Sebagaimana kita ketahui, mendalami perikop ini dalam Pendalaman Iman mungkin sudah beberapa kali. Tapi saya yakin dalam situasi dan konteks berbeda. Kali ini, kita pun mendalami perokop ini lagi dengan konteks dan situasi aktual kita saat ini sebagai umat beriman yang sudah menginjak dan sedang menjalani tahun 2012.
Oleh karena itu, bila perikop ini pernah didalami dalam pendalaman iman sebelumnya, yakinlah bahwa situasi itu berbeda dengan sekarang. Tujuan utama menegaskan hal ini adalah agar kita tidak membangun rasa bosan dalam mengikuti pendalaman Kitab Suci yang sudah tidak asing bagi kita sebagai umat Katolik.
Mari kita melihat seluruh Tokoh yang terlibat dalam Matius 9: 1-8.
Tokoh-tokoh:
- Yesus sendiri
- Orang Lumpuh
- Orang Yang menggotong orang lumpuh
- Orang banyak
- Ahli Taurat
Tokoh-tokoh refleksif:
- Anak Manusia
- Orang yang telah sembuh
Dengan mengenali tokoh, kita dengan gampang mendalami teks ini sesuai dengan keadaan kita saat ini. Kita diajak untuk mengamati setiap tokoh yang disebutkan di atas.
Beberapa poin berikut bisa diungkapkan sebagai contoh-contoh menarik:
Yesus, dalam hidup-Nya selalu menunjukkan teladan. Selain berkata-kata, Dia juga menunjukkan teladan lewat perbuatan-Nya. Yesus sanggup memberi perubahan yang bagi kita umat beriman sering kita yakini sebagai sebuah keajaiban. Pendosa berubah menjadi tokoh iman, si lumpuh berubah menjadi sehat kembali, yang kerasukan roh jahat berubah menjadi pewarta kerajaan Allah, adalah merupakan keajaiban-keajaiban yang dibuat oleh Yesus. Sanggupkah kita sebagai umat beriman membuat keajaiban di lingkungan kita bekerja, lingkungan masyarakat dan dalam keluarga kita?
Sebagai orang lumpuh, kita tidak berdaya. Kelumpuhan dalam teks kitab suci dijelaskan sebagai cacat fisik dan melambangkan ketidak-sanggupan untuk berbuat banyak. Dalam konteks zaman kita sekarang ini, kelumpuhan dapat diartikan secara lebih luas. Kelumpuhan itu selalu ada dalam kehidupan kita sebagai manusia. Kelumpuhan dalam diri sendiri, kelumpuhan dalam keluarga, kelumpuhan dalam masyarakat, kelumpuhan dalam gereja dan bahkan dalam bernegara pun kita menemukan kelumpuhan.
Sebagai umat beriman, kita sering mengalami kelumpuhan iman, tak berdaya dan tidak bisa berbuat banyak. Dalam teks kitab suci, kita melihat begitu besar harapan dan iman si lumpuh. Meskipun dalam keadaan tak berdaya, si lumpuh masih tetap berharap. Dan melalui bantuan orang lain, akhirnya harapannya itu tercapai. Adakah kita hanya berpasrah pada keadaan yang kita alami saat ini. Apakah kita menerima kelumpuhan kita sebagai "takdir" yang sering disebut-sebutkan oleh orang lain? Umat Katolik tidak mengenal istilah "takdir" dan atau "nasib". Peran aktif kita sebagai umat beriman untuk mendapatkan keselamatan tetap dituntut.
Atau kita bisa berperan sebagai pengantara rahmat bagi orang-orang yang membutuhkan. Orang-orang yang menggotong si lumpuh merupakan tokoh penyalur rahmat. Kehadiran kita dapat menumbuhkan keajaiban. Tidak perlu kita membayangkan hal-hal yang amat dahsyat. Dalam hal-hal sederhana pun, mukjuzat itu bisa terjadi. Apakah kita sudah berperan sebagai pendukung terjadinya keajaiban dalam kelumpuhan yang sedang terjadi di sekitar kita?
Atau kita seperti orang Farisi dan ahli Taurat yang tidak setuju dengan perubahan? Kecemburuan sosial pun dapat menghambat terjadinya keajaiban. Ada kecenderungan untuk menghalangi orang lain mendapatkan rahmat. Ada kecemburuan bila orang lain mendapatkan rezeki. Hal ini dapat kita lihat dalam peran Ahli Taurat, para cendekiawan Yahudi yang tidak menerima perubahan yang dibuat oleh Yesus. Adakah kita melihat situasi yang sama dalam kehidupan bernegara, bergereja, masyarakat dan keluarga kita saat ini?
Kita sebagai manusia dapat menjadi pendukung terjadinya keajaiban, sekaligus bisa juga menjadi pendukung terjadinya kelumpuhan. Karena situasi seperti itu, kita diajak untuk melihat dan mendalami teks ini secara cermat dan dalam, dengan melihat dari berbagai aspek kehidupan. Pendalaman Kitab Suci akan menjadi aktual bila melihat segala sesuatu secara nyata dalam kehidupan sekarang ini.
Semoga poin-poin di atas membantu kita untuk mendalami Kitab Suci, terutama pada pertemuan Pertama BKSN 2012. Pace e Bene. **
Beberapa poin berikut bisa diungkapkan sebagai contoh-contoh menarik:
Yesus, dalam hidup-Nya selalu menunjukkan teladan. Selain berkata-kata, Dia juga menunjukkan teladan lewat perbuatan-Nya. Yesus sanggup memberi perubahan yang bagi kita umat beriman sering kita yakini sebagai sebuah keajaiban. Pendosa berubah menjadi tokoh iman, si lumpuh berubah menjadi sehat kembali, yang kerasukan roh jahat berubah menjadi pewarta kerajaan Allah, adalah merupakan keajaiban-keajaiban yang dibuat oleh Yesus. Sanggupkah kita sebagai umat beriman membuat keajaiban di lingkungan kita bekerja, lingkungan masyarakat dan dalam keluarga kita?
Sebagai orang lumpuh, kita tidak berdaya. Kelumpuhan dalam teks kitab suci dijelaskan sebagai cacat fisik dan melambangkan ketidak-sanggupan untuk berbuat banyak. Dalam konteks zaman kita sekarang ini, kelumpuhan dapat diartikan secara lebih luas. Kelumpuhan itu selalu ada dalam kehidupan kita sebagai manusia. Kelumpuhan dalam diri sendiri, kelumpuhan dalam keluarga, kelumpuhan dalam masyarakat, kelumpuhan dalam gereja dan bahkan dalam bernegara pun kita menemukan kelumpuhan.
Sebagai umat beriman, kita sering mengalami kelumpuhan iman, tak berdaya dan tidak bisa berbuat banyak. Dalam teks kitab suci, kita melihat begitu besar harapan dan iman si lumpuh. Meskipun dalam keadaan tak berdaya, si lumpuh masih tetap berharap. Dan melalui bantuan orang lain, akhirnya harapannya itu tercapai. Adakah kita hanya berpasrah pada keadaan yang kita alami saat ini. Apakah kita menerima kelumpuhan kita sebagai "takdir" yang sering disebut-sebutkan oleh orang lain? Umat Katolik tidak mengenal istilah "takdir" dan atau "nasib". Peran aktif kita sebagai umat beriman untuk mendapatkan keselamatan tetap dituntut.
Atau kita bisa berperan sebagai pengantara rahmat bagi orang-orang yang membutuhkan. Orang-orang yang menggotong si lumpuh merupakan tokoh penyalur rahmat. Kehadiran kita dapat menumbuhkan keajaiban. Tidak perlu kita membayangkan hal-hal yang amat dahsyat. Dalam hal-hal sederhana pun, mukjuzat itu bisa terjadi. Apakah kita sudah berperan sebagai pendukung terjadinya keajaiban dalam kelumpuhan yang sedang terjadi di sekitar kita?
Atau kita seperti orang Farisi dan ahli Taurat yang tidak setuju dengan perubahan? Kecemburuan sosial pun dapat menghambat terjadinya keajaiban. Ada kecenderungan untuk menghalangi orang lain mendapatkan rahmat. Ada kecemburuan bila orang lain mendapatkan rezeki. Hal ini dapat kita lihat dalam peran Ahli Taurat, para cendekiawan Yahudi yang tidak menerima perubahan yang dibuat oleh Yesus. Adakah kita melihat situasi yang sama dalam kehidupan bernegara, bergereja, masyarakat dan keluarga kita saat ini?
Kita sebagai manusia dapat menjadi pendukung terjadinya keajaiban, sekaligus bisa juga menjadi pendukung terjadinya kelumpuhan. Karena situasi seperti itu, kita diajak untuk melihat dan mendalami teks ini secara cermat dan dalam, dengan melihat dari berbagai aspek kehidupan. Pendalaman Kitab Suci akan menjadi aktual bila melihat segala sesuatu secara nyata dalam kehidupan sekarang ini.
Semoga poin-poin di atas membantu kita untuk mendalami Kitab Suci, terutama pada pertemuan Pertama BKSN 2012. Pace e Bene. **
Posting Komentar