Aku Diberi, Maka Aku Memberi

Pada pertemuan pertama APP 2011 Keuskupan Palangka Raya, kutipan Kitab Ulangan 26: 1-15 menjadi dasar dari permenungan kita. Apa yang menjadi fokus pendalaman kita berdasarkan kutipan tersebut? Saya secara pribadi menampilkan dua hal saja, berbeda dari bahan yang telah disusun oleh Team KLK Keuskupan Palangka Raya. Team KLK Keuskupan Palangka Raya mencoba memberi penjelasan secara umum dan membuat pertanyaan-pertanyaan penuntun. Berangkat dari itu, saya mengangkat dua hal penting yakni:

Hasil Pertama harus dipersembahkan.
Untuk merebut pasar, umumnya pabrik-pabrik roti, minuman dan perusahaan-perusahaan pembuat komputer, handphone, dan barang-barang lainnya selalu berusaha agar product pertama baik hasilnya. Product generasi berikutnya akan mendapat perhatian besar bila generasi perdana product tersebut baik dan kualitasnya terjamin. Oleh karena itu, tidak mengherankan kalau banyak konsumen mencari produk terbaru generasi perdana, karena itu jauh lebih baik dari pada produk baru yang bukan generasi perdana dari sebuah perusahaan.

Seorang anak tidak tahu harus bagaimana berterima kasih kepada orang tua. Oleh karena itu, dalam kebingunan dan tidak tahu harus berbuat apa, banyak dari anak-anak mempersembahkan penghasilan pertama, gaji pertama kepada orang tuanya sebagai ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Yesus dalam perjalanan misinya, melakukan mujizat pertama atas permintaan Ibunya, Maria. Peristiwa Perkawinan di Kana, Air menjadi Anggur adalah keajaiban pertama dari Yesus untuk Ibu tercinta.

Dalam bacaan yang kita dalami pada pertemuan ini dikatakan bahwa Hasil Pertama dari bumi, yang diperoleh oleh bangsa Israel setelah tiba di tanah terjanji harus dipersembahkan kepada Tuhan.

Beberapa poin di atas mungkin saja menimbulkan pertanyaan bagi kita. Apa sebenarnya maksud dari HASIL PERTAMA tersebut?

Persembahaan kepada Tuhan adalah persembahan yang harus harum mewangi. Persembahan kepada Tuhan adalah harus persembahan terbaik. Sekilas kita melihat Kain dan Habel menyampaikan persembahan. Kain mengumpulkan semua hasil-hasil yang buruk, yang busuk, yang tidak terpakai lagi yang kemudian dibakar menjadi korban persembahan. Itu tidak berkenan kepada Tuhan. Habel mengumpulkan semua hasil paling baik, ternak yang tambun, hasil bumi yang baik kemudian dibakar menjadi korban persembahan kepada Tuhan. Itulah yang berkenan kepada Tuhan.

Kita sebagai umat beriman pun harus memberikan yang terbaik kepada Tuhan. Terbaik dari segala kemampuan kita, bakat, talenta, materi dan segalanya yang terbaik. Tuhan pasti berkenan bila kita memberi persembahan dengan tulus hati, tidak setengah-setengah. Tuhan pasti berkenan bila kita menyampaikan persembahan tidak memperhitungkan untung rugi.

Jadi, HASIL PERTAMA dalam hal ini sesungguhnya merujuk pada HASIL PALING BAIK.

Persembahan Persepuluhan
Bagaimana praktek persepuluhan dalam Gereja Katolik?

Saya mengajak kita untuk melihat beberapa dasar yang berbicara tentang persembahan umat beriman Katolik:

Dalam Katekismus Gereja Katolik no. 2041-2043 kita bisa melihat kelima perintah Gereja Katolik. Dan, di bawah kelima perintah Gereja tersebut, ditambahkan: “Umat beriman juga berkewajiban menyumbangkan untuk kebutuhan material Gereja sesuai dengan kemampuannya” (Katekismus Gereja Katolik, no. 2043). Jadi, Gereja Katolik mewajibkan umat beriman untuk memberi persembahan, tetapi tidak menentukan jumlahnya.

Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici) juga mengatakan:

“Kaum beriman kristiani terikat kewajiban untuk membantu memenuhi kebutuhan Gereja, agar tersedia baginya apa yang perlu untuk ibadah ilahi, karya kerasulan serta amal kasih dan nafkah yang wajar bagi para pelayan rohani” (Kan. 222 #1).

“Mereka juga terikat kewajiban untuk memajukan keadilan sosial dan juga, mengingat perintah Tuhan, membantu orang-orang miskin dengan penghasilannya sendiri” (Kan. 222 #2).

“Dalam menggunakan hak-haknya kaum beriman kristiani, baik sendiri-sendiri maupun tergabung dalam perserikatan, harus memperhatikan kesejahteraan umum Gereja dan hak-hak orang lain serta kewajiban-kewajibannya sendiri terhadap orang lain” (Kan. 223 #1).

Berdasarkan dua dokumen di atas, kita tidak menemukan bahwa persembahan umat beriman harus berjumlah sepersepuluh dari penghasilannya. Yang kita temukan di sana adalah bahwa setiap umat beriman WAJIB memberikan persembahan sesuai dengan kemampuannya, tidak ditentukan jumlahnya.

Kalau demikian, bagaimana kita memahami persepuluhan yang sering disebutkan dalam Kitab Suci?

Saya mengajak anda semua untuk membaca rujukan ini, yang telah dituliskan oleh Team Carmelia di websitenya. Semoga rujukan ini semakin memperkaya kita semua.

Dalam konteks iman kita di Keuskupan Palangka Raya, memberikan persembahan tidak perlu menghitung jumlahnya tetapi utamakan ketulusan dari memberi. Memberi dari kekurangan adalah jauh lebih baik memberi dari kelimpahan. Oleh karena itu, jangan ada rasa berdosa bila tidak memberi dalam jumlah yang banyak karena tidak sanggup. Tapi merasa bersalahlah kalau hanya memberi dalam jumlah sedikit dalam kelimpahanmu.

HASIL PERTAMA dan PERSEMBAHAN PERSEPULUHAN inilah yang menjadi inti pertemuan pertama kita pada pendalam APP 2011. Dua hal ini membantu kita dalam memahami bagaimana harus berbagi kepada saudara-saudara kita yang miskin dan lemah. Dua hal ini menuntun kita bagaimana harus memberi dengan ketulusan tanpa memperhitungkan untung dan rugi. Dan dua hal ini pula yang memberi gambaran kepada kita siapa-siapa saja yang perlu mendapat hasil dari persembahan yang kita berikan.

Posting Komentar

[blogger]

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget