Ternyata waktu berlari begitu cepat. Rentangan Januari hingga Desember sepertinya hanya sejengkal. Tigaratus enam puluh lima hari berlalu begitu ”enteng”, se-enteng deras air mengalir ke hilirnya. Tumpukan hari – hari yang terkemas dalam ”setahun” sepertinya terlewati tanpa merasa terengah-engah dan tanpa merasa bosan menanti berlalunya guliran waktu. Toh sekarang mau tidak mau, kita mesti mengayunkan langkah menapaki satu babak waktu yang penuh dengan tanda tanya. Babak waktu itu adalah tahun 2014.
Melangkah masuk ke dalam tahun 2014
Melangkah masuk ke dalam babak waktu yang baru ini, nampak sangat otomatis terjadi karena di ujung tahun 2013 kita toh masih “dipinjami“ kesempatan untuk hidup. Jadi sepertinya tanpa canggung kita melangkah masuk di gerbang 2014. Walaupun langkah kita ke dalam rentang waktu tahun yang baru ini berlangsung otomatis, namun sebetulnya “otomatisasi langkah“ kita, tidak serta-merta menjadi garansi kemudahan dan keselamatan saat menyusuri ruas-ruas waktu yang terbentang dalam tahun 2014.
Ketika kita beranjak masuk pada tepi tahun 2014, sebetulnya langkah kita langsung ”terhadang” sebuah tanda tanya yang paling besar. Soalnya kita tidak tahu pasti, warna hidup seperti apakah yang akan kita alami di tahun 2014. Kita juga tidak tahun persis, apakah kita masih bisa menikmati hidup pada akhir tahun 2014 nanti. Yang tahu pasti hanya Tuhan. Dan tentunya Tuhan tidak bisa ”disogok” untuk membuka semua rahasia yang tersimpan rapi dalam lambung tahun yang baru ini. Kita hanya bisa melakoni hidup dengan menggunakan semua potensi yang kita miliki, sambil tetap mengandalkan Tuhan sebagai Sang Pemilik semesta dan hidup kita.
Warna hidup seperti apa yang akan terjadi nanti, jelas kita tidak ketahui. Namun yang paling pasti, bahwa semua rentetan peristiwa yang pernah terjadi dalam sejarah peradaban manusia akan selalu terulang dalam setiap babak waktu yang baru. Dari segi politik, selalu ada harapan untuk mewujudkan kehidupan demokratis yang didukung dengan kesadaran untuk memperjuangkan nilai keadilan dan kebenaran, namun kadang kita terpaksa sesak dada menerima bergitu banyak kasus ketidakadilan yang terjadi.
Dari segi ekonomi, selalu ada impian untuk mewujudkan sebuah masyarakat yang sejahtera dan hidup layak, namun kita pun pada akhirnya terpaksa menerima kenyataan, begitu banyak orang yang tega merampas ”hak bersama” menjadi ”hak pribadi” dengan memperkaya diri sendiri. Dari segi agama, ada harapan untuk mewujudkan rasa takwa dan beriman, agar dapat menghayati hidup ini sesuai dengan kehendak Tuhan, namun kita bisa lihat begitu banyak orang ”beragama” yang saling membunuh karena sangat berani me-monopoli kebenaran bahwa ”ia saja yang paling pantas di hadapan Allah”. Dari segi sosial, diharapkan suatu kehidupan bersama yang guyup, saling mengandalkan antara satu – sama yang lain dan mewujudkan solidaritas dalam kebersamaan untuk mengatasi kegetiran hidup yang menekan. Namun, semua impian ini nampak sayup tercapai, karena semangat individualisme dan materialisme menjadi junjungan masyarakat moderen.
Inilah ragam warna hidup yang tentunya otomatis terjadi dan akan kita alami lagi di tahun 2014. Sementara dari rangkaian peristiwa – peristiwa lama yang selalu terulang ini, kita secara pribadi akan tetap dihadang tanda tanya yang sulit ditebak, kira – kira apa yang akan terjadi secara pasti atas hidup kita sendiri.
Mungkinkah berubah di tahun yang baru (?)
Memang tidak gampang untuk menebak apa yang akan persis terjadi atas hidup kita di tahun 2014 ini. Tetapi kata orang, wajah masa depan ditentukan oleh apa yang anda lakukan pada saat sekarang. Prinsip ini mengandung makna ganda.
Di satu pihak, bila masa pada masa sekarang, setiap orang berusaha untuk membangun niat dan maksud yang baik bagi hidupnya, maka wajah masa depan pasti akan lebih ceriah dan orang akan mengalami kehidupan yang baik dan kondusif sesuai dengan harapannya. Di lain pihak, bila masa sekarang ini, diisi dengan pola dan cara hidup yang tidak teratur bahkan cenderung bersikap ”liar”, jelas orang tidak akan menikmati masa depan yang baik. Ketenteraman hidupnya akan terusik oleh efek – efek perilakunya sendiri yang senantiasa merisaukan.
Yang paling pasti, kita selalu mengharapkan agar hidup ini semakin hari – semakin baik. Bertambahnya waktu – mestinya juga membawa kesadaran untuk belajar dari masa lalu, bagaimana menata masa yang akan datang tanpa harus mengulangi lagi kesalahan masa lalu. Kita sama – sekali tidak mempunyai potensi menjadi ”keledai dungu” yang dapat berulang kali jatuh dalam lubang yang sama, sebab kita mempunyai pikiran dan hati nurani untuk menjadi bijak dalam merancang hidup ini, sebagai anugerah yang mesti disyukuri sepanjang hidup.
Tetapi dunia yang sudah semakin tua – renta ini, ternyata dari waktu ke waktu tidak pernah sepi dari persoalan – persoalan lama, yang selalu terjadi berulang kali. Persoalan lama ini ibarat lubang – lubang menganga yang ada di sepanjang jalan yang kita lintasi. Hanya keledai dungu yang dapat terus – menerus jatuh dalam lubang yang sama. Tetapi hal itu mestinya tidak terjadi pada kita – manusia, yang mempunyai pikiran dan hatinurani.
Paradoks terjadi, ketika manusia yang mempunyai pikiran dan hati nurani, terus – menerus jatuh dalam lubang – lubang masalah yang sama, yang senantiasa menjadi panorama buram dan memuakan dari abad yang satu ke abad yang lain. Sepertinya, kita manusia bingung dan hilang akal di depan berbagai potensi yang kita miliki untuk membuat hidup ini lebih baik, damai, tenteram, adil dan benar.
Mungkin supaya kita tidak bingung dan hilang akal secara akut dari tahun lama ke tahun yang baru, kita mesti lebih banyak mendengar apa kata ”Sang Pemilik” hidup tentang bagaimana menata diri dan hidup ini, agar selalu menjadi baru sesuai dengan datangnya tahun baru; yang selalu membawa tanda tanya untuk dijawab oleh setiap orang yang terbingakai di dalamnya. **
P. Fritz Meko, SVD
Ketua Komisi Komunikasi Provinsi SVD Jawa
Tinggal di Soverdi Surabaya
Posting Komentar