Sederhana

Dengan lantang Yesus menyebutkan melalui bacaan yang dibacakan-Nya: "Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang". Nas ini menjadi inti dan tujuan kesaksian dan pewartaan Yesus. Yesus bersaksi dan mewartakan bukan pertama-tama kepada orang yang punya banyak duit sehingga kemudian Dia bisa dibayar dengan sangat mahal. Bukan pula kepada orang-orang yang berkuasa sehingga dengan demikian Dia bisa diberi jabatan dan menjadi orang terkenal. Yesus bersaksi dan mewartakan kepada mereka yang tidak mampu dan kaum sederhana.

Menjelaskan Dengan Sangat Sederhana

Mengingat tujuan pewartaan adalah orang-orang sederhana, boleh dikatakan sedikit dari mareka yang terpelajar, Yesus menggunakan bahasa sederhana untuk menjelaskan arti dan makna yang baru saja dibacakan-Nya. Penjelasan yang sangat pendek, singkat tapi sangat bermakna. "Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya".

Bukan khotbah yang panjang, bukan teori yang muluk-muluk. Buah dari penghayatan sabda yang dibacakan adalah ketika pesan itu direnungkan dan dihayati oleh pewarta itu sendiri. Tujuan utama adalah memberi bukti bahwa telah menghidupinya, kemudian mencoba membagikannya kepada orang lain. Berkhotbah bukan terutama untuk mengobah orang lain, tapi lebih tepat untuk mengobah diri sendiri terlebih dahulu.

***

Karena pendalaman Kitab Suci, Pertemuan Pertama ini mengajak kita menemukan model pewarta sejati, maka beberapa poin yang telah disebutkan di atas hendaknya menjadi bahan permenungan pada pertemuan ini. Materi pertemuan pertama ini mempersiapkan kita menjadi Saksi dan Pewarta seperti yang akan kita dalami bersama dalam pertemuan-pertemuan berikutnya. Semoga demikian.

Posting Komentar

[blogger]

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget