Foto: Memory PYD di Kapuas Oleh Nickjer Silvanus P. |
Namun siapakah yang disebut sebagai orang Muda Katolik itu? Adalah bahwa mereka yang telah dibabtis dalam Gereja Katolik dan umurnya berkisar antara 13 hingga 35 tahun. Dan tentunya belum dikategorikan sebagai orang yang telah menikah. Karena jangkauan yang begitu luas, maka ada begitu banyak wadah yang dapat dijadikan sebagai tempat untuk berkumpul. Wadah OMK itu memang banyak. Mereka ada di tingkat teritorial paroki, yang sekarang biasa disebut OMK Paroki. Di paroki pun, mereka berkumpul pada komunitas OMK wilayah dan lingkungan.
Selain lingkup teritorial, mereka berada di dalam wadah yang kita sebut lingkup kategorial, yang berkumpul berdasarkan kesamaan bakat, devosi dan minatnya. Kita mengenal kelompok seperti Choice, KKMK (Kelompok Karyawan Muda Katolik), Komunitas Lajang Katolik, New Heart Community (Komunitas Single Katolik Yang Mendalami Spiritualitas Hati Kudus Yesus), Corpus Cordis, dan masih banyak lainnya. Namun ada juga kelompok orang muda katolik yang tidak berada di dua lingkup ini. Kita bisa menyebut kelompok seperti KMK (Keluarga Mahasiswa Katolik), PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa katolik Republik Indonesia) dan Pemuda Katolik. Jika dibagi dalam dua kategori besar, maka komunitas Orang Muda Katolik bisa kita pilah jadi dua: yaitu yang parokial dan ekstra parokial. Yang parokial, mencakup teritorial dan kelompok kategorial, sementara yang ekstra parokial menunjuk pada PMKRI, Keluarga Mahasiswa katolik, dan Pemuda katolik.
Menyadari akan eksistensi Orang Muda Katolik, saya sudah membayangkan betapa ‘modal’ Orang Muda Katolik Indonesia sangat besar. Silahkan diartikan sendiri, jika modal yang besar ini sungguh-sungguh dikelola dengan baik, maka bukan tidak mungkin gaung dan gema mereka pun akan besar. Misi besar Gereja mewartakan Kerajaan Allah di dunia, bukan tidak mungkin menjadi kian terasa dengan gerak orang muda katolik seperti ini.
Namun memasuki era globalisasi yang kian menggila, OMK dalam kiprahnya sebagai Orang Muda terkadang tidak bisa melepaskan diri dari pergolakan hidup kemudaannya. Dengan antusiasme dan bahkan ambisi pribadi Orang Muda bisa melakukan segala sesuatu yang dianggap penting untuk mencari jati dirinya. Upaya pencarian jati diri inilah bisa menjerumuskan Orang Muda ke dalam sebuah pergulatan batin yang hebat. Sebagai contoh sikap tidak peduli OMK atau masah bodoh dengan semua kegiatan kegerejaan baik di dalam maupun di luar lingkup Gereja. Sikap tidak peduli ini menjadi sorotan masyarakat umum. Bahkan kini lahir individualisme kaum muda yang semakin menjadi parasit ditubuh OMK sendiri.
Akibatnya timbul berbagai persoalan/masalah-masalah sosial seperti penurunan perilaku Moral, kesenjangan sosial, ketidakadilan, nasionalisme, dan kepekaan terhadap lingkungan serta pengkhianatan terhadap imannya. Sulit memang mengubah pemikiran dan sikap acuh orang muda saat ini ditengah-tengah kenyamanan hidup serta serbuan berbagai macam hal instan di abad 21. Tidak akan bisa semua OMK mau dan peduli dengan keadaan di dalam dan di luar Gereja apabila perilaku OMK masih mencerminkan sikap apatis.
Melihat realita yang ada, OMK telah terjerumus dalam sebuah dinamika kehidupan yang serba instan. OMK semakin tergerumus imannya oleh arus perputaran zaman yang kian menggila. Hal ini bila tidak diatasi sekarang, maka harapan Gereja dalam membangun iman umatnya ke depan akan rapuh lantaran OMK sebagai tulang punggung Gereja masa depan dipatahkan. Karena itu, ada tiga pilar utama dalam membangun militansi kaum muda yaitu:
1. Mempersembahkan Tubuh
Rasul Paulus berkata: “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.”(Roma 12:1) Wujud konkrit mempersembahkan tubuh itu adalah bagaimana melayani sesama dan melayani TUHAN atau pekerjaan TUHAN.
2. Hadir Dalam Peribadatan
Pemazmur berkata: “Tujuh kali dalam sehari aku memuji-muji Engkau, karena hukum-hukum-Mu yang adil.”(Maz 119:164). Realisasinya adalah bahwa apapun kegiatannya yang berkaitan dengan keimanan kita perlu hadir demi pematangan keimanan.
3. Melakukan Firman-Nya
Kita mengenal istilah logos dan rema. Logos adalah firman Allah yang tertulis, yaitu Alkitab. Tetapi rema adalah perwujudan firman itu di dalam diri kita atau di dalam tubuh kita dan mewarnai tingkah laku kita. Surat Yakobus menulis: “Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati.”(Yak 2:17) “Tetapi firman ini sangat dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu, untuk dilakukan.”(Ul 30:14) “Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri.”(Yak 1:22).
Walaupun dengan adanya tiga pilar utama di atas, Orang Muda Katolik tidak serta merta keluar dari gurita persoalan sosial yang membelenggunya. Namun perlu adanya pembinaan iman OMK yang menuntut pengorbanan yang tinggi dan komitmen yang terus menerus dari para pembinanya. Pembinaan ini sesungguhnya harus mengambil kekuatannya dari Kristus sendiri yang hadir dalam sakramen-sakramen, terutama Sakramen Ekaristi dan Sakramen Tobat. Tentunya, semua ini harus didasari oleh katekese yang baik kepada OMK, sehingga mereka dapat mengetahui manfaat yang luar biasa yang dapat mereka peroleh dari rahmat Tuhan yang tersedia bagi kita semua melalui doa, Sabda Tuhan, dan terutama melalui sakramen- sakramen, yang bersumber pada Misteri Paska Kristus.
Dengan kata lain dapat lebih tegas dikatakan bahwa melihat situasi OMK kita saat ini, Gereja tidak boleh menutup mata. Bila Gereja ingin maju dan bertahan, maka diperlukan sedikit prioritas untuk menangani generasinya. Bila Gereja dalam hal ini tidak mengambil sikap, Gereja akan kehilangan generasi penerus yang militan, baik dalam iman maupun dalam bidang lainnya. ** Martinus Sanit, SF (Guru Agama Katolik SMKN 1 Bulik, Kabupaten Lamandau).
Posting Komentar