Mengisi "Kantong Jiwa" Melalui Aktivitas Sederhana

Cinta Orangtua akan mengisi relung jiwa anak untuk melewati tahun-tahun perkembangan psikologinya. Anak yang terus memperoleh cinta dari orangtua dan seluruh keluarga terdekatnya akan memiliki ‘kantong jiwa’ penuh. Psikolog Ratih Ibrahim menjelaskan bahwa anak dengan 'kantong jiwa' penuh akan tumbuh lebih baik dibanding yang terisi sebagaian atau kosong sama sekali

Layaknya balon, 'kantong jiwa' yang utuh memungkinkan anak tidak mudah terombang-ambing melewati perkembangannya. Anak juga tidak mudah terkena pengaruh buruk dari hal negatif di sekelilingnya. Ikatan keluarga yang kuat ibarat menyediakan rumah bagi jiwa anak untuk kembali pulang.

Ikatan kuat tidak dimiliki anak dengan 'kantong jiwa' yang hanya terisi sebagian. Anak dengan 'kantong jiwa' nyaris kosong tak memperoleh cukup cinta dan perhatian dari orangtua dan lingkungannya. Akibatnya mereka akan melakukan apapun asal memperoleh cinta dan perhatian yang diinginkannya. Ternasuk perbuatan kurang baik. Anak 'berkantong jiwa'  kosong mudah terkena pengaruh negatif.

Sementara anak dengan 'kantong jiwa' tak terisi penuh, rentan terkena gangguan emosi  di masa mendatang. "Mereka lebih mudah depresi, rendah diri, dan mengalami ketidakseimbangan emosi lainnya. Kurangnya ikatan dengan keluarga juga menyebabkan anak mencari 'rumah' lain untuk pulang. Akibatnya anak makin rentan kecemplung dalam lingkungan pergaulan negatif," kata Ratih.

Tentunya ibu tidak harus menjadi sentral kegiatan untuk mengisi ‘kantong Jiwa’ buah hati. Seluruh keluarga secara rutin dapat berperan dalam kegiatan yang bertujuan meningkatkan nilai kebersamaan. Misalnya, dengan memasak bersama tiap akhir pekan. Kegiatan ini njuga memiliki efek yang sama besar dengan ibu memasak untuk anggota keluarganya.
Ratih mengingatkan untuk tidak berkonsentrasi pada hasil. Dalam proses memasak ada kerja sama yang terjalin antar keluarga, Kerja sama tersebut meningkatkan jalinan keterikatan antar anggota keluarga. Jalinan keterikatan antar keluarga tentu lebih penting daripada hasil masakan yang diperoleh.

Senada dengan Ratih, Asep  Haekal menyatakan pentingnya kegiatan bersama untuk meningkatakan bonding keluarga, "Sebanyak 8 dari 10 ibu di Indonesia percaya makan bersama bisa memperat jalianan antar keluarga. Apalagi bila yang dimakan adalah hasil masakan sendiri," kata Haekal.

Tak Perlu Ragu Lagi

Seorang ibu tak perlu ragu memasak untuk keluarganya, termasuk bila ibu merasa tidak memiliki kemampuan memasak. “Ada ungkapan, cinta dari ibu terwujud dalam masakan”. Ungkapan khas ini tidak terdapat di tempat lain kendati hidangannya lebih enak. Jadi tak perlu khawatir, masakan ibu pasti jadi yang terenak di seluruh dunia, kata Ratih.

Keyakinan para ibu terwujud dalam survei yang dilakukan Royco terhadap ibu di Indonesia. Hasil survei menyatakan , 90 persen ibu di Indonesia selalu berusaha memasak bagi keluarganya dengan menu masakan rumah.  Selanjutnya 88 persen ibu selalu mengajak keluarganya makan bersama di rumah., bahkan mereka merasa perlu memasak menu favorit demi moment tersebut.

Sesuai dengan kenyataan tersebut, Ratih menyarankan keluarga untuk menjadikan makan bersama sebagai rutinitas. Kegiatan bersama akan memantapkan ikatan relasi antar anggota keluarga. Hasilnya sejauh apapun melangkahkan kaki, mereka selalu mengingat rumah dan momen indah dengan keluarga.

Tidak perlu heran bila hanya dengan moment sederhana, anak dengan mudah mengingat nilai luhur yang diajarkan di rumah. Kegiatan bersama menyakinkan nilai tersebut berakar kuat dalam diri tiap anggota keluarga. Melalui akar kepribadian positif yang kuat, anak dapat menjadi dewasa yang bijak dan berbudi luhur.

Dengan manfaat yang diperoleh, ratih menyarankan tiap keluarga menyediakan waktu kegiatan bersama. "Dengan manajemen waktu yang baik, tiap keluarga pasti bisa menyediakan waktu untuk kegiatan bersama. Tidak perlu masakan yang komplek dan berbahan mahal, cukup nasi goreng sudah bisa meningkatan kebersamaan. Orangtua harus berusaha menginvestasikan waktu demi masa depan anak," kata Ratih.

Memasak bersama memang bukan satu-satunya kegiatan yang bisa menunjukan cinta dan meningkatakan kebersamaan antar keluarga. "Lewat memasak ada hasil instan yang langsung bisa dinikmati seluruh anggota keluarga. Tentu ada kegiatan lain yang juga bisa meningkatkan nilai terikatan antara anggota keluarga,"kata Ratih.

Kegiatan tersebut misalnya membersihkan rumah dan mencuci bersama. Anggota keluarga bisa bermusyawarah terlebih dulu terkait tugas yang akan dilaksanakan. Melakukan kegiatan bersama akan menimbulkan rasa penghormatan dan penghargaan dalam diri anak. Dalam prosesnya, anggota keluarga tidak perlu terlalu berkonsentrasi pada hasil. Ratih mengingatkan untuk menomorsatukan kebersamaan.

Selanjutnya adalah kegiatan olah fisik bersama. Kegiatan ini cukup dilakukan di areal luas dekat rumah yang menungkinkan untuk berlari dan bermain secara outdoor. Olah fisik menjadi alternatif kegiatan yang murah, mudah, dan menyenangkan dilakukan seluruh anggota keluarga.

Contoh kegiatan lain yang menonjolkan kebersamaan adalah kunjungan ke sanak saudara. Selain kebersamaan antar anggota keluaraga, kunjungan juga bisa memperat silahturahim antar saudara lainnya. Cara ini juga bisa mengajarkan anak menghormati keluarga yang lebih tua maupun sesamanya.

Keluarga juga bisa mencoba berwisata bersama untuk meningkatkan kebersamaan. Namun, keluarga sebaiknya memilih tujuan wisata edukatif, dan bukan belanja. Wisata edukatif akan meningkatakan pengetahuan dan kemandirian anak dalam berinteraksi dengan orang lain.

Rm I Ketut Adi Hardana, MSF. 
(Diambil - dengan sejumlah perbaikan redaksional - dari Rosmha Widiyani, Harian Nasional, 22 April 2015, hal C26)

Posting Komentar

[blogger]

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget